Surat Edaran Pengaturan Azan Mengebiri Syiar Islam ?

 



Oleh Muzaidah (Aktivitas Muslimah)


Apakah itu tugas seorang Kementerian Agama menyoalkan toa masjid lalu menyamakan dengan suara gonggongan? Padahal ada yang lebih penting diurusi misalkan mengenai kemerosotan akhlak generasi, dan mengatur tata pergaulan generasi dengan cara memberikan pemahaman Islam secara keseluruhan dan sempurna agar tidak mudah melanggar aturan syarak.


Viral di berbagai media sosial mengenai Kemenag Yaqut Cholil Qoumas dengan lancang menyamakan toa masjid dengan suara gonggongan. Tidak bisa dielakkan jika Kemenag mengatakan ketidaksengajaan, karena makna pesan yang disampaikan telah membuat luka bagi kaum muslim. Pasalnya pesan itu termasuk penistaan dalam agama maka perlu ditindak tegas oleh pemerintah dan tak perlu tebang pilih dalam menentukan hukuman apa yang pantas didapatkan ataukah harus dipecat dari jabatan. (kumparan.com, 25/02/2022). 


Dari Surat Edaran (SE) yang berlaku, terdapat poin penting yang disampaikan Kemenag, bahwa pengumandangan azan menggunakan toa harus diatur dengan bervolume maksimal 100 desibel. Harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Kemenag.


Semakin tampak jelas bahwa pejabat negara sudah berani memojokkan ajaran Islam secara terang-terangan dan begitu juga terhadap kaum muslim. Berbagai alasan yang dibuat-buat mulai dari kata mengganggu, tidak toleransi, hingga pejabat itulah yang mencari sensasi. Sedangkan ajaran di luar Islam jarang bahkan tak pernah dipermasalahkan, apakah soal peribadatannya atau yang lainnya.


Hal ini pun menandakan bahwa pejabat di negara ini sangat kontra terhadap syiar Islam. Mencoba menutup rapat syiar Islam sampai di tengah kehidupan yang semakin tak terarah tujuannya. Padahal, masih banyak tugas dan kewajiban pemerintah beserta jajaran kabinetnya untuk fokus membawa perubahan baik dan menjamin keadilan secara solutif bukan malah mendatangkan masalah baru dengan membuat sensasi yang semakin aneh.


Perlu kita kilas balik pernyataan sebelumnya yang disampaikan Kemanag dari video yang beredar viral berdurasi 1:01. Bahwa pengeras suara azan tidak menciptakan keharmonian bagi masyarakat yang berdekatan dengan lokasi masjid. Jika ditinjau dari lokasi, pastinya masing-masing masyarakat sudah membuat keputusan sebelum memilih tinggal berdekatan dengan masjid, dan terdata bahwa masyarakat setempat selama ini tak pernah merasa resah bahkan banyak di antaranya yang tadinya non muslim kini menjadi mualaf.


Karena suara azan adalah khazanah Islam yang begitu indah dan merdu didengar hingga mampu menyentuh hati non muslim untuk masuk ke dalam Islam. Menandakan kalau toa masjid bukanlah pengganggu bukan tak menghadirkan keharmonian, tetapi justru pejabat itulah yang merasa terganggu dengan toa masjid.


Inilah kondisi rezim dalam kehidupan demokrasi-sekularis saat ini. Syiar Islam kian dikaburkan, menjadi sasaran untuk dikerdilkan bahkan tak segan-segan mengasingkan. Barulah nantinya banyak kaum muslim yang terpancing dengan isu receh tersebut dan ikutan mengatakan Islam tak menghadirkan keharmonisan, intoleran dalam bermasyarakat dan bernegara.


Semua itu akibat biang keladi sekularisme hingga saat ini yang masih dijadikan sebagai kiblat kehidupan, dan antek-anteknya tak pernah bosan menyemprotkan fitnah kepada kaum muslim agar benci dengan ajaran dan syiar Islam. Membuat mereka ikutan fobia terhadap Islam, menjadikan mereka termasuk Islamophobia takut mengikuti seluruh perintah Allah Swt.


Sungguh sangat miris dan menyedihkan hidup dalam naungan selain dari sistem Islam. Umat tak punya pengayom dan pelindung sesungguhnya sebagaimana yang pernah dicontohkan khalifah (pemimpin) Islam terdahulu. Dalam buku The Great Of Two Umars karya Abdurrahman mengatakan kesaksian bahwa Umar bin Khathtab khalifah kedua setelah Abu Bakar, pernah memberikan bantuan beserta hak terhadap pengemis Yahudi yang dijumpainya di tengah jalan.


Kemudian pengemis Yahudi mengatakan alasannya mengemis kepada Umar, lalu Umar merasa iba dan membawanya ke baitulmal untuk memberikan pengemis itu segala kebutuhannya. Bukan hanya pengemis Yahudi ini sajaz tetapi juga pengemis lainnya beserta rakyat yang kesusahan, perintah tegas disampaikan khalifah Umar kepada pejabatnya dimasa itu.


Beginilah selamanya, ketika sistem Islam memimpin dan menjadi kiblat kehidupan. Bukan hanya soal urusan umat tetapi urusan toa masjid. Islam mampu menyelesaikannya dan tak mempermasalahkan jika kenyataan tak mengganggu. Maka suara azan dalam sistem Islam akan selamanya bergema hingga dalam suasana Ramadhan yang penuh berkah tak pernah diusik dan diatur-atur.


Sedangkan dalam sistem sekarang, akan terus mendatangkan permasanlah baru. Jika hari ini soal toa masjid saja bisa dipermasalahkan, mungkin besok atau ke depannya Islam akan ditiadakan, jika sistem Islam belum diterapkan, demokrasi-sekularis masih menjadi kiblat yang tak pernah memberikan solusi, dan syariat Islam tak pernah dilaksanakan secara utuh dalam kehidupan individu, bermasyarakat hingga bernegara. Oleh karena itu, kembalilah kepada syiar Islam dengan menerapkan sistem Islam yang pernah dicontohkan Rasulullah hingga para khalifah setelahnya.


Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


أَفَحُكْمَ الْجٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ  ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS. Al-Ma’idah 5: Ayat 50).


Wallahualam bissawab.