Serba-Serbi E-Parking, Solusi Jitu Sistem Parkir?

 


Oleh: Halizah Hafaz Hts, S.Pd (Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)

Dakwahsumut.com,- Pemko Medan telah membuat kebijakan penggratisan retribusi parkir tepi jalan non e-Parking pada tanggal 2 April 2024. Tujuan dibuatnya kebijakan tersebut adalah untuk menutup "kran" banyaknya dugaan kebocoran PAD yang hanya dinikmati oleh oknum tertentu. Alhasil setelah penetapan kebijakan dijalankan, banyak juru parkir (jukir) liar di sejumlah titik di Kota Medan berhasil diamankan karena masih melakukan pungutan liar (pungli) dengan mengutip retribusi parkir tepi jalan. Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Iswar Lubis pun mengatakan bahwa penarikan seragam dan tanda pengenal jukir telah dilakukan, namun masih ada jukir yang belum menyerahkan tanda pengenal dan seragamnya ke Dishub Kota Medan. (Medanbisnisdaily.com, 05/04/2024)

Masyarakat kini dihadapi dengan dua kondisi; pertama masyarakat yang merasakan keringanan dengan kebijakan ini karena tidak perlu khawatir untuk mengeluarkan biaya parkir di tempat-tempat umum. Dan kedua, ada kondisi dimana masyarakat merasakan kesulitan atas kebijakan ini karena mata pencarian mereka dalam menjadi jukir dihapuskan. Beginilah kondisi yang dialami oleh masyarakat. Sayangnya, persoalan tidak sampai disitu saja. Sebab, kemanan dan ketenteraman hidup di sistem kapitalisme sulit untuk didapatkan. 

Memang di satu kondisi masyarakat merasa senang dengan tidak adanya jukir di tempat-tempat umum. Namun, hal ini akan menjadi bomerang bagi para pelaku kriminalitas untuk mendapatkan peluang dari kebijakan ini. Jukir menghilang dan kriminalitas pun mendatang. Itulah istilah yang cocok untuk peristiwa ini. Bukan tidak mungkin, kriminalitas merebak dimana-mana. Sebab, mata pencarian masyarakat berkurang dengan adanya kebijakan penghapusan jukir dan di ganti dengan adanya e-parking. Inilah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Setiap kebijakan yang dibuat jauh dari kata solusi, malah semakin menambah permasalahan yang baru.

Tidak hanya itu, permasalahan e-parking yang dijalankan oleh pemerintah semakin menambah peluang terjadinya transaksi e-money atau uang digital. E-money atau uang digital terus disebarkan oleh negara kapitalisme. Dengan adanya kemajuan teknologi keuangan, orang lebih suka melakukan pembayaran digital daripada menggunakan uang tunai. Smartphone lebih penting untuk dibawa keluar rumah daripada dompet. Akhirnya, orang-orang lebih suka "menaruh" uang mereka dalam dompet elektronik (e-wallet) yang dapat diakses melalui aplikasi seluler.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa segala sesuatu di dunia ini bisa menjadi komoditas ekonomi dalam pandangan kapitalisme, termasuk uang. Keberadaan e-money atau uang digital dalam kebijakan moneter kapitalisme hanya akan menguntungkan para pemodal—para pemilik uang itu sendiri. Merekalah yang "berwenang" atas uang, termasuk menentukan standar nilai mata uang berdasarkan manfaat perputaran ekonomi. Mereka juga bertanggung jawab atas pembuatan berbagai jenis uang digital, serta metode untuk transaksi dan investasinya.

Mereka juga yang memainkan harga barang dan jasa hingga menyebabkan inflasi atau deflasi yang disebabkan oleh banyak atau sedikitnya tingkat peredaran mata uang. Inflasi khususnya, akan menjadi momentum emas bagi para kapital untuk mendapatkan uang dan menimbun harta. Digitalisasi ekonomi dan elektronisasi uang jelas merupakan kombinasi dari kemajuan teknologi keuangan dan transaksi ekonomi. Namun, ada transaksi ekonomi riil yang sengaja dimasukkan ke dalamnya sehingga berubah menjadi transaksi ekonomi nonriil secara tidak sadar. Kredit digital di e-commerce pun akan menjadi hal yang biasa dilakukan. 

Meskipun demikian, kredit ini tidak hanya merupakan jenis lain dari utang, tetapi juga merupakan salah satu jenis pinjaman online yang sebenarnya, sehingga gurita riba pun akan tumbuh dengan cepat. Kemudian, para pemodal dan kapitalis pula yang menghasilkan keuntungan. Rakyat kecil yang selama ini menjadi pejuang rupiah, kembali menjadi pihak yang buntung. Padahal, para pejuang rupiah ini membutuhkan uang tunai sebagai kompensasi untuk gaji dan pekerjaan mereka, yang tentu saja hanya dapat dicapai melalui transaksi ekonomi riil, bukan uang digital atau e-money yang tidak jelas wujudnya.

Selanjutnya akan terjadi dampak sosiologis, yaitu perbedaan antara orang kaya dan miskin dengan adanya e-money. Dan uang tunai pun segera kehilangan fungsinya sebagai alat pembayaran ketika transaksi ekonomi riil berhenti. Jika ini terjadi, alat pembayaran apa yang akan digunakan oleh masyarakat ekonomi bawah yang tidak dapat menggunakan alat pembayaran digital? 

Padahal dulu hingga Perang Dunia I, emas dan perak menjadi sistem mata uang dunia. Setelah Perang Dunia I berakhir, keduanya pun dihapus pada 1971 oleh Presiden AS Richard Nixon. Sejak itu, dolar menjadi standar mata uang dunia. Barat pun bebas bermain dengan mata uang global tersebut untuk memenuhi kepentingan mereka. Terlebih adanya uang kertas sendiri tidak mampu dijamin oleh emas atau perak; keberadaannya bergantung pada kepercayaan masyarakat yang ditopang oleh undang-undang, dan tidak memiliki nilai intrinsiknya, bahkan hanya bergantung pada hukum yang memaksanya menjadi alat tukar.

Sebagai ideologi yang akan menentukan masa depan dunia, Islam tidak menentang teknologi modern. Namun, tidak semua modernisasi harus dilakukan tanpa mempertimbangkan perspektif Islam. Islam pasti mengharamkan digitalisasi uang yang memungkinkan riba didalamnya. Kaum muslimin telah menetapkan emas dan perak sebagai alat pembayaran. Selain itu, Khalifah telah membangun sistem ekonomi yang berbasis pada prinsip emas dan perak (dua logam). Ini telah ada sejak zaman Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya.

Selama mata uang dibuat dari emas dan perak, tidak akan terjadi permasalahan. Bahkan, tidak lagi menggunakan emas dan perak dalam ekonomi dunia adalah penyebab kekacauan mata uang saat ini. Penjajahan ekonomi dan keuangan dunia oleh negara-negara kafir Barat salah satunya adalah dengan penerapan sistem mata uang ala Barat.

Kemudian, negara dalam naungan Islam akan memberikan perlindungan dan keselamatan penuh bagi masyarakat. Sehingga tidak akan ada profesi jukir seperti saat ini, jikapun ada profesi jukir akan dijadikan pegawai negara di dalam daulah (negara) Islam untuk menertibkan kendaraan masyarakat di tempat umum. Dan pegawai jukir akan di gaji oleh negara. Masyarakat juga tidak akan mengeluarkan biaya sedikit pun ketika memarkirkan kendaraan di tempat umum karena negara bertanggung jawab terhadap keamanan dan perlindungan harta dan diri masyarakat. Dengan demikian, hanya Khilafah yang mampu mengatasi peliknya permasalahan di negeri ini. Sudah saatnya negeri ini mengalihkan seluruh sistem kehidupan pada sistem Islam secara total.