Siyasah Syar'iyyah, Syari'at Islam Mampu Berantas Korupsi

 


Oleh : Tommy Abdillah

(Pemerhati Politik Islam Lembaga Studi Islam Multi Dimensi/eLSIM)

Kasus korupsi di Indonesia seperti tidak ada habisnya. Satu kasus masih diproses muncul kasus baru yang lebih besar lagi. Berdasarkan hasil survei Transparency International Indonesia menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2020 menempati peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei.

Mengutip berita on line Kompas.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka pada Sabtu (25/9/2021) dini hari.

Azis menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah.

Politisi Partai Golkar ini diduga memberikan uang pelicin sebesar Rp 3,1 miliar kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin untuk mengurus perkara di Lampung Tengah yang menyeret namanya dan kader Partai Golkar lainnya, yaitu Aliza Gunado, yang tengah diselidiki KPK.

Beberapa bulan terakhir (Agustus- September 2021) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah daerah seperti Bupati Kolaka Timur - Sulawesi Tenggara, Bupati Nganjuk - Jawa  Timur, Bupati Probolinggo - Jawa Timur, Bupati Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan dll.

Jumlah Kasus Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  mencatat Sepanjang tahun 2004-2019 telah memproses pidana 119 kepala daerah, yakni 17 Gubernur, 74 Bupati, dan 23 Wali kota. Pada tahun 2019 lalu saja, KPK telah menangkap tiga orang kepala daerah.

Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 254 anggota Dewan menjadi tersangka korupsi sepanjang 2014-2019. Sampai saat ini sudah ditetapkan sebagai terpidana korupsi oleh Tipikor.

Penyebab Korupsi

Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pernah mengatakan dihadapan KPK bahwa salah satu penyebab korupsi adalah biaya politik yang tinggi (high cost politic). Untuk menjadi anggota DPR saja ada yang mengeluarkan uang Rp 43 miliar. Untuk menjadi ketua umum parpol minimal menyediakan dana Rp 100-200 juta. Kalau menjadi calon kepala daerah Gubernur pernah menembus angka lebih dari 1 Triliun.

Wajar mantan Bupati Banjarnegara yang sekarang tersangka korupsi kasus pengadaan barang dan jasa) pernah membuat statement yang viral di sosmed bahwa gaji Bupati yang hanya 5 juta tidak akan mencukupi untuk mengembalikan biaya politik. Malah dia menyindir kalau gaji kepala daerah tidak dinaikkan bisa memicu terjadinya korupsi.

Peran Ompong KPK

Banyak pihak menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga anti risywah sangat lemah dan tak berdaya alias mandul.
Apalagi setelah KPK  memberhentikan 56 pegawainya yang tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi ASN. Tes wawasan kebangsaan dianggap sebagai bagian dari skenario  melemahkan peran KPK. Padahal 56 pegawai senior yang tidak lolos tes ini memiliki integritas dan loyalitas tinggi dalam peperangan melawan pencuri uang rakyat.

Kasus-kasus Mega korupsi yang dilakukan oleh pusaran kekuasaan tak jelas ujungnya. Buronan kasus korupsi, Harun Masiku mantan Caleg PDIP hingga kini belum tertangkap dan masih misteri.

Para Koruptor mendapatkan putusan hukuman yang ringan tidak sesuai dengan tindakan kejahatannya. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo hanya dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp.400 juta subsider 6 bulan kurungan. Mantan Menteri Sosial
Juliari P Batubara terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 hanya 12 tahun penjara seharusnya dihukum mati sesuai pernyataan Presiden Jokowi.

Perspektif Islam

Didalam Syari'ah Islam korupsi berbeda dengan mencuri. Korupsi terkategori perbuatan khianat, sedangkan mencuri (sariqah) adalah, akhdzul maal ‘ala wajhil ikhtifaa' wal istitar yang artinya mengambil harta orang lain secara diam-diam.

Sedang khianat ini bukan tindakan seseorang mengambil harta orang lain, tapi tindakan pengkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu. (Ref : Syaikh Abdurrahman Al-Maliki, Kitab Nizhamul Uqubat, hal 31).

Oleh karena itu, sanksi hukuman (uqubat) untuk khaa'in (pelaku khianat) bukanlah hukum potong tangan bagi pencuri (qath’ul yad) sebagaimana disyari'atkan Allah SWT

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (38)  

Artinya : "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah."(QS. Al-Ma'idah : 38)

Adapun sanksi hukumannya adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.

Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda, Artinya : "Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain dan penjambret).” (HR. Abu Dawud).

Lalu sanksi bagi koruptor diterapkan sanksi apa? Sanskinya disebut ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sangsinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.

(Ref : Syaikh Abdurrahman Al- Maliki, Kitab Nizhamul Uqubat, hal. 78-89).

Tindakan Preventif Menurut Syari'ah Islam

Sebenarnya faktor utama penyebab korupsi adalah faktor ideologi. Ini berarti, langkah paling utama dan paling penting yang paling wajib dilakukan adalah menghapuskan pemberlakuan ideologi demokrasi-kapitalis itu sendiri. Selanjutnya, setelah menghapuskan ideologi yang merusak itu, diterapkan Syari'ah Islam sebagai satu-satunya sistem hukum yang semestinya berlaku di negeri ini.

Tak dapat dipungkiri, di Indonesia berlaku pluralisme sistem hukum. Pluralisme sistem hukum ini sebenarnya adalah warisan kafir penjajah, bukan inisiatif asli bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Dalam sistem hukum plural ini terdapat 3 (tiga) sistem hukum ; yaitu sistem hukum Islam, sistem hukum adat, dan sistem hukum Barat.

Dengan diterapkannya Syari'ah Islam sebagai satu-satunya sistem hukum tunggal di negeri ini, maka Syariah Islam akan dapat memainkan perannya yang sangat efektif untuk memberantas korupsi, baik peran pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif).

Langkah Preventif

Secara preventif paling tidak ada 7  langkah untuk mencegah korupsi menurut Syari'ah Islam sbb :

1. Rekrutmen Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme. Dalam istilah Islam, mereka yang menjadi aparatur peradilan wajib memenuhi kriteria kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian Islam (Syakhshiyah islamiyah). Nabi SAW pernah bersabda,

إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ

فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

Artinya : “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. Bukhari no. 6.015)

2. Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Khalifah Umar bin Khaththab selalu memberikan arahan dan nasehat kepada bawahannya. Umar pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari, ”Kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok. Kalau kamu menundanya, pekerjaanmu akan menumpuk.

3. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Rasulullah SAW, bersabda,

Artinya : ”Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tak punya isteri, hendaklah dia menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR. Ahmad).

4. Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Rasulullah SAW bersabda,

Artinya : "Barangsiapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.” (HR. Abu Dawud).

Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi SAW berkata, “Hadiah yang diberikan  kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad).

5. Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.

6. Adanya teladan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya. Maka Islam menetapkan kalau seseorang memberi teladan yang bagus, dia juga akan mendapatkan pahala dari orang yang meneladaninya. Sebaliknya kalau memberi teladan yang buruk, dia juga akan mendapatkan dosa dari yang mengikutinya.

7. Pengawasan oleh negara dan masyarakat. Umar bin Khaththab langsung dikritik oleh masyarakat ketika akan menetapkan batas maksimal mahar sebesar 400 dirham. Pengkritik itu berkata, “Engkau tak berhak menetapkan itu, hai Umar.”

Penutup

Jelaslah bahwa syari'at Islam mampu untuk membabat dan memberantas korupsi sebab syari'at Islam bersumber dari zat yang mencipatkan alam semesta yakni Allah SWT.

Kalau memang korupsi telah terjadi, Syari'ah Islam mengatasinya dengan langkah kuratif dan tindakan represif yang tegas, yakni memberikan hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, seperti nasehat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan.

Wallahu a'lam