Nasib Pekerja Migran, Dampak Buruk Ekonomi Kapitalis

 



Oleh: Siti Aisyah S.Pd (Aktivis Muslimah KoAs Tanjungbalai)

 

Paradoks di negeri gemah ripah loh jinawi, di tengah keberlimpahan SDA, rakyatnya malah berjemaah menderita, seolah tertutup pintu sejahtera dan bahagia bagi mereka. Kemiskinan akut dan lapangan pekerjaan yang sempit menjadikan pekerja migran kian hari kian banyak.

Para ibu yang seharusnya menikmati perannya mengasuh anak-anak dan berkhidmat pada suaminya, malah berjibaku dengan maut lantaran harus mengadu nasib di negeri orang. Inilah kondisi para perempuan Indonesia yang tidak lagi mendapatkan perlindungan dari suami dan negaranya.Bahkan banyak yg mengalami kekerasan sebagai pekerja migran.

Contoh seperti ibu Meriance dan Adelina Wajah Meriance Kabu, pekerja migran Indonesia (PMI) asal NTT yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia, menghitam karena hampir setiap hari dipukul majikannya. Tubuhnya pernah ditempelkan setrika panas, alat vitalnya dijepit tang hingga memar, lebam, dan terluka, lidahnya sobek, telinganya robek, tulang hidungnya pun patah.

alang bukan kepalang, Meriance yang awalnya tinggal di desa yang belum teraliri listrik, berniat pergi ke Malaysia untuk sekadar bisa memberi uang jajan pada anak-anaknya. Nahas, ia menjadi pekerja migran ilegal karena ketidaktauannya. Majikannya kerap mengancam melaporkannya ke polisi jika ia keluar rumah. Setelah selamat dari siksaan, kini Meriance terus mencari keadilan karena majikan yang menyiksanya tidak mendapatkan hukuman berat.

Sama halnya dengan Majikan Adelina—PMI lainnya—yang pada 2019 dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Penang. Padahal, pada 2018, Adelina ditemukan di beranda rumah majikannya dalam kondisi tidak berdaya dan penuh luka, hingga akhirnya nyawanya tidak bisa terselamatkan. Ia pun termasuk satu dari 700 lebih pekerja asal NTT yang kembali dalam peti mati.

Menurut Hermono selaku Dubes RI untuk Malaysia, 5.000 kasus yang menimpa PMI di Malaysia, ratusan di antaranya adalah kasus penganiayaan, termasuk penyiksaan fisik, gaji tidak dibayar, dan lain-lain. Data lima tahun terakhir, terdapat lebih dari 2.300 pekerja yang gajinya belum dibayarkan. Mirisnya, semua ini terjadi di tengah permintaan pekerja di sektor rumah tangga yang terus meningkat, bahkan mencapai lebih dari 66.000 pekerja. (Data KBRI Malaysia, Februari 2023).

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2023 guna meningkatkan pelindungan dan pelayanan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). (14/03/2023) dikutip Antara news.com

 Mirisnya pemerintah  hanya mengupayakan  perbaikan perlindungan PMI tanpa berusahaa meyelesaikan akar persoalan adanya PMI.

Kemiskinan  di Indonesia terjadi karena kesalahan sistem ekonomi yang diterapkan.  Sistem kapitalisme nyatanya justru  membolehkan perampasan SDA, yang pengolahannya  seharusnya mampu  membuka lapangan kerja  yang banyak.  

Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu mmeberikan jaminan kesejahteraan rakyat dan juga membuka lapangan kerja yang Luas.  SDA yang banyak akan mampu menjadi sumber pemasukan negara untuk mensejahrerakan rakyat.   Rakyat tak perlu menjadi PMI untuk mencari sesuap nasi karena di negeri sendiri tersefdia banyak lapangan pekerjaan.