Ekonomi Syari'ah, Pengelolaan & Kepemilikan Tanah Didalam Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh : Tommy Abdillah

(Ketua DPD Asosiasi Praktisi Ekonomi Islam Indonesia/ APEII Sumut)

Manusia hidup dibumi Allah dengan hamparan tanah yang luas untuk ditempati, dikelola & dikembangkan demi keberlangsungan kehidupan. Namun tak jarang timbul konflik seperti penggusuran & ketidak adilan. Lahan tanah yang luas dimonopoli oleh segelintir orang yakni para cukong maupun mafia tanah. 

Kawasan lahan hutan bisa dikuasai oleh individu atas nama hak penguasaan hutan (HPH) sehingga lahan hutan dinegeri ini sudah terancam beralih menjadi areal perkebunan yang berimplikasi negatif terhadap keseimbangan ekosistem dan menimbulkan banjir besar seperti baru-baru ini di beberapa wilayah Indonesia.

HPH adalah hak untuk mengusahakan hutan didalam suatu kawasan hutan, yang meliputi kegiatan-kegiatan penebangan kayu, permudaan, pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan rencana kerja pengusahaan hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan asas kelestarian hutan dan asas perusahaan. HPH dapat diberikan kepada BUMN dan Badan Milik Swasta (PT), yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Menteri Kehutanan.(1)

Mengutip laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Auriga menyebut Kalimantan sebagai provinsi yang kelola lahannya paling banyak dikuasai korporasi, ketimbang rakyat.

Korporasi menguasai 24.735.733 hektare lahan di provinsi tersebut. Sementara itu, kelola lahan yang dipegang dan dikuasai langsung oleh rakyat hanya seluas 1.070.350 hektare.

Laporan Walhi dan Auriga berjudul Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi itu diterbitkan pada September 2022. Adapun metode yang digunakan adalah identifikasi dan analisis data dari berbagai kementerian/lembaga.(2)

Belum lagi para investor property yang menguasai sejumlah tanah dikota-kota besar dengan harga jual selangit yang sangat sulit untuk dimiliki oleh rakyat jelata. Tak heran para kapitalis semakin kaya raya, sedangkan rakyat hidup termarjinalkan tak punya rumah kecuali hanya mengontrak.

Hukum Tanah Didalam Islam

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang ada di langit & bumi termasuk tanah hakikatnya adalah milik Allah SWT semata. Allah SWT berfirman,

{وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ} [النور : 42]

Artinya : "Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk)."(QS.An-Nur : 42).

Ayat diatas menegaskan bahwa pemilik hakiki dari segala sesuatu (termasuk tanah) adalah Allah SWT semata. Kemudian Allah SWT sebagai pemilik hakiki memberikan kuasa (Istikhlaf) kepada manusia untuk mengelola milik Allah SWT ini sesuai dengan hukum-hukum-Nya.

Hukum pertanahan dalam Islam dapat didefinisikan sebagai hukum-hukum Islam mengenai tanah dalam kaitannya dengan hak kepemilikan (milkiyah), pengelolaan (tasharruf) & pendistribusian (tauzi’) tanah.(3)

Dalam studi hukum Islam, hukum pertanahan dikenal dgn istilah Ahkam al-Araadhi. Pada umumnya para fuqaha (ahli hukum Islam) membahas hukum pertanahan ini dalam studi mengenai pengelolaan harta benda (Al-Amwal) oleh negara.

Para fuqaha itu misalnya Imam Abu Yusuf (w. 193 H) dengan kitabnya al-Kharaj, Imam Yahya bin Adam (w. 203 H) dengan kitabnya al-Kharaj dan Imam Abu Bait (w. 224 H) dengan kitabnya al-Amwal. Sebagian ulama seperti Imam al-Mawardi (w. 450 H) membahas pertanahan dalam kitabnya Al-Ahkam al-Sulthaniyah yang membahas hukum tata negara menurut Islam.

Syariat Islam telah mengatur kepemilikan tanah secara rinci dengan mempertimbangkan 2 aspek yang terkait dengan tanah yaitu :

1. Zat tanah (Raqabah al-Ardh).

2. Manfaat tanah (Manfa’ah al-Ardh), yakni penggunaan tanah untuk pertanian dsb.

Dalam syariah ada 2 macam tanah yaitu :

1. Tanah usyriah (al-Ardhu al-Usyriyah) adalah tanah yang penduduknya masuk Islam secara damai tanpa peperangan, contoh Madinah Munawarrah & Indonesia.


2. Tanah kharajiyah adalah tanah yang dikuasai kaum muslimin melalui peperangan (Al-Harb) misalnya tanah Irak, Syam & Mesir kecuali Jazirah Arab.


*Sebab Kepemilikan Tanah*


Menurut Syaikh Abdurrahman Al-Maliki tanah dapat dimiliki dengan 6 cara yaitu: melalui jual beli, melalui waris, melalui hibah, melalui Ihya al-amwat (menghidupkan tanah), melalui tahjir (membuat batas pada tanah mati) & iqtha’ (pemberian negara pada rakyat).(4)


Pemanfaatan Lahan Tanah

Syariat Islam mengharuskan pemilik tanah pertanian untuk mengolahnya sehingga tanahnya produktif. Negara dapat membantunya dalam penyediaan sarana produksi pertanian, seperti kebijakan Khalifah Umar bin Khatthab r.a memberikan bantuan sarana pertanian kepada petani Irak untuk mengolah tanah pertanian mereka.

Syari’at Islam menetapkan bahwa hak kepemilikan tanah pertanian akan hilang jika tanak itu ditelantarkan selama 3 tahun berturut-turut. Negara akan menarik tanah itu & memberikan kepada orang lain yg mampu mengolahnya. Umar bin Khaththab r.a pernah berkata, orang yang membuat batas pada tanah (mukhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah 3 tahun ditelantarkan.

Penutup

Islam sebagai agama rahmat bagi semua makhluk (rahmatan lil'alamin) telah memberikan solusi praktis dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam hal kepemilikan & pegelolaan tanah. Selama manusia mau kembali menjalankan Syari'at Allah SWT maka manusia akan dapat merasakan ketenteraman & kesejahteraan hidup.

Wallahu a'lam

Catatan Kaki :


1.https://www.bps.go.id/subject/60/kehutanan.html


2.https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221027133421-20-866098/walhi-dan-auriga-24-juta-hektare-lahan-kalimantan-dikuasai-korporasi/amp


3. Syaikh Taqiyuddin An-nabhani, Kitab Al-Nizham Al-Iqtishadi fi al-islam, hal 128 Beirut : Darul Ummah, 2004


4. Kitab As-Siyasah al-Iqtashadiyah al-Mustlah, hal. 51