"Polisi : Bagaimana Sebuah Institusi yang Sangat Dipuji Berubah Menjadi Institusi yang Paling Tak Disukai"
Oleh : Antawirya
Dalam bahasa Arab, Syurthah (Polisi) berarti khair (kebaikan). Ketika dinyatakan "Syurthah kulli syai'" berarti ialah "sesuatu yang terbaik".
Pada era Khilafah Islam, polisi dikenal sebagai institusi yang sangat dihormati dan disegani. Tugas utama polisi adalah menjaga keamanan di dalam negeri. Selain itu, mereka juga ditugasi untuk menjaga sistem, mensupervisi keamanan, dan melaksanakan seluruh aspek teknis/eksekusi. Mereka akan melaksanakan apa saja yang dibutuhkan oleh Khalifah (kepala negara) ataupun Wali (kepala wilayah/daerah) untuk mengeksekusi pelaksanaan hukum syariah, menjaga ketertiban umum, melakukan patroli, mengawasi potensi kejahatan, memburu pelaku kriminal dan membasmi komplotan penjahat.
Bahkan di antara kegiatan patroli itu adalah berkeliling pada malam hari untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan atau pencurian.
Karena itu, warga negara Khilafah tidak perlu mengupah satpam untuk menjaga rumah-rumah atau toko-toko mereka, sebab penjagaan pemukiman merupakan bagian dari aktivitas patroli, sementara patroli adalah kewajiban negara dan aktivitas itu termasuk di antara tugas polisi. Karena itu, aktivitas tersebut tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Masyarakat juga tidak boleh dibebani untuk membiayainya. Praktik ini telah berlaku sejak Rasulullah ﷺ mengangkat Qais bin Sa'ad al-Anshariy radliyallahu'anhu sebagai kepala kepolisian, hingga masa khalifah-khalifah setelah beliau.
Selain fungsi keamanan di dalam negeri, kepolisian juga merupakan alat negara untuk menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar, penyeru kebaikan sekaligus pencegah keburukan. Maka dalam melaksanakan tugasnya, polisi mesti bertindak profesional dan presisi sesuai koridor aturan Islam.
Sebegitu epik dan profesional-nya polisi di era Khilafah, Abu Mansur Al-Azhari rahimahullah (w. 980 M), mufassir sekaligus pakar gramatika bahasa Arab memuji polisi sebagai "pasukan pilihan" (nakhbat al-jund) yang lebih menonjol dari tentara.
Imam Al-Azhari berkata, “Polisi adalah setiap kesatuan yang merupakan kesatuan terbaik. Di antara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi, karena mereka adalah personil-personil pilihan. Bahkan dikatakan mereka adalah kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara."
Lantas, bagaimana institusi yang sangat dipuji ini berubah menjadi institusi yang paling tak disukai?
Menjelang keruntuhannya, Khilafah telah kehilangan kontrol atas sebagian besar dunia Islam, bersamaan dengan itu, negara-negara kafir penjajah menancapkan kolonialismenya ke negeri-negeri kaum Muslimin. Pada era tersebut, aparat telah berubah menjadi alat penindas rakyat. Di Indonesia, praktik ini terus berlanjut dan terlembagakan hingga masa Orde Baru.
Selama periode Orde Baru, polisi (dan militer) sering kali bertindak represif untuk membungkam oposisi dan menjaga stabilitas politik, yang menanamkan budaya kekerasan dan impunitas dalam tubuh kepolisian. Kekerasan dianggap sebagai cara yang wajar untuk menegakkan ketertiban, dan akuntabilitas terhadap tindakan brutal hampir tidak ada. Disamping perkara profesionalitas lainnya yang juga sering bermasalah.
Setelah reformasi pada tahun 1998, Indonesia memasuki era Demokrasi-Sekuler secara penuh, berbagai upaya untuk mereformasi kepolisian menjadi institusi yang lebih humanis dan profesional terus dilakukan, namun justru budaya kekerasan ini semakin sulit dihilangkan.
Berbagai kasus, mulai dari penyiksaan tahanan, penggunaan kekuatan berlebihan saat demonstrasi, pemerasan, hingga salah tangkap yang disertai kekerasan, terus terjadi. Lambatnya penegakan hukum terhadap oknum yang terlibat dan lemahnya pengawasan eksternal membuat siklus brutalitas ini terus berlanjut hingga kini. Institusi keamanan yang justru tak memberi rasa aman.
Tak pelak hal ini menjadikan citra polisi kian buruk di masyarakat. Istilah "1 hari 1 oknum" pun bersliweran di ranah percakapan publik, menggambarkan semakin banyaknya personil aparat kepolisian yang diduga mengabaikan profesionalitas dalam bertugas.
Akhirnya bukan menuai pujian, kinerja polisi semakin hari menuai banyak kecaman dan kritikan. Tuntutan berbenah pun semakin lantang digaungkan. Namun jika akar masalahnya tak diselesaikan, apa yang mau diharapkan?
Akar masalahnya ialah, penerapan ideologi Kapitalisme-Sekuler yang mengakar di negara ini sejak berdirinya. Menjadikan institusi kepolisian sekedar alat rezim untuk menghajar lawan politik, mengamankan kekuasaan politik dan bisnis para elit. Bukan lagi sebagai alat negara untuk menciptakan rasa aman di tengah-tengah masyarakat.
Jika kita berharap polisi seperti Qais bin Sa'ad ataupun Abdullah bin Mas'ud radliyallahu'anhum yang mampu menjaga keamanan dan ketertiban secara profesional dan presisi, maka harus dicatat, mereka bukanlah polisi yang lahir dari sistem sekuler yang memisahkan kehidupan bernegara dengan aturan Islam. Melainkan, mereka adalah polisi yang menerapkan dan menjaga aturan Islam dalam kehidupan bernegara.
Jika seruan berbenah, maka membenahi dan mengubah ideologi serta sistem pemerintahan yang telah membentuk mereka, menjadi lebih urgen dan harus didahulukan. Yaitu, berbenah menuju sistem pemerintahan yang berideologikan Islam dalam wujud negara Khilafah.
**
Referensi :
- Khilafah : Memahami Sistem Politik dan Pemerintahan Islam
- Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan & Administrasi)