WUKUF DAN PUASA ARAFAH, SERTA IDUL ADHA BERDASARKAN PENGUASA MAKKAH

 



Oleh : Muhammad Fatih al-Malawy (Mudir Ma'had ats-Tsaqofiy)

Wukuf, yakni berdiam diri di Padang Arafah merupakan salah satu dari rukun haji yang harus dilaksanakan walaupun sesaat, sebab wukuf merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah haji tersebut. Imam Taqiyuddin al-Hushni dalam kitab Kifayatu al-Akhyar menyatakan :

 ومنها اي من اركان الحج الوقوف بعرفة لأنه عليه الصلاة والسلام أمر مناديآ ينادي "الحج عرفة" ومعنى الحج عرفة أي معظم أركانه كما تقول معظم الركعة الركوع ويحصل الوقوف بحضور بجزء من عرفات ولو كان مارا في طلب آبق أو ضالة أو غير ذلك

“Termasuk diantaranya yakni diantara rukun-rukun haji adalah wukuf di Arafah, karenanya Rasulullah saw telah memerintahkan dengan seruan, ‘Haji adalah Arafah.’ Pengertian ‘Haji adalah Arafah’ bermakna kebesaran rukunnya sebagaimana engkau mengatakan, ‘kebesaran rakaat ruku.’ Wukuf dapat dilakukan dengan menghadiri sebagian tanah Arafah meski hanya lewat mencari budak yang melarikan diri, hewan ternak yang hilang, atau yang lainnya.” (Taqiyuddin Abu Bakar Al-Hushni Al-Husaini ad-Dimasyq, Kifayatu al-Akhyar fi halli Ghayab al-Ikhtishar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, tahun 2001 M/1422 H, hal. 302)

Berkenaan dengan wukuf di Arafah inilah maka orang-orang yang tidak melaksanakan Haji, disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah. Dengan ketentuan tidak dalam keadaan musafir, tidak sakit dan kuat dalam melaksanakan puasa serta muqim. Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syata ad-Dimyati dalam kitab i'anatu ath-Thalibin menyatakan :

صوم يوم عرفة لغير حاج اي : وغير مسافر، وغير مريض  بان يكون قويا مقيما

"Puasa hari Arafah bagi yang tidak berhaji maksudnya bagi yg bukan musafir, tidak sakit, dan kuat serta orang yg muqim" (lihat sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syata ad-Dimyati, I'anatu ath-Thalibin, Kairo, Darus salam, cetakan ketiga, tahun 2021 M/1442 H, juz 2, hal. 1318)

Hubungan Hari Arafah Dengan Wukuf di Arafah

Rasulullah Saw bersabda :

 إذا كان يوم عرفة لم يبق أحد في قلبه ذرة من إيمان إلا غفر له. فقيل : يا رسول الله  المعروف خاصة؟ أي – لمن وقف في عرفة خاصة – أم للناس عامة؟ قال : بل للناس عامة. رواه أبو داود

"Jika tiba hari Arafah, tidaklah seseorang masih mempunyai setitik iman dalam hatinya melainkan ia akan diampuni. Lantas ada yang bertanya: Ya Rasulallah, apakah terkhusus bagi yang wukuf di Arafah saja atau untuk semua manusia? Rasulullah menjawab: Untuk semua manusia". (HR. Imam Abu Daud)

Diriwayatkan dari Jabir r.a, Beliau Saw juga bersabda :

ما من يوم أفضل عند الله من يوم عرفة ينزل الله تعالى إلى سماء الدنيا فيباهي بأهل الأرض أهل السماء فيقول انظروا إلى عبادي جاؤوني شعثا غبرا ضاجين جاؤوا من كل فج عميق يرجون رحمتي ولم يروا عقابي فلم ير يوما أكثر عتقا من النار من يوم عرفة. رواه البيهقي

"Tidak ada hari yang lebih utama di hadapan Allah melebihi Hari Arafah. Allah turun ke langit dunia, Allah pun membanggakan penduduk bumi kepada penduduk langit seraya berfirman: "Lihatlah kepada hamba-hambaku yang datang kepadaku dengan tubuh lusuh penuh debu menggaduh. Mereka datang dari segala penjuru yang jauh dengan mengharapkan rahmatKu sedangkan mereka tidaklah melihat siksaanku". Maka tidaklah ada hari di mana pembebasan dari Neraka itu melebihi di Hari Arafah". (HR. Imam al-Baihaqi)

Imam al-Baihaqi menyatakan :

وروى البيهقي بإسناده عن عبد العزيز بن عبد الله بن خالد بن أسيد قال : (قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يوم عرفة اليوم الذي يُعرِّف الناس فيه) قال البيهقي: هذا مرسل جيد ، أخرجه أبو داود في المراسيل) سنن البيهقي ٥/١٧٦

"Dan telah meriwayatkan al-Baihaqi dengan isnadnya dari Dari Abdul Aziz bin Abdillah bin Khalid bin Asid, bahwa Nabi SAW bersabda: "hari Arafah adalah hari dimana manusia berdiamdiri padanya". al-Baihaqi telah berkata : hadits ini adalah mursal jayyid, Abu Daud juga telah meriwayatkan hadits ini di dalam kitab mursalnya". (Sunan al-Baihaqi juz 5/176). (Imam ad-Daruquthni juga meriwayatkan hadits tersebut sebagaimana di sebutkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz 3/456)

Sedangkan makna يعرف الناس فيه maksudnya ( عَرَّفَ ) الحجاج : وقفوا بعرفات yakni mereka berdiam diri di Arafah (lihat Kamus al-Muhith pada makna عرف)

Imam al-Qurthubi menyatakan :

ويوم الوقوف يوم عرفة

"Dan hari adanya wukuf itu adalah hari Arafah" (lihat Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami' Li Ahkam al-Qur'an, Kairo, Dar al-Ibnu al-Jauzi, Cetakan Pertama, tahun 2015 M / 1436 H, juz 2, hal. 158)

Dalam Kamus al-Muhith disebutkan :

ويومُ عَرَفَةَ : التاسِعُ من ذي الحِجَّةِ . عرفة او عَرَفَاتٌ : مَوْقِفُ الحاجِّ ذلك اليَومَ على اثْنَيْ عَشَرَ مِيلاً من مكَّةَ

"Hari Arafah adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan Arafah atau Arafaat adalah tempat wukufnya jamaah haji di hari itu yang berada 12 mil dari Makkah"

Imam Badruddin al-Ayni menyatakan:

وأما عرفة فإنها تطلق على الزمان وهو التاسع من ذي الحجة وعلى المكان وهو الموضع المعروف الذي يقف فيه الحجاج يوم عرفة

“Adapun Arafah, maka ia dikatakan untuk menamai waktu, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah, dan juga bisa dikatakan untuk menamai tempat, yaitu tempat yang dikenal yang mana jamaah haji melakukan wukuf pada hari Arafah di tempat itu."

Dengan melihat hadits di atas dan banyak hadits lainnya, serta penjelasan para ulama tentang Arafah, maka jelaslah bahwa Arafah bukan hanya berkaitan dengan tanggal 9 dzulhijjah saja, tetapi berkaitan pula dengan jama'ah haji yang sedang melakukan wukuf di Arafah. Artinya pada saat jama'ah haji melakukan wukuf di Arafah pada tanggal 9 dzulhijjah, maka pada saat itulah disebut hari Arafah.

Oleh karena itu, secara realitas untuk menyamakan hari wukuf di Arafah dengan negeri lainnya, maka penguasa Makkahlah kini yang paling layak untuk dijadikan sebagai petunjuk yang diikuti dalam menentukan wukuf di Arafah, sehingga negeri lain harus mengikuti penguasa Makkah agar terjadi penyatuan hari dan Wukuf di Arafah tersebut. Wallahu a'lam bi ash-Sahawab.

Pelaksanaan Yang Keliru

Ada sebahagian jama'ah menyatakan, "kami puasa Arafah hari jum'at, tapi Idul Adhanya hari Ahad/minggu". Bila seseorang telah menetapkan puasa hari Arafah (tanggal 9 dzulhijjahnya) pada tahun ini hari jum'at, maka idul adhanya berarti hari sabtu (tanggal 10 dzulhijjah). Dan tidak benar bila ia melaksanakan idul adhanya hari ahad/minggu, karena hari tersebut baginya sudah masuk hari tasyrik (tanggal 11 dzulhijjah). Sebab pelaksanaan sholat idul Adha dilaksanakan pada tanggal 10 dzulhijjah mulai dari terbitnya matahari ketika masuknya waktu dhuha sampai tergelincirnya matahari ketika masuknya waktu dzuhur dan bukan pada tanggal 11 dzulhijjah. Di dalam kitab Fathul Mu'in dinyatakan :

(و) هو (صلاة العيدين) اي العيد الأكبر والأصغر بين طلوع شمس وزوالها وهي ركعتان

"Dan dua sholat i'd yakni i'd akbar (Adha) dan Asghar (fitri) waktunya mulai terbitnya matahari sampai tergelincirnya ia (pada saat masuknyal waktu dzhuhur - pent)"

Dengan demikian, yang menyatakan bahwa ia berpuasa pada hari jum'at sebagai puasa Arafahnya, maka tidak dibenarkan ia sholat idul Adhanya hari Ahad/minggu, karena baginya itu sudah tanggal 11 dzulhijjah yang mengisyaratkan bahwa pelaksanaan sholat idul Adha baginya sudah berakhir. Wallahu a'lam bi ash-shawab.