Apartemen Jadi "Pabrik" Narkoba, Sudah Hilang Akal Sehat



Oleh: Kartika Putri, S.Sos
(Aktivis Muslimah)

Medan adalah salah satu ibu kota di Indonesia yang bisa dikatakan mulai berkembang. Di samping itu, sisi lain yang ikut berkembang juga adalah semakin meningkatnya tindak kriminalitas. Bagaimana tidak, tindak kriminalitas berupa penggunaan narkoba bukan hal yang baru, tapi sudah menjadi konsumsi pemberitaan yang lumrah. 

Narkotika semakin merajalela, tempat reproduksinya bukan hanya di tempat yang tersembunyi dan terpencil, atau jauh dari pemukiman. Tapi justru di apartemen mewah, sungguh hal yang di luar perkiraan. Ternyata di mana pun bisa menjadi sarang narkotika, bahkan menjadi tempat reproduksinya.

Operasi yang digelar sekitar pukul 13.39 WIB, pada 25/6/2025 oleh pihak Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, berhasil menggerebek tempat reproduksi narkotika golongan 1, dan New Psychoactive Subtances (NPS), di apartemen mewah Lexington, jalan Putri Hijau di kelurahan Kesawan. "Kami berhasil mengungkap dan menggerebek pabrik yang telah memproduksi ribuan vape yang mengandung narkotika golongan 1, dan New Psychoactive Subtances (NPS) yang siap diedarkan di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya." (Tribun.com,30/6/2025) 

Dari 2 orang pelaku yang diamankan, ditemukan sejumlah barang bukti, 2.965 cartridge liquid vape siap edar, 35 belum dipacking, bahan mentah narkotika, bahan kimia, peralatan laboratorium, bahan baku yang bisa menghasilkan 57.000 cartridge liquid vape bernarkotika. Total dari sejumlah barang bukti, mencapai Rp 300 miliar, dan diprediksi 60.000 jiwa berhasil terselamatkan dari sasaran narkotika.

Sangat miris, hingga saat ini narkoba masih terus menjadi permasalahan yang tak kunjung berhenti menimpa dan merusak generasi muda negeri ini. Sebab, maraknya penggunaan narkoba dilatarbelakangi oleh penerapan sistem kapitalisme-sekulerisme, di mana tolak ukur hidup hanya berdasarkan materi, manfaat, dan keuntungan. Selama ada potensi materi, semua bisa dijadikan komoditas, yang pemegang modal, dia yang menguasai pasar, termasuk narkoba. 

Kesenjangan ekonomi yang parah juga menjadi pemicu para bandar, pelaku, dan pengedar guna memenuhi kebutuhan pokok dan hal lain yang mendesak, namun pendapatan terbatas. Ketika kebutuhan harus terpenuhi, banyak yang tergoda untuk mendapat uang dengan jalan pintas, termasuk menjual narkoba. Sayangnya, negara tidak terlihat serius memberantas kejahatan ini.

Banyak pihak justru terlibat, dan sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera. Upaya pencegahan tidak menyentuh akar persoalan. Nilai-nilai sekuler yang melekat pada sistem ini menjadikan masyarakat kehilangan orientasi pada halal dan haram. Aktivitas yang dilakukan hanya berdasarkan materi, agama hanya sebatas status di KTP.
 
Begitu juga dalam kehidupan bermasyarakat, agama hanya dianggap hanya sebatas ibadah ritual (mahdhoh) saja, agama dipisah dari kehidupan, aturan dan hukum-Nya dicampakkan. Bahkan, kehidupan dunia sudah tidak diatur dengan syariat Allah lagi. Akibatnya, banyak yang berbuat semaunya, lalai dan tidak tau tujuan hidup di dunia. Mengabaikan hari pembalasan dan penghisaban atas segala perbuatan selama di dunia, bahkan lupa dengan dahsyatnya hari kiamat yang sudah diceritakan dalam Al-Qur'an.

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam sistem ini, peredaran dan penggunaan narkoba adalah kejahatan (jarimah). Sistem Islam juga menyentuh akar masalah, ia tidak membiarkan kemiskinan dan gaya hidup hedonis merajalela. Dakwah fikriyah dilakukan untuk membangun kesadaran ideologis, pendidikan Islam menanamkan pemahaman yang benar sejak dini, budaya dikontrol oleh nilai-nilai Islam, dan sanksi diterapkan secara adil dan tegas.    

Pemberantasan narkoba tidak dilakukan secara parsial, melainkan menyeluruh. Tidak hanya menghukum bandar dan pelaku melalui ta'zir, tetapi juga membangun sistem sosial dan negara yang melarang praktik narkoba secara total, hingga memunculkan kesadaran skala masyarakat agar meninggalkan setiap perbuatan yang tercela di hadapan keimanan dan negara. Syariat ditegakkan, hukum ditegakkan oleh aparat khusus, dan budaya amar makruf nahi mungkar ditumbuhkan di tengah masyarakat. Narkoba diberantas bukan hanya karena merugikan, tetapi melanggar ketentuan syariat.

Maka pertanyaannya, sampai kapan kita akan terus bertahan dengan sistem ini sehingga bisa berjalan seperti biasa, meskipun nyatanya sudah jelas merusak kita? Sampai kapan kita membiarkan narkoba terus menghancurkan generasi muda yang tentunya masih punya masa depan. Bahkan, mengonsumsi narkoba itu bisa sampai menghilangkan akal sehat, sehingga menjadikan pemakainya lupa diri, dan yang lebih parah lagi lupa Tuhan.

Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (TQS al- Maidah [5]:90)

Akankah kita terus memilih diam seribu bahasa dalam ketidakadilan? Pilihan ada di hati dan di tangan kita. Terus tunduk dalam sistem kufur yang meniadakan Allah sebagai Sang Maha Pengatur, atau bangkit dan berjuang mewujudkan perubahan yang hakiki.

Wallahu a'lam bish-shawab