Subsidi dan Nonsubsidi Bukan Solusi Atasi Kelangkaan Elpiji

 


Oleh Retno Purwaningtias 

(Pegiat Literasi)


Kelangkaan elpiji 3 kg di beberapa daerah yang terjadi beberapa waktu belakangan telah berhasil menyedot perhatian berbagai kalangan. Hal ini disebabkan karena elpiji termasuk kebutuhan pokok yang mutlak harus dipenuhi. 


Ketiadaannya berefek langsung kepada masyarakat. Ibu rumah tangga yang akhirnya tidak bisa masak untuk makanan keluarga. Para pedagang makanan harus berhenti jualan dan akhirnya situasi ini merembet pada kesulitan-kesulitan hidup selanjutnya.


Menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, yang dilansir cnnindonesia.com, Kamis (27/7/2023), kelangkaan elpiji 3 kg ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat. Selain itu, Nicke juga menyampaikan bahwa telah terindikasi adanya subsidi yang salah sasaran. 


Hal ini juga diaminkan oleh Anggota Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno. Menurutnya, sebagaimana yang diberitakan Liputan6.com, Selasa (1/8/2023), beberapa hari belakangan di beberapa daerah sedang terjadi kelangkaan elpiji 3 kg karena adanya penyimpangan distribusi. 


Maksud dari penyimpangan distribusi itu adalah penyaluran elpiji subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat miskin tetapi tetap diterima oleh golongan yang dinilai mampu. Bahkan di sektor bisnis turut mengecap untuk keperluan usahanya. Dengan begitu di satu sisi kuota gas tetap, di sisi lain konsumennya bertambah. Maka terjadi kekurangan pasokan.


Guna mengatasi kelangkaan elpiji, PT Pertamina turut mengeluarkan produk Bright Gas 3 kg sebagai alternatif elpiji nonsubsidi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan elpiji non subsidi, namun membutuhkan tabung yang lebih kecil. 


Direktur Pemasaran Retail PT Pertamina Mas'ud Khamis mengatakan, produk Bright Gas 3 kg diluncurkan sebagai komitmen untuk memberikan layanan terbaik bagi konsumen kelas menengah (kompas.com, Kamis 20 Juli 2023). 


Namun, bila diamati harga elpiji nonsubsidi pastinya lebih mahal dan harga elpiji subsidi yang lebih murah sejatinya pasti akan menjadi pilihan masyarakat. Terlebih saat ini kondisi perekonomian yang kian hari terasa semakin payah. 


Bahkan, masyarakat yang sebelumnya mampu membeli elpiji nonsubsidi akhirnya memang akan beralih memilih elpiji subsidi. Walau dari sisi keamanan, tabung elpiji nonsubsidi ini tidak menggunakan teknologi double spindle valve system (DSVS). Oleh karenanya subsidi dan nonsubsidi elpiji, tidak bisa jadi solusi.


Pasalnya, pelayanan yang lebih baik akan didapatkan ketika masyarakat membayar lebih mahal. Tentunya fakta ini akan kembali melukai masyarakat, karena kondisi kehidupan saat ini kian hari kian sulit. 


Elpiji 3 kilo nonsubsidi ternyata dikemas dalam tabung dengan warna yang lebih cerah, dilengkapi stiker hologram dan diklaim lebih aman dengan menggunakan double spindle valve system (DSVS).


Inilah kondisi pelayanan negara kepada rakyat yang karut marut. Kondisi ini sebenarnya disebabkan oleh penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem kapitalisme memang tidak seperti sistem Islam yang mengharuskan sumber daya alam dikelola dan diperuntukkan bagi kepentingan seluruh rakyat. Elpiji adalah salah satu sumber daya alam tersebut. 


Islam melarang negara mengambil keuntungan dari sumber daya alam. Andaikan negara harus menjual kepada rakyat maka harganya sebatas mengganti biaya operasional. 


Sehingga semua rakyat dapat menikmati fasilitas dari negara tanpa adanya perbedaan kualitas suatu barang seperti halnya elpiji akan didesain dengan baik dan aman dipakai oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali.