Multaqa Ulama Aswaja Se Nusantara, Tragedi Rempang Bukti Kegagalan Negara

 



Buya Azwir hadir pada Mutlaqo’  Ulama Aswaja Se-Nusantara dengan tema “Tragedi Rempang, Arogansi Pemerintah dan oligarki, suatu keniscayaan sistem demokrasi, bagaimana sistem Islam?” pada Ahad (24/9/2023).

“Kejadian ini adalah merupakan kegagalan pemerintah. Tanpa disadari pemerintah hari ini sudah jadi penjajah. Padahal sama-sama kita ketahui bahwasanya orang-orang yang ada di Rempang itu sudah ratusan tahun mereka sudah ada di sana,” ujarnya berapi-api.

Lanjutnya, “Nah ini Harusnya menjadi perhatian bagi kita begitu sedihnya kita melihat masyarakat Melayu di sana. Jangan-jangan penguasa ini melihat masyarakat melayu adalah masyarakat yang identik dengan Islam. Maka begitu kejam mereka.”

Pengingat penting dari Buya Azwir nanti di satu zaman manusia akan dipimpin oleh pemimpin seperti singa, menterinya seperti Serigala, penegak hukumnya seperti anjing, dan umatnya seperti kambing

“Umat Islam, tidak mau negara ini menjadi rusuh. Nanti di satu zaman kata Rasulullah Quran dengan penguasa akan berpisah dengan quran. Hari ini Quran dengan negara sudah berpisah ini adalah kemaksiatan yang paling besar di muka bumi,”terangnya.

Makanya menjadi tugas ulama untuk menyatukan pemerintah dengan quran. Hal ini karena ulama merupakan orang yang paling takut dengan Allah dan pewaris nabi.

“Kita yang harusnya memberikan nasehat kepada penguasa zalim ini, tapi kalau dia tidak mau kita juga punya cara tersendiri. Jadi mari kita himbau kepada orang-orang yang tidak tahu di dalam Islam Siapa yang menghidupkan tanah mati maka itu tanah adalah milik dia,”bebernya

Buya pun menyeru, wahai para ulama di Indonesia mari kita Bersatu. Kita masih punya Allah karena Allah lah yang paling berkuasa. Cuma hari ini kita diuji oleh Allah. Ini ladang bagi ulama untuk berjihad dan untuk berdakwah.

“Ulama perlu mengetahui problematika paling utama yaitu mengikuti sistem kufur,”terangnya.

Buya Azwir menguraikan peroblematika Rempang dengan bagus. Harapannya ulama berada di gris terdepan dalam mengoreksi penguasa, serta memberikan gambaran detail syariah dalam masalah agraria.[] Shautululama