Munculnya Bjorka Mengalihkan Kasus Brigadir J ?




Oleh Astri Ahya Ningrum, S. Pd (Praktisi Pendidikan)

Pembunuhan bukan hal yang bisa dan dapat dianggap remeh begitu saja. Menghilangkan nyawa manusia atau membunuh itu suatu bentuk kejahatan kriminal. Nyawa manusia itu mahal, karena mahalnya sampai-sampai tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang mampu untuk membelinya. Bahkan, jika harus menukar nyawa dengan sesuatu yang paling mahal di dunia ini, orang yang normal tidak akan ada yang berminat.

Namun, sungguh malang nasib orang-orang yang nyawanya melayang begitu saja. Ini terjadi pada sistem hari ini, yaitu demokrasi-kapitalis di mana nyawa manusia sudah tidak berharga lagi. Sungguh mengerikan melihat fenomena pembunuhan marak terjadi di sana-sini. Menghilangkan nyawa manusia saat ini seolah bukan perkara yang rumit sehingga di berbagai situasi yang itu memungkinkan untuk melakukan pembunuhan maka hal itu bisa terjadi.

Lebih parahnya lagi, biasanya pelaku pembunuhan adalah orang terdekat korban misalnya keluarga, teman, atau rekan kerjanya sendiri. Sama seperti kasus pembunuhan yang belum tuntas hingga kini. Ia yang dibunuh oleh rekan seprofesinya sendiri, yaitu Brigadir J yang dibunuh oleh atasannya Ferdi Sambo yang sama-sama sebagai anggota kepolisian.

Sulit sekali rasanya menjumpai titik terang pada kasus ini. Padahal, sudah dilakukan berbagai upaya agar bisa mendapatkan keadilan, tetapi hasilnya masih belum ada kejelasan. Padahal, kasus ini merupakan kasus besar, termasuk kejahatan kriminal yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Namun, kenapa tidak ada keadilan di dalam kasus ini? Di mana yang katanya negara ini adalah negara hukum yang menjamin hak setiap warga negaranya? Mengapa pada kasus Brigadir J seperti tidak ada keadilan dan hilang haknya sebagai warga negara? Sungguh malang sekali nasibnya diperlakukan dengan demikian.

Apalagi, ketika melihat kinerja dari pemerintah yang tampaknya sedang mengulur-ulur waktu untuk menyelesaikan kasus ini. Hal ini makin memperlihatkan bahwa negeri ini sedang mengalami darurat keadilan. Dari perkembangan kasus Brigadir J saja seakan pemerintah sedang melakukan pengalihan isu atas persoalan ini, tampaknya ingin berlepas tangan. Bukannya menyelesaikan satu per satu persoalan hingga tuntas, kini malah mencoba menyelesaikan permasalahan yang lain, tetapi akibatnya akan menimbulkan permasalahan baru. Hal ini tentu saja memperlihatkan kepada publik bagaimana lalainya kinerja pejabat di negeri ini.

“Terlihat jelas bagaimana saat ini pemerintah responsif menanggapi serangan Bjorka yang membobolkan data pribadi para pejabat negara. Dengan menggandeng Mabes Polri, pemerintah langsung memburu Bjorka. Aksi responsif ini membuat publik merasa ada modus lain seperti pengalihan isu dari kasus Ferdy Sambo. Kasus pembunuhan Brigadir J dengan tersangka utama eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo sudah mencuri perhatian publik selama berminggu-minggu. Perlahan perhatian publik mulai teralihkan dengan adanya Bjorka yang terus menyerang pemerintah (suara.com, 17/09/2022).

Bukannya tidak boleh untuk menyelesaikan kasus hacker, tetapi sepertinya ada pengabaian kasus Brigadir J dalam hal ini. Seharusnya, kasus Brigadir J diselesaikan hingga tuntas dan adil terlebih dahulu. Hingga tidak ada lagi persoalan dikemudian hari dan Brigadir J serta pihak keluarga pun merasa mendapatkan haknya sebagai warga negara. Jika kasus ini diabaikan dan pemerintah menggiring masyarakat perlahan-lahan untuk melupakannya, maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi tentunya.

Apalagi, jika pemerintah enggan untuk mengurus kasus ini hingga tuntas, itu sama saja tidak memenuhi hak setiap warga negaranya. Melihat saat ini pemerintah sedang gencar melakukan penyelidikan terkait hacker yang bernama Bjorka. Sementara, di satu sisi ada kasus pembunuhan yang juga penting untuk diselesaikan, tentu saja dari sini akan ada penilaian dari masyarakat bahwa pemerintah seakan ingin mengalihkan dan menghilangkan isu pembunuhan Brigadir J dan mengajak masyarakat untuk melupakannya.

Buruknya sistem yang dijalankan hari ini seharusnya mampu membuat kita semua sadar bahwa tidak ada keadilan pada sistem demokrasi-kapitalis. Keadilan ditangan rakyat itu hanya sebuah slogan saja, tetapi tidak pernah tercipta secara nyata. Inilah sebuah kenyataan yang sedang kita alami bersama. Mustahil pada sistem saat ini masyarakat akan mendapatkan keadilan dan haknya. Wajar saja jika masyarakat terus menuntut keadilan sebab memang hal ini tidak dirasakan oleh masyarakat. Tidak jarang untuk mendapatkan keadilan saja masyarakat harus memohon bahkan menjatuhkan harga dirinya sendiri. Meski pernah dilakukan, tetapi hal tersebut  juga sering tidak digubris oleh pemerintah bahkan menutup mata dari persoalan yang dialami masyarakat ini.

Tentu saja ini berbanding terbalik dengan sistem Islam. Sistem Islam sangat adil dan mampu memenuhi setiap hak bagi masyarakatnya. Jelas tidak diragukan lagi kebenarannya dalam menjaga masyarakat, sistem Islam tiada tandingnya, serius dalam menjaga nyawa masyarakatnya serta keadilan selalu ditegakkan. Siapa pun yang bersalah akan diberi sanksi tanpa peduli dengan pangkat atau jabatan yang dimiliki sekalipun yang bersalah seorang anak pejabat negeri.

Perbedaan ini seharusnya membuat kita sadar bahwa sistem yang diterapkan saat ini tidak mampu menjaga kita. Padahal, memastikan setiap masyarakat hidup dalam situasi yang aman dan nyaman tanpa tekanan itu merupakan tugas dari seorang pemimpin, tetapi mustahil hal yang demikian terjadi. Watak asli sistem demokrasi-kapitalis itu bukanlah mengurusi masyarakat, tetapi membiarkan masyarakat mengurus dirinya sendiri.

Inilah yang terjadi saat ini, jika kita terus-menerus hidup dalam naungan sistem yang rusak, maka sudah dipastikan sampai kapan pun kita tidak akan mendapatkan hak dan juga keadilan. Oleh sebab itu, kembali kepada sistem Islam adalah sebuah solusi yang nyata dan harus dilakukan. Sebab, hanya Islam yang mampu memenuhi semua itu bukan sistem yang lainnya.

“Sesungguhnya engkau sekalian akan rakus (terlalu senang) atas jabatan sebagai penguasa kerajaan (pemerintahan), dan engkau akan menyesal pada hari kiamat.” (h.r. Bukhari).

Wallahualam bissawab.