Impor Sapi Meledak, PMK pun Merebak

 



Oleh: Sri Mawarni, S.Pd

 

Sudah hampir dua bulan merebak penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi sejak pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022 lalu dan terus meluas ke sejumlah daerah. Data Kementerian Pertanian per 2 Juni 2022 menunjukkan bahwa 57.732 hewan ternak mengalami sakit dengan gejala PMK di 127 kabupaten dan kota di 18 provinsi. Sebagian telah terkonfirmasi positif terinfeksi PMK, sedangkan sebagian lainnya masih berstatus suspek.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menduga wabah  PMK muncul akibat maraknya impor sapi, dan impor ternak lainnya. Ia menjelaskan, Indonesia sebenarnya sudah bebas dari PMK sejak 1990-an. "Virus PMK ini muncul diduga karena impor  sapi, dan ternak lainnya dari luar yang meningkat dari negara-negara yang masih ada zonasinya wabah PMK.

Kebijakan impor ini didukung oleh undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Di dalam Pasal 36C ayat 1 dinyatakan bahwa: “Pemasukan ternak ruminansia indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukannya.”

Menurut pemerintah, pendekatan state base ini membuat Indonesia tidak leluasa mengimpor daging dan sapi dari berbagai negara. Karena tidak banyak Negara bebas PMK. Indonesia amat tergantung pasokan daging (dan sapi) dari Australia dan Selandia Baru. Sebenarnya, di luar Australia dan Selandia Baru, Indonesia bisa mengimpor daging dan sapi dari AS, Kanada dan Jepang yang bebas PMK. Indonesia lebih banyak mengimpor daging dan sapi dari Australia lantaran pertimbangan geografis, sehingga harganya lebih murah.

Setelah menggunakan UU 41 tahun 2014, mulailah Indonesia dibanjiri impor daging dari negara yang tidak bebas PMK, salah satunya India. Tahun 2022, Indonesia telah menargetkan impor daging dari India sebanyak 100.000 ton. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.

Anggota Komisi IV DPR drh H Slamet mengatakan, maraknya penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak diduga berasal dari keputusan Kementerian Pertanian (Kementan) mengimpor sapi dari India. Dia mengaku, sudah mengingatkan ketika pemerintah membuka keran impor sapi berbasis zonaisasi, bukan negara. Ketika akhirnya Kementan mengimpor sapi dari India yang harganya lebih murah, mendadak wabah PMK menyebar di seluruh Indonesia. Ribuan hewan ternak milik warga tiba-tiba mati secara bersamaan di berbagai daerah. Kedatangan sapi impor asal India yang memang belum bebas PMK dicurigai sebagai sumber penyebaran wabah tersebut.

 

Khilafah Menjamin Ketersediaan Hewan Ternak dan Kesehatannya.

Potret penguasa hari ini sangat bertolak belakang dengan potret  penguasa dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Dalam Khilafah, penguasanya (khalifah) hadir di tengah-tengah rakyat untuk memenuhi, menjamin, dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh rakyatnya. Karena, peran penguasa adalah pelayan bagi rakyat yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban apabila ia lalai dengan amanah yang diberikan padanya.

Tak terkecuali kebutuhan rakyat akan hewan ternak yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi manusia, harus dijamin Khalifah. Begitu pentingnya peran hewan ternak yang memiliki nilai gizi tinggi, dari susu dan dagingnya yang diperlukan agar tubuh manusia menjadi sehat. Bukan itu saja, hewan ternak pun diperlukan untuk pelaksanaan hari raya kurban, menunaikan zakat (zakat hewan ternak) dan sebagai dam pada saat melaksanakan ibadah haji. Allah SWT. berfirman:

”Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran yang penting bagi kamu. Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada di dalam perutnya, dan juga pada binatang itu terdapat manfaat yang banyak untuk kamu, dan sebagian dari padanya kamu makan.” (QS Al-Mukminum: 21).

Oleh karena itu, menyediakan hewan ternak yang sehat dan layak untuk dikonsumsi oleh rakyat menjadi tugas negara untuk memfasilitasinya. Dalam hal ini, maka Khilafah akan mengupayakan bibit ternak yang terbaik, riset terbaik, modal yang layak, pakan terbaik, mekanisme kerja peternakan yang baik, jaminan perdagangan bagi produsen terhadap tengkulak dan kartel juga termasuk perlindungan konsumen dari daging oplosan maupun beragam kecurangan yang lainnya.

Kebutuhan daging memang menjadi komoditas pangan yang strategis, apabila karena sesuatu hal misalnya terdapat wabah penyakit yang menyerang ternak. Hal ini menyebabkan negara tidak dapat menyediakan hewan ternak, maka Khilafah menjadikan impor hanya bersifat insidental.

Khilafah tetap mengupayakan memberdayakan peternakan di dalam negeri yang lebih diutamakan sehingga swasembada daging dapat terealisasi, bukan hanya untuk kebutuhan dalam negeri saja bahkan Khilafah mampu memenuhi kebutuhan daging hingga keluar negeri. Wallahu'alam.