Siyasah Syar'iyyah, Pemilihan Dan Pengangkatan Gubernur Dalam Politik Islam
بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh : Tommy Abdillah
(Lembaga Studi Islam Multi Dimensi/eLSIM)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan agenda Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada tahun 2024 mendatang. Berbeda dengan edisi Pemilu di tahun-tahun sebelumnya, kali ini KPU merencanakan pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan calon legislatif DPR-DPRD dengan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota digelar pada tahun yang sama.
Dasar hukum Pemilu serentak tahun 2024 adalah sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 7 Tahun 2017. Tujuan dilaksanakannya Pemilukada serentak adalah terciptanya efektivitas dan efisiensi anggaran baik untuk pemilihan gubernur, bupati dan walikota.
Mengutip berita on line Kompas Pemilu digelar pada 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, lalu anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) RI, dewan perwakilan daerah (DPD) RI, serta dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara, pilkada bakal digelar 27 November 2024. Melalui gelaran pilkada, akan dipilih Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali Kota di seluruh Indonesia. Ini akan menjadi pemilihan pertama yang terbesar di Indonesia.(1)
Survey membuktikan bahwa hasil Pemilukada serentak masih banyak didominasi oleh Petahana kembali berkuasa pada periode kedua.
Biaya Politik Mahal Penyebab Korupsi
Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Almarhum Tjahjo Kumolo pernah mengatakan dihadapan KPK bahwa salah satu penyebab korupsi adalah biaya politik yang tinggi (high cost politic). Untuk menjadi anggota DPR saja ada yang mengeluarkan uang Rp 43 miliar. Untuk menjadi ketua umum parpol minimal menyediakan dana Rp 100-200 juta.
Kalau menjadi calon kepala daerah Gubernur pernah menembus angka lebih dari 1 Triliun. Wajar mantan Bupati Banjarnegara pernah membuat statement yang viral di sosmed bahwa gaji Bupati yang hanya 5 juta tidak akan mencukupi untuk mengembalikan biaya politik. Malah dia menyindir kalau gaji kepala daerah tidak dinaikkan bisa memicu terjadinya korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sepanjang tahun 2004-2019 telah memproses pidana 119 kepala daerah, yakni 17 gubernur, 74 bupati, dan 23 wali kota. Pada tahun 2019 lalu saja, KPK telah menangkap tiga orang kepala daerah.
Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 254 anggota Dewan menjadi tersangka korupsi sepanjang 2014-2019. Sampai saat ini sudah ditetapkan sebagai terpidana korupsi oleh Tipikor.
Bagaimana sistem politik Islam didalam pemilihan dan pengangkatan kepala daerah?
Gelar Kepala Daerah Didalam Islam
Mengutip dari wikipedia, Sulthan merupakan istilah bahasa Arab yang berarti Sulthan, raja, penguasa, keterangan atau dalil. Sulthan kemudian dijadikan sebutan untuk seorang raja atau pemimpin muslim yang memiliki suatu wilayah kedaulatan penuh yang disebut “Kesulthanan”. Dalam bahasa Ibrani “Shilton” atau “Shaltan” berarti wilayah kekauasaan atau rezim.
Sulthan berbeda dengan Khalifah yang dianggap sebagai pemimpin untuk keseluruhan umat Islam. Gelar Sultan biasanya dipakai sebagai pemimpin kaum muslimin untuk bangsa atau daerah kekuasaan tertentu saja atau sebagai raja bawahan atau gubernur bagi khalifah atas suatu wilayah tertentu.(2)
Didalam sistem politik Khilafah Islam Gubernur disebut dengan nama Wali, sedangkan Bupati disebut dengan 'Amil. Berdasarkan sunnah Rasulullah SAW dan ijmak sahabat dapat diketahui bahwa Wali (Gubernur) dan ‘amil (setingkat bupati/walikota) ditunjuk dan diangkat oleh seorang Khalifah atau Imam.
*Sistem Pengangkatan Wali*
Al-imam Ibnu Hazm rahimahullahu menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mengangkat para wali dan ‘amil. Diantara wali dan ‘amil yang diangkat oleh Rasulullah SAW adalah : Muadz bin jabal r.a diangkat menjadi wali di Yaman, Uttab bin usayd r.a untuk wali di Makkah, Amr bin ash r.a wali di Oman Utsman bin Abu Al-ash Ats-tsaqafi r.a untuk wali di Thaif dsb.(3).
Wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai pejabat pemerintah untuk suatu wilayah Provinsi. Negeri yang diperintah oleh negara Khilafah dibagi dlm beberapa bagian dan setiap bagian disebut wilayah. Setiap wilayah dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut imalah.
Disebabkan para wali adl penguasa maka mereka harus memenuhi syarat-syarat sebagai penguasa yaitu : harus seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal, merdeka, adil dan memiliki kemampuan. Wali tidak diangkat kecuali oleh Khalifah. Dasar adanya jabatan Wali adalah perbuatan Rasulullah SAW karena beliau yang telah mengangkat para wali untuk berbagai negeri. Rasulullah SAW mengangkat Muadz bin Jabal r.a sebagai wali diwilayah Janad, Abu Musa Al-ash’ari r.a sebagai wali diwilayah zabid & ’Adn.(3)
Pengangkatan Wali atau Gubernur dan ‘Amil atau Bupati didalam Islam langsung dipilih langsung oleh Khalifah bukan dipilih oleh rakyat. Tentunya pilihannya harus memenuhi kriteria pemimpin sesuai dengan hukum syara’ bukan atas dasar kepentingan penguasa, apalagi nepotisme. Bentuk pengangkatan model seperti ini lebih efektif dan efisien tanpa banyak membuang waktu dan biaya serta meminimalisir terjadinya konflik kepentingan.
Seorang Khalifah juga memiliki hak untuk memberhentikan Gubernur (Wali) dan Bupati (Amil). Hal ini dapat dilihat dari perbuatan (af'al) Rasulullah SAW ketika mengangkat para wali. Nabi SAW mengangkat Mu’adz bin jabal r.a sbg wali di Yaman. Beliau SAW juga yang memecat wali, sebagaimana beliau lakukan terhadap Al-A’la bin al-Hadhrami r.a, yang ketika itu menjadi wali di Bahrain karena ada pengaduan tentang dirinya dari penduduk setempat maka ia diberhentikan.
Hal Ini menunjukkan bahwa seorang wali juga bertanggung jawab kepada penduduk setempat, sebagaimana dia bertanggung jawab kepada khalifah dan Majelis Umat karena Majelis Umat merupakan perwakilan umat dari seluruh wilayah. Ini dalil yang berkaitan dengan pengangkatan, pemberhentian dan pertanggung jawaban para wali.
Bila seorang Khalifah mengangkat seorang Wali atau Gubernur yang tidak berkompeten maka ada lembaga Majelis ummat sebagai lembaga representatif ummat untuk mengoreksi dan mengontrol Khalifah didlm menjalankan tugas-tugasnya sehingga ia dapat menggantinya dengan yang lebih baik.
*Penutup*
Begitu mulia dan sempurnanya ajaran Islam (Kaffah) yang memiliki aturan yang jelas tentang tatanan kehidupan manusia mulai dari aqidah, ibadah, akhlaq hingga masalah politik. Semoga sistem politik Islam yakni sistem Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian dapat kembali terwujud diterapkan sebelum hari kiamat tiba.
Wallahu a’lam
Referensi :
1.https://ww.kompas.com/nasional/read/2022/06/02/14514481/pemilu-dan-pilkada-serentak-2024-alasan-urgensi-dan-tantangan
2. Ensiklopedi Islam, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid 4 hal 291, 2011.
3. Kitab Jawami’ As-sirah pd topik Umara’uhu shallallahu ‘alaihi wa sallam hal 23-24.
3. Kitab Ajhizah Ad-daulah Al-khilafah hal 119.