Narkoba Mengancam Generasi Muda Sumatera Utara : Butuh Solusi Sistemik dalam Penyelesaiannya


Oleh : Chairunnisa Rahmawati, S.Pd (Pemerhati Generasi)

Narkoba menjadi istilah yang cukup akrab di telinga setiap orang saat ini. Disamping karena banyaknya pemberitaan terkait dengan narkoba yang kita peroleh di televisi, ternyata pelaku narkoba dan pengedar narkoba sedang berkeliaran di Kota kita, Medan Sumatera Utara. Sebagaimana berita belum lama terjadi bahwa jajaran Polda Sumut berhasil meringkus lima kurir narkoba jaringan internasional di Medan, pada awal tahun 2018. Dari tangan para tersangka, petugas menyita 15 kg sabu-sabu. Dari lima pelaku, tiga diantaranya ditembak mati, ujar Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Paulus Waterpauw (moeslimchoice.com/2018/01).

Sehingga narkoba telah menjadi masalah serius, tidak hanya bagi Sumatera Utara saja, namun juga  bagi bangsa ini. Barang haram ini tanpa pandang bulu menggerogoti siapa saja. Para wakil rakyat, hakim, artis, pilot, mahasiswa, buruh, ibu rumah tangga pun tak luput dari jeratan narkoba. Dari sisi usia, narkoba juga tak pernah memilih korbannya, mulai dari anak-anak remaja, dewasa, bahkan sampai dengan lanjut usia. Indonesia merupakan surga peredaran narkoba.

Jika ditilik dari peringkat peredaran narkoba di dunia, negara kita menempati peringkat ketiga sebagai pasar narkoba terbesar di dunia . Lalu, jika ditilik lebih detail lagi ke ranah tingkat Provinsi, Sumatera Utara menempati peringkat masuk kategori sebagai provinsi pengedar dan pengguna narkotika jenis ganja.

Penempatan peringkat seperti ini mengancam masa depan dan patut dikhawatirkan karena mengancam masa depan generasi muda yang merupakan pemegang dan penerus estafet bangsa ini. Dampak yang ditimbulkan oleh narkoba begitu tragis, kata Kadispora Sumut, H Baharuddin Siagian saat membuka Road Show Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Dikalangan Pelajar Angkatan VI tahun 2017 di gedung Van Hall Jalan Samura Kabanjahe, Tanah Karo, pada tanggal 5 Desember 2017 lalu. (www.jurnalasia.com/medan).

Demikian juga sebagaimana yang disampaikan oleh ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika Sumatera Utara, menilai Sumut tidak hanya dijadikan sebagai tempat transit narkoba, tetapi juga merupakan daerah perdagangan gelap barang haram tersebut.

Daerah Sumatera Utara (Sumut) harus bisa dibersihkan dari praktik perdagangan obat-obat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.  Sehubungan dengan itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumut, Polda Sumut, Polrestabes Medan dan intitusi terkait lainnya harus melakukan penertiban terhadap peredaran narkoba, kemudian mengantisipasi masuknya barang narkoba berupa sabu-sabu yang diseludupkan dari Malaysia melalui jalur laut tujuan Pelabuhan Tanjung Balai/Asahan, Provinsi Sumut",  kata Ketua DPD Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Sumut, H. Hamdani Harahap, di Medan, Jumat 3/11/2017 (nasional.republika.co.id).

Melihat kondisi Medan seperti hal tersebut diatas,  tentu kita sebagai bagian dari masyarakat Medan tidak menginginkan permasalahan narkoba ini semakin terus meluas bahkan memberikan pengaruh buruk kepada generasi muda yang ada di Kota ini. Harus ada penanganan secara serius dan tuntas untuk segera dilakukan dengan melibatkan orang tua, masyarakat, pihak keamanan  terlebih Pemerintah Sumatera Utara pada khususnya dan Negara pada umumnya.
Generasi Muda Dalam Jeratan Narkoba

Kejayaan dan kehancuran suatu bangsa tergantung kepada kualitas generasi yang mengembannya. Hal mendasar yang sangat menentukan kualitas sebuah generasi adalah pemikirannya. Pemikiran yang cemerlang akan mengantarkan suatu bangsa untuk mencapai keunggulan dan kejayaan, dapat memimpin umat manusia dan menyejahterakan kehidupan dunia. Namun bisa dibayangkan jika kualitas pemikiran generasi menjadi rusak akibat terpapar narkoba, jangankan berpikir membangun kejayaan suatu Negara, untuk menjaga dirinya sediri saja, dia tidak akan mampu.

Di dalam narkoba terkandung bahan sintetis maupun alami yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Narkoba  pada intinya berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan. Hal inilah yang terjadi pada remaja bernama Sulastri yang tampak kebingungan ketika dirazia Petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Utara saat melakukan razia rutin di tempat hiburan malam Elegant, Jl Gatot Subroto, Medan Petisah, Sabtu 25/2/2017 (TRIBUNNEWS.COM, MEDAN) dinihari. Ia berulangkali menoleh ke kanan dan ke kiri lantaran masih dibawah pengaruh narkoba. Saat ditanya petugas, remaja berbaju merah muda ini mengaku baru saja memakan pil diduga ekstasi.

Inilah gambaran generasi saat ini bahkan dari tahun ke tahun pengguna narkoba dari kalangan remaja terus meningkat, hingga pernah di katakan bahwa Sumut menjadi peringkat ketiga narkotika oleh ketua BNN Komjen Budi Waseso (Buwas) ketika menjadi pembicara dalam seminar nasional Indonesia darurat narkotika, di Gelanggang Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU), Rabu 20/1/2016 (sumut.pojoksatu.id). Buwas berharap, Provinsi Sumut menjadi peringkat terakhir dalam hal penyalahgunaan narkotika. Sebab, saat ini Sumut menjadi peringkat ketiga Indonesia.
Narkoba adalah permasalahan sosial sistemik

Telah banyak upaya yang dilakukan dalam rangka menanggulangi masalah narkoba. Baik dari aparat maupun Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Bahkan beberapa kali hukuman mati dijatuhkan kepada pengedar narkoba dan beberapa pun telah dieksekusi. Namun, kasus narkoba seolah tak pernah berhenti. Indonesia seolah mewujud menjadi surga bagi peredaran narkoba terutama dari Cina dan beberapa negara lainnya. Pengakuan Freddy Budiman, terdakwa pengedar narkoba yang kini telah dieksekusi mati, terkait keterlibatan aparat pada peredaran narkoba semakin menambah keraguan akan penyelesaian tuntas kasus narkoba.

Padahal narkoba tidak hanya mengancam dari sisi kesehatan. Ia pun menjadi biang kerok bagi tumbuh suburnya kriminalitas akibat kecanduan narkoba. Tak terhitung dampak buruknya dalam merusak generasi. Ketiadaan solusi tuntas untuk menyelesaikan kasus narkoba sama dengan membiarkan Negara ini menuju kehancuran. Karena Narkoba jauh lebih ganas daripada kanker, yang tidak hanya membunuh individu, namun membunuh masyarakat dan generasi. Ini merupakan masalah sosial sistemik.

Seperti yang diungkapkan Talcott Parsons, dalam berbagai bukunya, ia menyatakan bahwa untuk dapat memahami suatu gejala sosial (seperti juga penyalahgunaan narkoba), harus diperhatikan sistem yang memfasilitasi timbulnya gejala yang bersangkutan. Jika sistemnya kapitalisme-sekuler, menjadikan peredaran narkoba semakin subur, bagaimana tidak dengan adanya manfaat atau keuntungan yang didapatkan dari pengedarnya, dengan harga yang mahal yang akan di dapatkannya. Menjadikan dirinya tidak akan berhenti untuk mengedarkan, bahkan akan terus meningkatkan peredarannya. Begitu juga bagi pengguna, ketika dia tidak akan bisa menikmati narkoba tersebut lagi dengan terbatasnya uang yang dimilikinya. Maka tindakan yang akan dilakukannya adalah menjual atau mencari pembeli yang baru, dan begitu seterusnya terjadi.

Richard Munch (dalam tulisannya: Theory of Action: Towards a  New Synthesis Going Beyond Parsons, London, Routledge,1987) menyampaikan, penyalahgunaan narkoba itu, secara individual mempunyai sistem pengetahuan sendiri (yang diperolehnya sejak masih bayi sampai dewasa) untuk menghadapi dan beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan yang dihadapi pada saat tertentu. Secara sosial, para penyalahguna narkoba juga mempunyai serangkaian pengetahuan bersama yang digunakan untuk menghadapi dan beradaptasi dengan lingkungannya.

Inilah kenapa permasalahan narkoba dikatakan sebagai permasalahan sosial sistemik. Hal ini sudah menjadi kajian secara internasional. Sehingga untuk menyelesaikannya juga harus dengan cara sistemik. Penangkapan pelaku pelanggaran semata tidak akan menyelesaikan problem narkoba hingga tuntas. Apalagi jejaring peredaran narkoba telah mewujudkan jaringan mafia internasional yang bersifat profesional. Pelaku pengedar yang tertangkap selama ini seringkali adalah pengedar kelas teri, sementara jaringan pengedar utamanya nyaris tak tersentuh. Korban utama adalah generasi Negeri ini.

Islam Solusi Sistemik Narkoba
Dunia saat ini mencari cara efektif untuk menyelesaikan masalah pemberantasan narkoba. Dengan berbagai teori yang disampaikan oleh para pakar dalam bidangnya masing-masing, terutama terkait kondisi sosial masyarakat, namun belum mampu menjadi penyelesai. Islam sebagai agama yang paripurna, kita meyakini mampu memberikan solusi. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan ketaqwaan dari level individu, masyarakat, hingga pejabat negara.

Negeri kita adalah mayoritas muslim, sangat disayangkan jika ternyata jutaan warganya yang muslim mengonsumsi barang yang telah diharamkan Allah SWT. Pencegahan penyalahgunaan narkoba secara individu dapat diwujudkan dengan membangun ketaqwaan disertai rasa kesadaran akan hubungannya dengan Allah SWT bahwa Allah akan selalu melihat segala yang diperbuat. Disertai pemahaman agama bahwa menggunakan barang haram -narkoba dan segala yang memabukkan-, akan mendapatkan balasan yang pedih di sisi Allah SWT di akhirat kelak. Hal inilah yang harus tertanam kuat di awal pada diri orang tua, karena ditangan merekalah terdidik anak-nak yang sholih.  Adanya kewajiban amar maruf nahi munkar di tengah masyarakat akan mewujudkan ketaqwaan di level masyarakat, karena amar maruf nahi munkar merupakan bagian dari penjagaan individu kepada individu yang lainnya.

Selain ketaqwaan yang terus ditanamkan, syariat Islam terkait pidana juga harus diterapkan. Mengapa? Karena hakikatnya pidana dalam Islam mengandung hukuman yang berat yang mendatangkan efek jera dan penebus dosa. Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qadhi. Jika pengguna saja dihukum sedemikian berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya. Mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan  hakim.

Penerapan pidana Islam harus didukung dengan penerapan sistem kehidupan lainnya. Harus diwujudkan pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk pribadi yang bertaqwa. Ekonomi Islam menjamin kesejahteraan yang berbasis aqidah, menolak pengadaan rizki dari jalan yang haram semisal dengan mengedarkan narkoba. Politik Islam akan mengkaji hubungan luar negeri dengan negara-negara yang terbukti membawa mudharat dan bahaya bagi Negara semisal Cina yang secara masif mengirim barang haram narkoba. Begitupun sistem-sistem kehidupan lainnya harus dilandaskan kepada syariat Islam sehingga terwujud Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam.

Namun sayangnya, kehidupan Negara saat ini dibangun dengan landasan sekulerisme. Agama tidak dibiarkan mengatur kehidupan kecuali pada sebagian kecilnya seperti pada pernikahan dan hukum waris. Sebaliknya, negara justru mengadopsi aturan-aturan yang bersumber dari pemikiran manusia yang telah diketahui jelas memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Hasilnya, aturan yang dibuat pun tak pernah tuntas menyelesaikan problem di tengah-tengah masyarakat. Wallahu alam.