Menggapai Taqwa Di Bulan Ramadhan dan Setelahnya

 


Oleh: Ustadz Marwan Rangkuti

Tidak terasa bulan Ramadhan akan segera menghampiri, dan orang-orang yang beriman senantiasa berbahagia menyambutnya. Bulan Ramadhan bulan al-Qur’an, bulan Jihad, bulan penuh dengan kucuran rahmat Allah SWT.  Dan Allah SWT telah mewajibkan puasa Ramadhan atas orang-orang yang beriman, lewat firmannya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” [TQS. Al-Baqarah: 183]


Didalam ayat tersebut juga, dinyatakan bahwa adanya harapan yang hendak diwujudkan pasca puasa yakni lahirnya dan atau semakin bertambahnya ketakwaan pada setiap pribadi orang beriman yang berpuasa.


Imam asy-Syaukani rhm didalam tafsirnya Fathul Qadir, menyatakan frase (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ) bermakna harapan agar kamu sekalian terhindar dari kemaksiatan, disebabkan oleh ibadah (puasa) ini. Karena ibadah (puasa) ini meredam syahwat dan melemahkan dorongan kemaksiatan, sebagaimana disebutkan didalam sebuah hadits , bahwa puasa adalah “perisai” dan pengendali “hawa nafsu”. 


Senada dengan Fathul Qadir didalam kitab Jalalain juga dinyatakan (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ) maksudnya adalah menjaga dirimu dari maksiat, karena puasa itu dapat membendung syahwat yang menjadi pokok pangkal maksiat. 


Lantas apakah makna takwa itu sendiri ? terdapat kalam hikmah dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra yang dinukilkan dari kitab al-Jawahir al-Lu’luiyyah Syarh al-Arba’in an-Nawawi, dimana beliau pernah menjelaskan makna dari takwa adalah

الخوف من الجليل، والعمل بالتنزيل، والقناعة بالقليل، والإستعداد ليوم الرحيل

 “Takwa adalah rasa takut kepada al-Jalil (Allah swt), mengamalkan isi Al-Qur'an, merasa cukup dengan rezeki yang ada terhadap yang sedikit, dan mempersiapkan kehidupan setelah kematian nanti”


Paparan dan penjelasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib terkait takwa ini sangat mendalam, tampak bahwa beliau menggambarkan hendaknya orang yang bertakwa itu memiliki empat karakter, dan bilamana tidak terpenuhi salah satunya, sejatinya belum terwujud sifat takwa pada diri orang tersebut. Empat karakter takwa tersebut adalah: 1. Takut kepada Allah SWT, 2. Mengamalkan Syariat, 3. Qana’ah dengan rezeki halal walau sedikit dan 4. Mempersiapkan diri untuk hari akhir.

 

Maka tidaklah dikatakan orang yang bertakwa bilamana ia masih memiliki rasa takut kepada makhluk, disamping rasa takutnya terhadap al-Khaliq Allah SWT. Juga bukanlah orang yang bertakwa jika ia tidak takut sama sekali terhadap al-Khaliq Allah SWT.


Dan tidaklah rasa takut kepada al-Khaliq Allah SWT dikatakan benar, jika ia mengabaikan, menelantarkan dan meninggalkan Syariat Islam. Sebab orang yang takut kepada al-Khaliq Allah SWT mengharuskan dirinya tunduk secara totalitas terhadap seluruh ajaran Islam, mengharuskan dirinya patuh secara menyeluruh terhadap Syariat Islam.


Kemudian orang yang takut kepada Allah SWT, serta patuh kepada Syariat Islam mengharuskan dirinya bersifat qana’ah dan tidak tamak terhadap setiap harta dunia, dia akan mencukupkan untuk dirinya harta halal walaupun sedikit, sebab yang dicarinya adalah keridhaan Allah SWT.


Setelah orang tersebut memiliki rasa takut kepada Allah SWT, yang mengharuskannya tunduk secara totalitas kepada Syariat Islam, serta bersikap qana’ah terhadap harta dunia maka sifat keempat penyempurna bagi orang yang bertakwa adalah mempersiapkan bekal untuk hari akhir yang akan datang menjelang. 


Dengan demikian sifat Takwa inilah yang diharapkan menjadi perisai pelindung bagi setiap orang yang berpuasa dari ragam maksiat. Serta perkara takwa inilah yang juga diharapkan dapat menjadi ending yang penting untuk digapai saat Ramadhan dan sesudahnya bagi setiap orang beriman yang berpuasa. Wallahua’lam.