Ironis, Bersuka Cita di Tengah Penderitaan Rakyat Gempa Cianjur
Siti Aisyah (Guru Al mustanir dan Aktivis Muslimah Koas Tanjungbalai)
Acara Nusantara Bersatu yang digelar Relawan Jokowi
menyisakan sampah berserakan yang mengotori Gelora Bung Karno (GBK), Senayan,
Jakarta Pusat, Sabtu (26/11).Penampakan lautan sampah di GBK tersebut menjadi
sorotan publik dan berujung viral di media sosial.Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta mengerahkan 500 personel pasukan oranye untuk membersihkan dan
mengangkut sampah dan berhasil mengumpulkan total 31 ton beragam jenis sampah
usai acara tersebut. (CNN, 30-11-2022)
Penyelenggaraan deklarasi politik ini merupakan
langkah nirempati. Betapa tidak, rakyat Indonesia tengah berduka karena bencana
gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat. Berdasarkan data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), terhitung hingga Ahad (30-11-2022), 321 orang
dinyatakan meninggal dunia, 11 orang dinyatakan masih hilang. Sementara itu,
73.874 orang mengungsi, sedangkan korban luka berat mencapai 108 orang.
(Kompas, 30-11-2022).
Hingga hari ini, situasi di Cianjur belum kondusif.
Banyak rumah warga dan infrastruktur yang rusak. Ratusan gempa susulan masih
terjadi setelah gempa utama pada 21-11-2022 lalu. Dalam situasi yang masih
berduka ini, doa dan dukungan sudah selayaknya tertuju pada mereka.
Namun, mirisnya, di tengah duka korban gempa Cianjur,
ada sekelompok orang yang malah mengadakan deklarasi politik, acara yang jauh
dari kesan berduka, atau setidaknya berempati terhadap korban. Dalam acara
tersebut, mereka sibuk mengelu-elukan jagoannya, seolah bersukacita di atas
penderitaan masyarakat. Padahal, seorang muslim seharusnya berempati terhadap
penderitaan muslim lainnya sebab umat Islam ibarat satu tubuh.
Inilah fakta politik kapitalisme, yang menghalalkan
segala cara untuk mecapai tujuan naik ke panggung kekuasaan, padahal biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan sebesar itu pastilah tidak sedikit sementara masih
banyak korban dari gempa yang masih memerlukan bantuan. Dan tanggung tanggung
didalam susunannya terdapat ketua panitianya adalah Aminuddin Ma’ruf yang
merupakan anggota Staf Khusus Presiden dan Ketua steering committee acara
adalah Arsyad Rasid yang merupakan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Dengan adanya dua pejabat ini dalam kepanitiaan, publik jelas bertanya terkait
sumber dana acaranya. disamping itu selaku presiden dari negara sudah
selayaknya melihat situasi dari rakyat nya yang dalam keadaan sulit, bukan
hanya fokus untuk pemilu dan pilpres
yang kan datang. Ditambah ternyata beberapa peserta hadir ternyata mendengar
kabar bahwa akan diadakan shalawatan di acara itu namun ternyata nihil.
Ada yang bilang bahwa penguasa negeri ini mirip
Khalifah Umar bin Khaththab. Benarkah demikian? Tentu yang kita bandingkan
bukan klaim, melainkan realitasnya. Dahulu, Khalifah Umar bin Khaththab juga
pernah menghadapi musibah pada masa pemerintahannya. Saat itu, Madinah
mengalami “tahun abu (aam ramadah)”. Selama sembilan bulan, tidak ada hujan
sama sekali di Semenanjung Arab. Kekeringan melanda, paceklik pun terjadi.
Terjadi gagal panen. Hewan-hewan ternak mati. Kalaupun
ada yang bertahan hidup, badannya kurus kering. Penduduk Madinah kesulitan
mendapatkan makanan. Uang tidak berarti apa-apa karena tidak ada makanan yang
bisa dibeli.
Penduduk Madinah masih bisa makan dari cadangan
makanan yang selama ini disimpan di gudang negara. Namun, ternyata penduduk di
sekitar Madinah berdatangan ke Madinah dan meminta bantuan makanan. Khalifah
Umar ra. pun membantu mereka. Cadangan makanan akhirnya menipis karena begitu
banyaknya warga yang datang ke Madinah, sedangkan hujan tidak kunjung turun.
Melihat hal kondisi rakyat yang kesulitan makan, Umar
bin Khaththab pun bersumpah tidak akan makan daging, susu, dan samin sampai
paceklik berakhir dan kondisi rakyat kembali seperti sediakala. Umar bin
Khaththab memenuhi sumpahnya ini. Beliau ra. makan roti dan zaitun saja hingga
paceklik berakhir. Akibatnya, kulit Umar ra. yang selama ini putih kemerahan,
berubah menjadi hitam.
Demikianlah seharusnya sosok pemimpin umat, berempati
terhadap rakyatnya yang kesulitan, bahkan terjun langsung merasakan kesulitan
rakyat. Selain itu, ia juga sigap menyelesaikan masalah rakyat, sebagaimana
Khalifah Umar ra. yang memerintahkan Gubernur Mesir Amr bin Ash untuk mengirim
makanan dari Mesir ke Madinah. Amr pun mengirimkan kafilah unta yang mengangkut
makanan. Begitu panjangnya kafilah itu hingga seakan-akan ujungnya sudah sampai
di Madinah, sedangkan ekornya masih di Mesir. Masalah ketiadaan makanan pun
terselesaikan hingga paceklik berakhir.
Nah, apakah para penguasa di negeri ini mirip seperti
kisah Umar bin Khaththab tersebut? Ah, sungguh jauh. Profil pemimpin seperti
Khalifah Umar hanya ada dalam sistem Islam sebab mendasarkan amalnya pada
akidah dan memimpin rakyat sesuai syariat. Ia terdepan dalam pelaksanaan
amanah, bukan justru menyalahgunakan jabatan kekuasaan. Wallahualam.