BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG MUSLIM BERSIKAP AKAN KONFLIK PALESTINA

 



(Taufiq Simbolon : Works for Khilafah)

 

                Dakwahsumut.com,-Ketiadaan kepemimpinan Islam universal (baca ; khilafah) praktis menjadikan pemikiran dan pemahaman umat Islam kerap keliru bahkan menyimpang dalam menyikapi problematika umat Islam, karena salah satu fungsi dari kepemimpinan Islam tersebut adalah hifzu ad-din yaitu menjaga agama, aqidah beserta derivatif-derivatifnya. Salah satu realitas akan hal ini adalah bagaimana sikap umat Islam terhadap tragedi yang terjadi di Palestina yang kemudian keliru bahkan menyimpang dalam menyikapinya, seperti banyaknya yang menganggap bahwa konflik yang terjadi tidak hubungannya dengan agama, atau menganggap membagi tanah Palestina menjadi dua negara (Palestina dan Israel) adalah solusi, dan lain-lain. Padahal sebagai seorang muslim yang padanya dibebankan kewajiban ber-Islam Kaffah, maka solusi yang bersumber dari Islam hanyalah satu-satunya opsi terhadap konflik Palestina tersebut bukan yang lain, dan ini juga hanya akan dapat dipahami dengan cara pandang terhadap permasalahan tersebut juga dengan perspektif Islam.

 

                Pertama, bahwa dalam Islam telah menetapkan status tanah dibagi pada dua status dilihat dari bagaimana pada awalnya tanah tersebut terintegrasi kedalam kekuasaan Islam (futuhat), yaitu usyriyah atau tanah/wilayah yang penduduknya masuk kedalam Islam dengan jalan damai, kemudian tanah kharajiyah yaitu tanah/wilayah yang ditaklukkan Islam melalui peperangan, dimana status ini kemudian berlaku sampai hari kiamat walaupun dalam perjalanannya nanti tanah tersebut bergonta-ganti penguasa yang menguasainya -terlepas dari kekuasaan Islam kemudian direbut kembali- dan upaya pengambil-alihan kembali oleh Islam menempuh jalan yang berbeda dengan awalnya, misalnya status tanah usyriyah yang kemudian terlepas dari Islam lalu kemudian diambil kembali melalui peperangan, maka status tanah tidak berubah atau tetap pada status awal pertama kali ditetapkan oleh Islam, begitu juga sebaliknya. Memahami akan penjelasan Islam tetang status tanah ini, maka tidak lagi penting berbicara asal –usul Palestina, bahwa dulu sebelum Islam menguasai Palestina, telah dikuasai oleh kekuasaan tertentu dan dan didiami oleh etnis tertentu. Yang hanya ada adalah bahwa tanah Palestina adalah milik umat islam dan didiami oleh kaum muslimin, dengan status tanah kharajiyah, yaitu tanah yang diatasnya telah tertumpah darah-darah dari ribuan syuhada’ Islam, sejak pertama kali difutuhat oleh khalifah kedua umat Islam Umar ibn al-Khatthab ra tahun 637, kemudian diambil alih kembali setelah terlepas dari kekuasaan umat Islam oleh Shalahuddin al-Ayyubi pada tahun 1187, dan sekali lagi ditaklukkan kembali oleh Syaifuddin Quthus pada tahun 1260, sampai kemudian jatuh kembali ke penjajah kafir pada tahun 1917. Maka apa yang dilakukan oleh mujahidin Palestina dalam berperang melawan penjajah Israel sudah tepat, bahkan menjadi kewajiban seluruh umat Islam. Inilah perspektif pertama yang harus diadopsi oleh seorang muslim dalam menyikapi konflik Palestina.

 

                Kedua, adanya pemahaman yang dipropagandakan oleh mereka musuh-musuh Allah yang merupakan sekutu-sekutu dan pelindung-pelindung Israel, yang ikut disuarakan oleh antek-antek mereka yang hidup bersama ditengah-tengah umat, bahwa konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel tidak ada hubungannya dengan agama, bahwa konflik yang terjadi hanyalah konflik antar dua negara yang saling mempertahankan klaim kedaulatan negara mereka masing-masing atas tanah Palestina ansih. Propaganda ini kemudian sangat mempengaruhi cara pandang umat Islam dalam meyikapi konflik Palestina dimana umat yang memang sudah tak lagi hidup dalam naungan sistem khilafah menjadikannya tidak lagi menjadikan Islam sebagai standar berpikir dan bersikap, dengan adanya propaganda ini semakin menjauhkan umat Islam dari bagaimana bersikap seharusnya. Propaganda ini jelas keliru dan menyesatkan baik dari sisi argumentasi yang mereka propagandakan yaitu konflik antar negara karena faktanya adalah bahwa Israel adalah penjajah. Deklarasi Balfour 2 November tahun 1917 adalah bukti konkrit dari penjajahan Israel terhadap Palestina, deklarasi yang berisikan pernyataan sepihak atas klaim terhadap tanah Palestina sebagai tanah air bagi Israel dan dukungan atas berdirinya negara Israel diatas tanah Palestina, dimana Inggris menjadi bidan atas kelahiran dari Israel yang diklaim sebagai sebuah negara. Propaganda ini kemudian semakin kuat karena ditopang oleh propaganda sebelumya yang mereka sebarkan dan telah sukses menjadi pemahaman umat Islam yaitu konsep nation state, yaitu konsep yang telah berhasil menggeser kewajiban menjadikan aqidah Islam sebagai satu-satunya ikatan (rabithah) bagi seluruh umat Islam didunia menjadi ikatan atasnama batas-batas negara, yang menjadikan umat Islam terpaksa “tidak peduli” akan nasib saudaranya karena alasan berbeda negara dan bukan urusan agama.

 

                Faktanya konflik antara Palestina dan Israel adalah konflik atasnama agama, baik dalam perspektif Islam maupun dalam perpektif mereka. Dimana dalam perspektif keyakinan didalam agama mereka bahwa tanah Palestina adalah tanah dijanjikan oleh Tuhan untuk mereka. Oleh karena itu maka apa yang kemudian telah mereka lakukan, memerangi penduduk Palestina adalah perang suci, perang atasnama perintah dan keyakinan akan agama mereka. Namun penting bagi mereka (Israel dan sekutu-sekutunya) untuk memprogandakan misi suci ini dengan opini bahwa konflik ini bukanlah konflik agama dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama, untuk mencegah reaksi umat Islam untuk melakukan pembelaan, karena faktanya penduduk Palestina adalah umat Islam. Maka sungguh sebuah kebodohan dan kesesatan yang nyata, jika kemudian kita mempercayai propaganda mereka ini apalagi sampai mengkampanyekannya.

 

                Dalam Islam sendiri hal ini lebih jelas lagi, bahwa ini adalah konflik agama. Bahwa Allah Swt telah memberitakan sebuah kepastian akan sebuah kebencian abadi mereka yaitu Yahudi (yang menjadi hegemoni atas Israel hari ini) terhadap kita umat Islam, yang termaktub dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 120 :

 

وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

 

”Dan mereka orang-orang Yahudi dan Nasrani, tidak akan pernah rela (sampai kapanpun) terhadapmu sampai (kemudian) engkau mengitu millah mereka!”

 

Penjajahan mereka atas Palestina adalah salah satu wujud dari apa yang telah dinyatakan ayat diatas. Terlebih lagi ini menjadi salah satu hal utama bagi mereka karena ini juga berkaitan dengan aqidah mereka bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan. Hal tersebut menjadi realitas implementatif atas Palestina, maka ini menjadikan adanya kewajiban umat Islam untuk merebut kembali tanah Palestina, juga kewajiban membela saudara-saudara se-aqidahnya yang sedang dijajah, juga atasnama keyakinan umat Islam terhadap aqidahnya. Namun ketiadaan khalifah dengan sistem khilafah sebagai kepemimpinan universal umat Islam menjadikan kewajiban-kewajiban ini tidak dapat diwujudkan. Bahkan lebih buruknya, umat tidak lagi menganggap ini sebuah kewajiban dan tidak sedikit yang ikut ambil barisan untuk menentangnya, sebagai buah kesuksesan dari propaganda yang dihembuskan oleh para kafir musuh-musuh umat Islam.

                Ketiga, berbicara urgensi khilafah sebagai satu-satunya solusi bagi umat Islam sudah seharusnya menjadi hal yang inheren khususnya melalui realitas terbaru yang terjadi di Palestina, dan umat harus sudah sadar akan hal ini dan berani menyuarakannya. Puluhan tahun Palestina dijajah namun tidak pernah sekalipun mereka, para pemimpin negeri-negeri mayoritas muslim memberikan pertolongan nyata yaitu dengan mengirimkan balatentaranya untuk membebaskan Palestina. Namun wajar hal ini tidak terjadi dan juga tidak akan pernah terjadi jika berharap pada mereka, karena sejatinya mereka justru duduk berkuasa dalam sistem sekuler, melalui sistem sekuler (sistem yang memisahkan agama dari negara) yang bertujuan untuk memastikan sistem sekuler tersebut tetap berjalan di negeri-negeri kaum muslim. Maka menggantungkan harapan kepada mereka adalah sebuah kekeliruan yang nyata.

 

Pernyataan presiden Amerika Joe Biden sebagai bentuk respon terhadap serangan mujahidin Palestina terhadap Israel seharusnya menjadi puncak dari momen pembuktian (moment of truth) bahwa sistem demokrasi yang diterapkan ditengah-tengah kehidupan umat Islam sama sekali tidak berpihak terhadap umat Islam. Atasnama demokrasi, para stakeholder demokrasi yaitu Amerika dan sekutunya berteriak mengecam tindakan mujahidin Palestina dalam rangka membela negeri mereka yang dijajah, sebagai tindakan terorisme dan akan memeranginya sementara tidak pernah sekalipun mereka berkomentar terhadap tindakan Zionis Yahudi Israel terhadap rakyat Palestina yang telah terjadi selama puluhan tahun yang telah memakan korban ribuan nyawa. Dan apa yang terjadi, para penguasa negeri muslim hanya diam saja, alih-alih malah ikut membenarkan dan berpihak kepada mereka, maka berharap pada para pemimpin negeri-negeri kaum muslim adalah sia-sia belaka. Dalam pernyataannya Joe Biden mengklaim bahwa Amerika yang didukung oleh (para penguasa) negeri-negeri kaum muslim dan menyebutkan beberapa diantaranya. Benar atau tidaknya klaim ini, yang pasti para penguasa negeri kaum muslim meng”amin’kan pernyataan tersebut karena tidak ada tanggapan balik dari mereka khususnya negara-negara yang disebutkan oleh Joe Biden tersebut. Ini adalah bukti nyata, bahwa disamping mereka (para pemimpin negeri kaum muslim) menerapkan sistem kufur/demokrasi sekuler, mereka justru ambil barisan bersama musuh-musuh Allah.

 

Secara kausalitas bahwa setiap aturan pasti bersumber sebuah aqidah tertentu dan juga bahwa setiap penerapan aturan haruslah ditopang melalui kekuasaan, dimana sistem kekuasaan tersebut juga adalah sebuah aturan maka ia (sistem kekuasaan) tersebut juga tidak boleh menyimpang dari sumbernya (aqidah). Kekuksesan sistem demokrasi kaptalis hari ini hanya disebabkan hal ini, yaitu mereka tidak menyimpang dari aqidah sekuler mereka. Maka saatnya umat Islam juga melakukan hal yang sama demi kesuksesannya untuk kembali memimpin peradaban, demi kembalinya izzah Islam, yaitu dengan menerapkan aturan yang hanya bersumber dari aqidah Islam sehungga terwujud kembali kehidupan Islam, yang hanya bisa ditopang melalui sistem kekuasaan yang juga bersumber dari Islam yaitu sistem Khilafah Islam. Yang dengannya kelak, kita akan berperang bersamanya dan berlindung kepadanya dalam bentuk yang nyata, yang dengannya bumi Syam akan terbebaskan dan kembali kedalam pangkuan Islam.

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

“Sesungguhnya imam (khalifah) itu laksana perisai,berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya.” 

 (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nassa’I & Ahmad).

Wallahu ‘a’lam bi as-shawab.