Kapitalisme Merusak Hutan, Rakyat Jadi Korban
Oleh: Alia Salsa Rainna
(Aktivis Dakwah)
Bencana banjir dan longsor kembali terjadi di Indonesia, melanda Pulau Sumatra khususnya wilayah Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. Peristiwa ini menimbulkan dampak besar bagi manusia, mulai dari kerugian materi, hilangnya pemukiman warga, hingga jatuhnya korban jiwa (analisadaily.com, 30/11/2025).
Dalam beberapa waktu terakhir, curah hujan meningkat tajam akibat fenomena badai siklon Senyar yang menjadi pemicu cuaca ekstrem di wilayah Sumatra. Namun, bencana yang terjadi saat ini bukan hanya disebabkan oleh faktor alam, tetapi juga akibat kerusakan lingkungan yang telah berlangsung lama.
Fakta menunjukkan banyaknya batang pohon besar yang hanyut terseret arus banjir hingga ke sungai. Fenomena serupa sebelumnya terjadi di Sibolga, Aceh, dan Sumatera Barat. Ini menjadi bukti kuat bahwa hutan di Bukit Barisan telah mengalami kerusakan serius.
Penebangan liar menjadi salah satu penyebab utama kerusakan tersebut. Padahal, hutan berfungsi menyerap air hujan ke dalam tanah dan menahannya agar tidak langsung mengalir ke sungai. Ketika hutan rusak, fungsi ini hilang sehingga menyebabkan banjir dan longsor.
Kerusakan lingkungan yang terus berulang ini tidak bisa dilepaskan dari pola pembangunan yang bertumpu pada eksploitasi besar-besaran. Izin konsesi diberikan kepada korporasi dengan mudah, sementara daya dukung alam diabaikan. Masyarakat lokal tidak pernah benar-benar dilibatkan dalam pengelolaan hutan, padahal merekalah yang merasakan langsung dampaknya. Ketimpangan inilah yang memperlihatkan bahwa sistem yang berlaku hari ini tidak berpihak pada keselamatan manusia dan lingkungan, tetapi lebih tunduk pada kepentingan ekonomi segelintir pihak. Tanpa perubahan paradigma dalam mengelola alam, bencana akan terus menjadi siklus yang menelan banyak korban.
Peran pemerintah pusat sangat menentukan, khususnya dalam pemberian izin pengelolaan dan penggunaan lahan hutan. Pemerintah memiliki kewenangan besar dalam mengatur pemanfaatan lahan. Namun, di era kapitalisme saat ini, keuntungan ditempatkan di atas segalanya. Pertumbuhan ekonomi dikejar tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang. Akibatnya, ketika bencana terjadi, respons dan tanggung jawab negara belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat terdampak.
Dalam pandangan Islam, kerusakan yang terjadi saat ini merupakan akibat kelalaian manusia. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ar-Rum ayat 41:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. melarang manusia merusak bumi dan memerintahkan agar kembali kepada aturan-Nya dalam menjalankan kehidupan, termasuk dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Islam memerintahkan manusia menjaga dan melindungi bumi dari kerusakan. Dalam sistem Islam, sumber daya alam yang menyangkut kebutuhan hidup manusia, seperti hutan dan air dikelola oleh negara, bukan diserahkan kepada pihak swasta yang hanya mengejar keuntungan.
Negara bertanggung jawab penuh memastikan pengelolaan dilakukan secara adil, berkelanjutan, dan tidak merusak lingkungan. Negara juga wajib mengurus dan melindungi rakyat; ketika bencana terjadi, negara harus segera turun tangan menyelamatkan korban dan mencegah kerusakan serupa di masa mendatang.
Wallahualam Bissawwab.
