Benarkah Negara Serius dalam Mengelola Potensi Migas Raksasa?



Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)


Berbicara sumber kekayaan alam, Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia merupakan produsen terbesar kedua untuk timah, terbesar untuk tembaga, kelima untuk produsen tambang nikel, dan ketujuh untuk tambang emas dan batu bara. Sebagai negara yang diklaim memiliki sumber daya alam yang melimpah, baru-baru ini dibuktikan kembali dengan adanya penemuan dua sumber gas besar ditahun 2023 (giant discovery).


Dua penemuan gas besar ini disampaikan oleh Sekteraris Satuan Kerja Khusus (SKK) migas, pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi Shinta Damayanti dalam keterangannya beliau menyampaikan dua sumber gas tersebut ditemukan di sekitar laut Kalimantan Timur dan sebelah utara Sumatera. Dua temuan tersebut merupakan sebuah kabar gembira dan merupakan rekor baru untuk penemuan giant discovery (media indonesia, 01/02/2024).


Dengan negeri ini memiliki sangat banyak sumber daya alamnya, seperti tembaga, nikel, emas, perak, dan juga batu bara, dan ditambah lagi dengan adanya dua penemuan baru sumber gas alam, secara logika ini negeri akan bisa makmur dan sejahtera dengan hasil kekayaan tersebut. Namun, dalam kenyataannya Indonesia adalah negara dengan penduduknya terbilang masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan.


Tentu hal ini menjadi tanda tanya besar, mengapa negeri yang memiliki sumber kekayaan alam yang sangat besar tidak cukup untuk memakmurkan kehidupan rakyatnya. Lagi, inilah kesalahan pengelolaan sumber kekayaan alam negeri ini yang memilih sistem kapitalisme demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Di mana sejak negeri ini merdeka hingga dimasa era reformasi kekayaan alam telah dijual kepada pihak asing dengan melalui berbagai produk undang-undang.


Semua undang-undang ini yang memberi peranan besar kepada investor asing untuk lebih menguasai SDA yang ada. Terlebih adanya mindset bahwa negeri ini tenaga kerjanya memiliki keahlian dan keterampilan yang sangat rendah, hal ini bisa saja dijadikan penghalang dalam pengelolaannya. Semua undang-undang ini memberi peranan besar kepada kapitalisme asing dan swasta dengan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sebagai fasilitator bagi investor.


Dengan model pengelolaan SDA ala kapitalisme jelas negara akan rugi besar, karena seolah penguasaan atas SDA migas ada pada investor asing. Karena sistem pemerintahan negara ini menganut asas kapitalisme keseriusan negara dalam mengelola potensi migas yang ada sulit untuk diwujudkan. Karena sekali lagi negara hanya sebagai fasilitator saja. Padahal, dalam pandangan Islam ini jelas ini merupakan satu kemaksiatan. Karena pengelolaan tidak sesuai yang seperti yang sudah Allah tetapkan.


Islam memiliki konsep kepemilikan yang menjadikan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai milik umum dan dalam pandangan Islam, hutan, air, dan energi adalah milik umum. Hal ini didasarkan kepada hadis Rasulullah yang artinya, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (h.r. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majjah).


Maka, konsekuensi dalam pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada swasta, tetapi harus dikelola sepenuhnya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk. Dalam pengelolaannya negara Islam akan menyiapkan sumber daya manusia (tenaga kerja) yang berkualitas untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang ada dan sumber dan juga negara akan menyiapkan sumber dana yang besar untuk keberhasilan produksi baik migas maupun tambang.


Semua itu disediakan oleh negara (Khalifah) melalui APBN (Baitul mal) dan dengan pengelolaan sumber daya alam yang sungguh-sungguh, maka hasil pengelolaannya menjadi sumber pemasukan bagi anggaran belanja negara dan Indonesia bisa menjadi negara yang makmur dan sejahtera hanya dengan kembali kepada Islam yang kafah.


Wallahualam bissawab.