Generasi Salah Asuh, Generasi Rapuh



Oleh Retno Purwaningtias
Pegiat Literasi

Wujud suram pendidikan di Indonesia makin terlihat jelas. Mulai dari perundungan, sistem zonasi yang berujung membuat senjang, karakter pelajar yang tidak bermoral, dan masih banyak lagi.  Penyakit-penyakit yang menjangkiti sistem pendidikan ini telah memasuki babak kronis, sehingga butuh solusi fundamental, bukan  bertahan pada penyebab utamanya yang justru bisa menjadi makin fatal.

Salah satu peristiwa yang bikin miris, dilansir dari laman hops.id, (12/7/22), seorang siswi di Semarang bunuh diri karena tidak lolos di PTN impiannya. Awalnya bernazar, jika lolos seleksi maka akan memberi santunan kepada anak yatim, sedangkan jika tidak, maka ia akan bunuh diri. Karena tidak lolos, ia kemudian bunuh diri dengan meminum semua obat yang didapatnya dari psikiater dan overdosis alkohol.

Kasus bunuh diri di kalangan pelajar seperti gunung es, di mana jumlah kasus yang terungkap lebih sedikit ketimbang
kasus yang sebenarnya. Tidak hanya dari kalangan siswa-siswi, mahasiswa pun demikian. Mengutip laman regional.kompas.com, seorang mahasiswa di Samarinda nekat gantung diri karena tak lulus kuliah selama tujuh tahun.

Kasus bunuh diri pelajar yang kian ramai, dengan alasan yang bisa dikatakan “sepele” mengindikasikan gagalnya sistem sekuler dalam membangun kepribadian pelajar. Kepribadian yang kuat, tahan banting oleh masalah, jauh dari hopeless, pun generasi yang bersandar pada solusi sahih ketika menghadapi persoalan kehidupan.

Tentu saja sistem sekuler gagal membentuk generasi seperti yang dimaksud. Karena jika bisa, pertanyaannya, dengan apa sistem sekuler membentuknya? Bukankah ia menihilkan agama dalam pengaturan urusan kehidupan? Bukankah ia mendidik generasi agar jauh dari agama, berpegang pada kerapuhannya semata?

Apakah sistem ini bisa membentuk generasi yang berkepribadian kuat  melalui kebijakan revolusi mental dan perbaikan karakter? Sungguh, tidak akan bisa. Berkaca pada realitas yang ada. Apalagi landasan utama kehidupan--tidak terkecuali pendidikan--adalah kebahagiaan dunia semata, jauh dari tujuan yang dihendaki Pencipta, Allah Swt.

Wajar jika generasi yang diasuh oleh sistem sekuler menjadi generasi yang salah asuh, generasi bermental kerupuk yang rapuh, menjadikan bunuh diri sebagai “solusi” permasalahannya. Karena dalam sistem ini, materi menjadi tujuan hakiki kehidupan. Berada di bangku sekolah, berakhir untuk memupuk materi semata. Generasi cenderung menjadikan pencapaian duniawi seseorang sebagai patokan keberhasilan hidup. Sehingga, apabila langkahnya tak sesuai patokan, seolah kebahagiaannya telah sirna. Paket komplitnya, agama tak menjadi pegangan, maka pupuslah harapannya yang berbuntut bunuh diri.

Dalam sistem sekuler juga, masyarakat penuh akan tekanan hidup, semisal sulit memperoleh kebutuhan mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan pun keamanan. Rakyat dipaksa mandiri, memenuhi semuanya sendiri. Negara abai akan hal ini, padahal tahu pasti betapa sulitnya mendapat itu semua. Ketika pintu seolah tertutup rapat, harapan memenuhinya kian sempit, ditambah tiadanya pegangan sahih, bunuh diri menjadi yang mesti dilakukan.

Menjadi suatu kewajaran apabila generasi bentukan sekuler kapitalisme dan yang diasuh oleh sistem Islam memiliki selisih yang luar biasa besar. Adalah karena sekuler kapitalisme berjalan dengan aturan yang dibuat pihak yang lemah, terbatas, dan serba kurang. Sedangkan sistem Islam berjalan berlandaskan wahyu Sang Maha sempurna, Allah Rabbul’alamin. Maka lahirlah generasi yang berkepribadian rapuh versus generasi yang berkepribadian kuat.

Islam menjadikan rida Allah sebagai tujuan hakiki seorang hamba. Terkait pendidikan, tujuan inti sistem warisan Rasulullah saw. adalah membangun kepribadian Islam, pelajar yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Generasi yang dididik dengan akidah Islam ini akan menjadikan Islam sebagai panduan dan solusi dalam mengarungi kehidupan. Pegangan ini tentu kuat, menjauhkan mereka dari kepribadian rapuh.

Tidak ada tekanan seperti dalam sistem sekuler, karena setiap kebutuhan individu rakyat akan dipenuhi oleh negara secara langsung maupun tidak langsung, tak terkecuali pendidikan. Di sistem ini juga tak terjadi dikotomi pendidikan seperti sistem hari ini, dimana dapat mengakibatkan putusnya harapan akibat tidak diterima di sekolah/universitas favorit/ternama. Karena negara dalam sistem Islam akan menghadirkan yang terbaik dan berkualitas, semuanya.

Dari pembahasan ini, tampak keandalan Islam dalam memberi yang terbaik bagi rakyat. Dengan demikian, persoalan kehidupan, khususnya pendidikan, seekstrem dan sekronis apapun akan bisa diatasi.

Wallahualam bissawab.