PTM 100% : Antara Harapan dan Kekhawatiran

 



Aisyah Ummu Rasyid 

Aktivis Muslimah Tanjungbalai

 

Kasus covid19 di tanah air belum juga usai terkendali. Tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak- anak. Meski demikian pembelajaran tatap muka 100 % akan dilaksanakan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan, semua siswa wajib melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada semester II tahun ajaran 2021/2022, meskipun pandemi Covid-19 belum juga usai baik di Indonesia maupun di dunia.

 

Pendidikan Tatap Muka dilaksanakan karena pendidikan di Indonesia sudah tertinggal selama pandemi ini. Ini menjadi kekhawatiran bagi kita semua. Sejak maret 2020 anak anak menjalani belajar di rumah. Tentu itu sangat memprihatinkan karena ada dampak secara mental dan psikologis untuk anak.

 

Komisioner KPAI Retno Listyarti menyebut masih banyak pertimbangan yang membuat PTM awal tahun ini belum siap. KPAI melakukan pengawasan PTM selama tahun 2021 pada 17 sekolah yang berada di 18 kabupaten/kota di 8 provinsi. Hasil pengawasan menunjukkan bahwa masih banyak anak didik yang mengabaikan protokol kesehatan. Selain itu, ditemukan juga anak yang tengah demam atau sakit, tetapi tetap masuk sekolah. Hal lain yang menjadi perhatian yaitu banyak anak didik yang melakukan PTM masih belum divaksin. 

Retno juga mengkhawatirkan sekolah-sekolah yang tidak memiliki kemampuan memenuhi sarana prasarana untuk adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi. Padahal, sarana dan prasarana menjadi hal penting dalam pelaksanaan PTM.

Kebijakan pemerintah terkait penanganan covid serba tanggung dalam menyelesaikanan dampak kesehatan, dampak ekonomi, maupun dampak pendidikan dan dampak lainnya. Titik kritis yang perlu diketahui masyarakat adalah bahwa ada kesalahan paradigma ideologis yang diambil pemerintah untuk menyelesaikan problem covid 19. Dalam penanganan dampak pendidikan dengan kebijakan pendidikan tatap muka pemerintah tidak seratus persen menjaga keselamatan jiwa manusia dengan minimnya sarana prasarana yang disediakan untuk menunjang pendidikan tatap muka berbasis pandemi.

Sejak dari awal terjadinya pandemi, tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk mencegah masuknya covid 19 ini ke indonesia bahkan sebaliknya pemerintah membiarkan orang orang yang berasal dari daerah wabah ini untuk keluar masuk negeri ini kemudian akhirnya meluas wabah pandemi di indonesia. Pemerintah tidak secara cepat melakukan penanganan, sementara kasus covid 19 menyebar dengan cepat tanpa mampu dicegah. Mestinya pemerintah menyediakan sarana kesehatan untuk standar covid, namun direspon lambat oleh pemerintah. Hingga berdampak dalam bidang pendidikan, sejak maret 2020 pandemi terjadi menyebabkan carut marut pendidikan anak anak generasi yang tidak dapat berjalan dengan semestinya.

 

Mestinya ada tindakan segera untuk memutus rantai penularan secara total dengan segera, pandemi yang sudah berlarut larut sejak maret 2020 hingga saat ini. Peran negara sangat penting suksesnya PTM sehingga angka penularan pun menjadi 0, tidak memakan lebih banyak lagi korban. Harus ada sosialisasi dan edukasi dengan seluruh pihak yang terlibat dalam satuan pendidikan. Peningkatan 3 M ( Memakai masker, Menjagak jarak , Mencuci tangan )dan 3T( Testing/pemeriksaan dini, tracing/pelacakan, Treatment/perawatan )  di lingkungan sekolah.

Dalam sistem Islam negara  akan berusaha sekuat tenaga-serius untuk  menyelamatkan generasi dari terpaparnya covid-19, sehingga negara akan membiayai semua  sarana dan prasarana untuk PTM yang aman. Negaralah yang memenuhi anggaran untuk sarana dan prasarana PTM terbatas ke semua sekolah agar PTM aman untuk pendidikan generasi, bukan hanya mengandalkan sekolah

Paradigma yang mendasari penanganan wabah dalam islam adalah keselamatan jiwa manusia. Tidak ada lagi orang yang sakit, tidak ada lagi orang yang meninggal. Dengan paradigma kebutuhan publik, negara punya tanggungjawab menjamin kesehatan dan keselamatan jiwa rakyat. Sebagaimana sabda Rasilullah SAW:

 

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 

Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyat (HR. Bukhori).