Pendidikan Berkualitas dalam Negara Islam

 


Oleh: Halizah Hafaz Hutasuhut, S.Pd

(Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)

Kondisi ruangan kelas yang sangat memprihatinkan ada di SDN 0405 Hutaraja Lamo di Kecamatan Sosa Batu, Kabupaten Padang Lawas (Palas). Ruangan kelas tersebut hanya berdindingkan papan dengan atap yang bocor. Salah satu guru yang mengajar di sekolah tersebut pun membenarkan kondisi ruangan kelas yang bertahun-tahun tidak diberikan fasilitas layak untuk dilakukannya proses belajar-mengajar. Sehingga ketika hujan turun, proses pembelajaran dihentikan sebab air hujan masuk ke dalam kelas. Pihak sekolah pun sudah menyampaikan ke Dinas Pendidikan Padang Lawas bahwa keadaan sekolah yang sudah tidak layak tersebut. (Medanbisnisdaily.com, 07/08/2023)

Sungguh miris dengan kondisi kelas dan sekolah yang tidak layak digunakan untuk proses belajar-mengajar tersebut. Sayangnya, masih banyak sekolah yang tidak terdata bahkan berada di pelosok desa mengalami ketidaklayakan kondisi dan fasilitas. Sebab ketimpangan ini sungguh terlihat antara pembangunan infrastruktur pendidikan dan pembangunan infrastruktur percepatan ekonomi. Memang benar, bahwa tidak bisa menafikan upaya yang dilakukan pemerintah untuk hal ini, namun pemerintah juga sering beralasan bahwa biaya menjadi faktor penting untuk meningkatkan kualitas fasilitas. 

Besarnya angka kerusakan yang ada di instansi sekolah, semakin mengungkapkan bahwa nasib dunia pendidikan saat ini berada dalam tahap mengkhawatirkan. Kondisi ini pun menjadi sebuah anomali dan ironi, sebab negeri ini memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa namun mengapa kondisi tersebut  bisa terjadi di negeri ini. Ada beberapa faktor mengapa dunia pendidikan tidak kunjung berbenah yaitu, persoalan anggaran, birokrasi dan korupsi. Anggaran selalu ditempatkan sebagai akar masalah dalam menyolusi perbaikan kualitas pendidikan.

Sebab, angka 20% dana yang diberikan APBN nyatanya tidak mampu menyelesaikan persoalan kualitas pendidikan. Hal ini pun perlu diperhatikan sebab penting untuk dilihat bagaimana anggaran tersebut direncanakan, diperuntukkan dan dipergunakan. Selanjutnya persoalan birokrasi, sejak pemberlakuan sistem desentralisasi yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004, sedikit banyaknya telah membawa dampak pada peta sistem pendidikan yang ada di daerah. Kebijakan otonomi daerah ini menjadi beban tersendiri bagi daerah untuk menjalankan sistem pendidikan. Banyak daerah yang belum siap sektor pengelolaannya secara otonom karena kekurangan SDM dan fasilitas yang memadai. Ditambah dengan minimnya APBD di setiap wilayah yang semakin membuat kemampuan daerah untuk mendanai pengelolaan dunia pendidikan menjadi terseok-seok.

Belum lagi terjadinya kesenjangan antardaerah akibat adanya perbedaan kemampuan dan kekuatan dalam menyediakan sarana dan prasarana serta dana yang dimiliki. Dan terakhir persoalan korupsi, bahwa menurut data Indonesia Corruption Watch menunjukkan angka korupsi di sektor pendidikan masuk dalam 5 besar korupsi bersamaan dengan sektor anggaran desa, pemerintah, transportasi dan sosial kemasyarakatan. Bahkan saat di masa sulit pandemi, korupsi di sektor pendidikan juga tidak berhenti. 

Sejatinya penanganan masalah pengelolaan infrastruktur sekolah tidak mampu diselesaikan secara paripurna. Kekacauan demi kekacauan, masalah demi masalah akan selalu ditemui karena disebabkan sistem kehidupan yang dijalankan pada saat ini yaitu sistem kapitalisme sekuler. Pada sistem ini, telah melahirkan negara yang tidak memiliki kemampuan ekonomi berupa ketidakmampuan negara dalam mengurusi beragamnya kebutuhan rakyat seperti kebutuhan pendidikan. Minimnya anggaran pendidikan akibat tata kelola ekonomi kapitalisme memberikan dampak pada masyarakat menjadi terhambat aksesnya dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Terutama rakyat yang ada di pelosok.

Dan parahnya lagi, untuk wilayah yang terbelakang akses pendidikannya kebanyakan ada pada wilayah yang termasuk kaya akan SDA. Di sisi lain, sekularisme yang menjadi asas kapitalisme telah melahirkan individu-individu yang minim akhlak, agama tidak lagi dijadikan sebagai acuan dalam bertindak, halal-haram sudah tidak lagi dipedulikan. Hingga akhirnya manusia tidak takut untuk memakan harta yang bukan miliknya termasuk korupsi dan manusia tidak takut lagi untuk pertanggung jawabannya di akhirat kelak. 

Kemudian, jika membahas persoalan birokrasi seharusnya tidak boleh mempersulit rakyat untuk bisa menikmati haknya. Sebab negara bertanggung jawab untuk memberikan beragam aturan yang mudah, cepat, dan profesional jika hal tersebut berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan rakyat. Selanjutnya birokrasi juga tidak boleh berbelit-belit dan terkesan ada upaya untuk negara melepaskan tanggung jawabnya sebagai periayah. Seperti yang dikatakan dalam hadis riwayat Muslim dan Ahmad bahwa, “Imam atau pemimpin adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.“ Namun sayangnya, dalam sistem kapitalisme saat ini tentu hal-hal demikian tidak akan ditemui, sebab sistem ini telah memandulkan peran negara dan menyerahkan penyelenggaraan sistem pendidikan kepada para kapital.

Akibatnya, sekolah yang layak hanya bisa dinikmati oleh orang kaya sementara rakyat yang miskin harus gigit jari karena hanya bisa menikmati fasilitas yang seadanya. Kondisi demikian tentu akan jauh berbeda saat negara mampu menjadikan Islam sebagai landasan sistem pemerintahannya. Dalam negara yang seperti ini, Islam sangat mendorong agar negara mampu mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian, gambaran keadaan kegemilangan ini semakin mempertegas kita bahwa hanya Islam satu-satunya ideologi yang sangat memperhatikan sektor pendidikan. Seperti dengan meningkatkan kualitas SDM pendidikan, peningkatan kurikulum, anggaran dan sarana-sarana pendidikan.

Anggaran untuk penyediaan sekolah beserta sarana pendukungnya dianggarkan dengan matang melalui baitulmal. Dari sekolah-sekolah yang berkualitas akan melahirkan para ahli-ahli ilmu yang luar biasa. Dengan demikian, sudah seharusnya kita menyadari bersama bahwa untuk menghadirkan sekolah-sekolah terbaik beserta aspek pendukungnya membutuhkan sokongan kuat dari negara. Namun, hal ini terasa apatis jika kita mengharapkan sokongan dari negara kapitalisme sekuler saat ini. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk terus berupaya mendorong terwujudnya pendidikan yang berkualitas dengan kembali pada sistem Islam kaffah dalam wujud negara.