Refleksi Merdeka, Islam Kafah Solusinya




Oleh Muzaidah (Aktivis Dakwah Muslimah)

Tepat 17 Agustus 2022, Indonesia kembali memperingati kemerdekaan ke 77 tahun, yang pernah dijajah hingga bisa mengusir penjajah dan memproklamasikan kemerdekaannya, peristiwa kemerdekaan itu terjadi atas pertolongan dan rahmat dari Allah. Namun, apakah negeri ini sudah benar-benar merdeka dari segala belenggu?

Jika dilihat dari arti aslinya, kata ‘merdeka’ adalah bentuk pembebasan diri dari penghambaan kepada makhluk, penjajahan, tidak terikat dengan pihak lain baik asing maupun aseng dan lain sebagainya. Nyatanya, sampai sekarang Indonesia belum bebas dari semua arti tersebut. Mengapa? Karena fakta lapangan menunjukkan banyak kaum muslim yang masih menghambakan dirinya kepada makhluk, rela diatur dengan aturan manusia daripada diatur dengan aturan Allah Swt.

77 Tahun Merdeka, Problem Masih Merajalela

Di sisi lain, kaum muslim masih dijajah walau tidak secara fisik, tetapi dari pemikiran dan model penjajahannya tidak kalah bahaya dibandingkan masa lalu. Saat ini, barat sudah berhasil mengajak kaum muslim mengikuti gaya hidupnya, mulai dari pakaian yang banyak mengikuti ala-alanya ketimbang mengikuti ajaran Islam, tata pergaulannya makin bebas dan bablas, dan masih banyak lagi yang diikuti kaum muslim.

Fakta selanjutnya, negeri ini masih terikat dengan pihak asing dalam persoalan SDA atau kekayaan Indonesia yang melimpah ruah, yang hampir seratus persen telah dikuasa oleh pihak asing dan aseng. Bahkan, selama pandemi melanda sektor perekonomian hampir lumpuh total, seperti produk domestik bruto (PDB) dari 2020 tercatat -2,70%. Padahal, tahun sebelumnya masih tumbuh sampai 5,02% dan pendistribusian pun tidak merata, rakyat banyak yang tidak merasakannya.

Problem lainnya mengenai pengangguran. BPS menyebutkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2022 sebesar 5,83%. Di antaranya, ada 11,53 juta tenaga kerja terpapar Covid-19 sehingga kehilangan pekerjaan atau ada yang jam kerjanya mengalami pengurangan. Semua itu akan berpengaruh terhadap angka kemiskinan yang telah terdata, pada Maret 2021 terdapat 10,14% atau sebanyak 27,54 juta penduduk Indonesia yang berstatus miskin.

Meski tahun 2022 angkanya turun sedikit menjadi 26,16 juta, tetapi tetap saja masih terhitung besar. Padahal, kemiskinan sering disebut-sebut sebagai biang segala masalah sosial. Nyatanya, seperti stres sosial, pengidap gangguan mental, dan emosional masyarakat makin merebak. Ditambah, tingkat perceraian, kasus kriminal, stunting, dan sejenisnya, makin merajalela.

Lantas, dari sisi mana lagi negeri ini bisa dikatakan merdeka? Kenapa penguasa mengatakan bahwa negeri ini sudah merdeka? Artinya, kehidupan rakyatnya sudah sejahtera, aman, dan sentosa, serta terang-terangan mengatakan kepada rakyat kalau penguasa sudah memberikan hak-hak rakyat. Seolah-olah makna merdeka tadi dapat dirasakan rakyat. Padahal, belum sama sekali dan jika benar adanya, rakyat dan negeri ini sudah merdeka, tetapi mengapa masih banyak masyarakat hidupnya sengsara, haknya tidak diberikan secara adil dan merata, permasalahan negeri selalu meningkat tanpa solusi, dan ketaatan individunya tidak terjaga?

Saatnya Revolusi pada Islam Kafah!

Melihat fakta lapangan atau kehidupan ini, tidak aneh lagi meski sudah 77 tahun merdeka justru kondisi negeri tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Mungkin pun tahun berikutnya juga sama saja jika Islam kafah tidak segera memimpin negara. Semua ini terjadi dikarenakan masyarakat beserta elite pejabat kapitalis tidak memahami makna kemerdekaan hakiki yang sebenarnya.

Akan tetapi, makna kemerdekaan dalam pandangan Islam itu berbeda dengan versi kapitalis. Dalam Islam, negara dikatakan merdeka apabila tiga aspek ini terpenuhi, pertama dari sisi individunya tidak lagi membebek orang lain dalam hal apa pun, seperti ingin hijrah dan fokus pada ketaatan haruslah tujuan itu dicapai karena Allah dan Rasul, memiliki sikap keyakinan Islam kuat dan keimanannya tidak goyah jika diterpa ujian apa pun.

Kedua, apabila gaya hidup masyarakat terlepas dari kungkungan budaya lain selain Islam dan tidak melakukan yang bertentangan dengan Islam. Ketiga, negeri atau negara yang merdeka apabila terbebas dari penjajahan baik secara fisik, politik, ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, bebas dalam menerapkan aturan yang sesuai dengan syariat, mau mengikuti yang Rasulullah contohkan, memberikan hak-hak rakyat, dan menjadi tameng atau penjaga ketaatan bagi kaum muslim.

Itu semua telah dilakukan oleh para khalifah terdahulu, sekarang saatnya pemimpin muslim meneruskan jejak mereka yang telah menerapkannya. Karena pemimpin terdahulu juga memahami jika mereka mengikuti hawa nafsunya dan tidak memerdekakan umat dalam berbagai hal akan banyak kekacauan yang akan terjadi. Maha benar Allah yang telah mengingatkan manusia akan kebinasaan saat manusia memperturutkan hawa nafsu dan menjauhkan diri dari agama.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَـقُّ اَهْوَآءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَا لْاَ رْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّ ۗ بَلْ اَتَيْنٰهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُّعْرِضُوْنَ
“Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 71).

Ketika pemimpin dan kaum muslim mau menerapkan Islam dalam kehidupan, maka tidak ada lagi kata paradoks dalam kemerdekaan, permasalahan hidup tidak ada, hak manusia terpenuhi secara sempurna, dan tidak ada lagi kebohongan dalam ketaatan di hadapan Allah, yang kelak semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, sudah saatnya kita revolusi pada Islam kafah karena hanya Islam kafah yang memahami kemerdekaan hakiki.

Wallahualam bissawab.