Data Kasus Kekerasan Tidak Akurat, Bisakah Persoalan Perempuan Diselesaikan?

 

Oleh: Zaina Azzaina

 

Kehidupan yang nyaman dan aman tentu menjadi harapan semua orang di negeri ini. Namun, seiring meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menyebabkan masalah yang seolah tak berujung. Banyak kasus kekerasan tersebut dilakukan oleh pelaku yang merupakan orang dekat korban. Hal ini mengakibatkan trauma yang mendalam bahkan ada yang berakhir pada kematian.

Berdasarkan data aplikasi Simfoni-PPA pada 2021, jumlah kasus kekerasan di Sumut sebanyak 1.351 kasus, dengan jumlah korban sebesar 1.495 orang. Data ini terdiri dari 329 orang anak laki-laki, 708 orang anak perempuan dan 458 orang perempuan dewasa. Angka ini lebih tinggi dari tahun 2020 dengan jumlah 1.048 kasus, atau meningkat 303 kasus (28,9 persen). Begitu juga dengan korban, meningkat sebanyak 305 orang atau 25,6 persen.

Ini hanyalah gambaran kecil dari masalah yang terlapor saja, belumlah menjadi gambaran dari seluruh kasus yang terjadi atau dapat dikatakan belum akurat.  Disampaikan pula oleh Nawal Lubis, didampingi Kadis PPPA Sumut "Kasus kekerasan terhadap perempuan anak sudah banyak muncul di media massa, namun pelaporan dan pencatatan belum dapat menggambarkan kondisi tingkat kekerasan tersebut secara utuh,".

Lantas dengan masalah pendataan yang tidak akurat mampukah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak diselesaikan? Sebagaimana diketahui pendataan termasuk hal yang sangat penting untuk dapat dijadikan sebagai rujukan. Apabila dalam hal pendataan saja bermasalah, bagaimana lagi dengan penyelesaian kasus-kasus tersebut. Maka semestinya hal ini menjadi hal yang sangat urgent untuk diselesaikan.

Untuk menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak diperlukan paradigma yang menyeluruh. Mulai dari penyebab terjadinya kekerasan, pelaku kekerasan, jenis kekerasan, dan sebagainya. Semuanya harus diselediki secara lengkap dan tercatat dengan detail, hingga hal ini dapat menjadi sandaran untuk mengambil solusi atas kasus-kasus serupa bahkan dapat mencegah hal serupa terulang di tempat lainnya. Negeri ini harus berbenah terkait dengan masalah pendataan, karena tidak hanya data kakus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sebut saja data bansos bahkan e-KTP yang juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan masalah pendataan ini.

Kita bisa menyelesaikan masalah pendataan ini dengan kembali pada pengaturan Islam. Sebagaimana yang terjadi pada masa kekhalifahan, para pemimpin akan bertanggung jawab atas amanah yang dipikulnya dan dia akan ditanyai Allah swt. atas amanah ini di akhirat kelak. Maka setiap pemimpin akan selalu berhati-hati menjalankan amanah sekecil apapun itu. Untuk masalah administrasi maka di setiap kota akan ada amil yang bertanggung jawab yang kemudian akan dipantau serta diarahkan oleh para wali yang bertanggung jawab atas masing-masing provinsi. Lalu amil ini akan diawasi dan diarahkan oleh para muawin (wakil Khalifah) yang akan melaporkan segala perkembangannya kepada Khalifah.

Pelaksanaan administasi akan tercatat di badan khusus negara dengan menjalankan tiga prinsip, yaitu cepat, mudah dan profesional. Hal ini akan dikembangkan sesuai kemajuan teknologi hingga bisa semakin mempermudah pelayanan terhadap masyarakat. Termasuk terkait pengaduan dan hal-hal lain bisa dikembalikan kepada kebijakan Khalifah dimasa tertentu. Maka terkait dengan pendataan kekerasan pun akan mudah tercatat dengan baik tidak hanya bergantung dengan sistem pengaturan yang tepat namun juga ditentukan oleh para pelaksana yang takut pada Allah swt, hingga mereka akan berusaha keras untuk melakukan pendataan sebagaimana mestinya dan memastikan tidak ada yang terlewatkan.

Karena mereka mengimani akan ada hisab di yaumul akhir kelak. Sebagaimana firman Allah SWT:

ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Surat Ya-Sin, Ayat 65). Wallahu'alam.