Extra Ordinary Crime : Mirisnya Nasib Generasi

 



Oleh: Qisti Pristiwani (Mahasiswi UMN AW)

 

Kasus narkoba adalah kasus extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang kasusnya melingkupi dunia internasional. Hingga hari ini, kasus ini belum berakhir di belahan dunia mana pun, termasuk Kota Medan. Meskipun aparat Kepolisian terus berupaya memberantas peredaran narkoba hingga ke akarnya, maraknya peredaran barang haram tersebut di Kota Medan seolah tak terbendung. Fakta di lapangan, mudah dilihat langsung atau di media massa sejumlah orang tertangkap tangan mengantar atau memasarkan zat terlarang tersebut (Waspada.co.id 24/1/2021).

            Tampaknya aparat kepolisian belum benar-benar memberantas kasus narkoba ini sampai ke akarnya. Meskipun aparat telah menemukan beberapa gudang narkoba yang menjadi pusat pengedaran narkoba di Kota Medan, hal ini tak membuat kasus narkoba menurun. Mirisnya, selama masa pandemi ini pun, jumlah kasus peredaran narkoba meningkat. Kapolrestabes Medan Komisaris Besar (Kombes) Riko Sunarko menyebutkan pihaknya berhasil mengungkap peredaran 54,9 kg sabu dan 977 butir ekstasi dari hasil penindakan sejak Juli s/d Oktober 2020 (Merdeka.com 12/11/2020).

            Peredaran narkoba bagaikan lingkaran setan kerusakan kehidupan sosial. Bermula dari narkoba, muncul berbagai kasus kriminal lainnya seperti pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, hingga berujung pada penyebaran HIV/AIDS. Bahkan ada lagi kasus yang sempat viral, orangtua yang 'menjual' anaknya demi narkoba. Tentu hal ini sangat berbahaya. Kasus ini bila tidak ditangani secara sigap dan tuntas, maka akan terus berulang dan merusak tatanan kehidupan sosial. Pemberantasan kasus narkoba ini harusnya tidak sekedar mencari “gudang” pengedarannya. Tapi menyelesaikan akar utama adanya peredaran narkoba.

Tingginya kasus narkoba di Kota Medan ini tak terlepas dari berbagai faktor sosial. Di mulai dari aturan yang kurang tegas, renggangnya perhatian aparat, kurangnya edukasi kepada masyarakat, pengaruh pergaulan yang menyimpang, menjadi faktor cabang merebaknya kasus ini. Namun, faktor utama yang menjadi biang munculnya kejahatan ini adalah telah mendarahnya gaya hidup liberalisme-sekuler pada diri masyarakat akibat penerapan sistem tatanan kehidupan kapitalisme oleh Negara. Pemikiran ini berasaskan pada pandangan kehidupan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan). Sehingga, melahirkan pemikiran yang liberal (bebas). Gaya hidup liberal-sekuler mendorong masyarakat ingin tahu dan mendekati barang haram ini, bahkan dijadikan sebagai pelampiasan rasa penat akibat tekanan kehidupan. Hal ini menjadi pemicu tingginya permintaan masyarakat akan narkoba. Sehingga, para pengedar semakin gencar memasok kebutuhan narkoba. Kejahatan luar biasa ini sungguh berbahaya bagi generasi.

            Kapitalisme-liberal menyandarkan tolak-ukur perbuatan pada kebermanfaatan materi, bukan pada halal dan haramnya suatu materi. Sehingga dalam menilai aktivitas maksiat pun bisa kontra produktif. Menolak peredaran narkoba, namun masih mengizinkan operasional perdiskotikan. Padahal, tempat ini rawan menjadi tempat pendistribusian dan pengkonsumsian narkoba. Menolak pergaulan bebas, namun tak memberlakukan aturan tegas untuk minuman beralkohol dan berpakaian. Padahal, kemaksiatan tersebut terjadi secara sistemik yang tak bisa dilepaskan dari berbagai faktor pemicunya. Pemerintah masih mempertimbangkan untung rugi bila aturan-aturan tersebut diterapkan dan sanksi berupa penjara pun belum efektif untuk menekan kasus ini. Sehingga, kejahatan ini akan terus-menerus terjadi dan tak akan ada habisnya. Inilah buah busuk dari penerapan sistem kapitalisme-liberal dalam kehidupan.

            Hal ini akan berbeda bila hukum Islam diterapkan secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah Islamiyyah. Islam menjaga akal, jiwa, kehormatan, harta dan agama seseorang. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 195 “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.            Karenanya, Islam memerintahkan untuk menjauhi diri dari hal-hal yang dapat merusak akal, jiwa, kehormatan, harta dan agama tersebut. Islam mengharamkan narkoba, alkohol, dan segala zat yang mendatangkan mudharat. Ummu Salamah mengatakan, ”Rasulullah SAW melarang dari segala memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud). Dalam pengkajian para ulama, narkoba termasuk dalam pembahasan mufattirot (pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa) dan diharamkan dalam Islam.  Demikian juga dalam penelitian medis, sudah tak awwam lagi bagi kita bahwa narkoba dapat merusak syaraf, menghilangkan kesadaran manusia dan banyak bahaya yang ditimbulkan dari mengkonsumsi narkoba ini.

            Dalam tatanan kehidupan masyarakat Islam, semua unit sosial dari tingkat terkecil seperti keluarga hingga masyarakat dan negara berperan aktif dalam menegakkan aturan syariat Islam. Keluarga yang bertaqwa akan mendidik dan mengokohkan aqidah Islamiyyah pada tiap-tiap anggota keluarganya. Sehingga, anak-anaknya akan tumbuh menjadi generasi bertaqwa dan menjauhi kemaksiatan tersebut. Pada lingkungan masyarakat, mereka berperan sebagai control society (kontrol sosial) yang aktif menegakkan amar ma’ruf-nahyi mungkar. Tingginya rasa peduli masyarakat atas pentingnya menegakkan amar ma’ruf nahyi mungkar ini akan meminimalisir terjadinya kejahatan dan kemaksiatan tersebut. Semua itu berjalan atas keimanan kepada Allah swt semata.

Negara juga memainkan peran yang sangat penting dalam hal ini. Islam mendorong negara menegakkan sanksi yang tegas dengan menjatuhkan ta’zir kepada produser, pengedar, pengonsumsi barang haram ini. Ta’zir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi (hakim), misalnya hukuman cambuk, penjara, sesuai tingkat kesalahannya. Bahkan, ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukum mati (Saud al-Utaibi, al-Mausuah al Jinayah al-Islamiyyah 1/708-709, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 dan 89). Islam memberi sanksi tegas sehingga menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Selain pemberian sanksi, negara juga memiliki aturan yang rinci sebagai upaya preventif agar tidak terjadi kasus kriminalitas dalam kehidupan. Negara akan mengedukasi masyarakat agar mengokohkan keimanan dan menutup segala jalan yang menghantarkan kepada kemaksiatan. Inilah peran negara sebagai pengurus urusan masyarakat, sehingga masyarakat terbebas dari kemaksiatan dan hidup sejahtera. Hal ini akan terwujud bila sistem Islam Kaffah diterapkan oleh negara. Karenanya, mari kembali kepada sistem kehidupan Islam yang sempurna ini. Wallahua’lam bisshowab.