Adakah Batasan Usia Nikah Dalam Islam?

 



Oleh: Umi Jamilah, S.Pd (Aktivis Muslimah)


Di masa pandemi Covid-19 ini, angka pernikahan usia dini terus meningkat. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, mengkritik Pengadilan Agama Medan pada kasus 30 pengajuan dispensasi usia menikah (menikah di bawah usia 19 tahun).


Komnas PA meminta agar pengadilan agama tidak memberikan dispensasi tersebut. “Jika ada lembaga yang menikahkan anak usia di bawah 18 tahun, maka itu merupakan bentuk pelanggaran. MK sudah jelas mengatakan tidak ada perkawinan di bawah 18 tahun apapun alasannya. Justru izin dari orangtua adalah pelanggaran terhadap hak anak. Dia melanggar UU,” jelasnya. (sumutpos, 8/10/2020).


Dalam Undang-Undang sudah dijelaskan, usia minimal menikah adalah 19 tahun, baik laki- laki maupun perempuan. Karena MK sudah memutuskannya, jadi jika ketahuan ada yang nekat menikahkan anak dibawah usia 19 tahun akan mendapatkan sanksi. Adanya aturan seperti itu dikarenakan beberapa faktor. Antara lain: Pertama, risiko kesehatan reproduksi baik laki-laki maupun perempuan. Kedua, menghambat masa depan anak. Ketiga, masih harus mendapatkan perlindungan dari orang yang lebih dewasa. Keempat, harus menanggung beban berat yaitu harus menghidupi keluarganya.


Dalam sistem kapitalisme ini, anak - anak mengikuti gaya hidup bebas ala Barat. Menikah dipersulit, tapi syahwat dieksploitasi bahkan dijadikan industri. Adanya fenomena seks bebas yang berujung pada kehamilan. Tingkat kematangan organ reproduksi anak-anak tidak diimbangi dengan kematangan cara berpikir. Tontonan dan gaya hidup yang disuguhkan mendorong anak-anak dan remaja untuk pacaran, bersenang-senang sesuai keinginan mereka dan mengumbar syahwat. Wajar saja bila mereka sudah kebelet menikah walaupun belum mempunyai kematangan kepribadian yang mencakup kematangan berpikir dan bersikap.


Islam berbeda dengan kapitalisme. Dalam Islam, anak-anak akan dibekali dengan pendidikan (taklim) dan pembinaan (tasqif) secara optimal. Kepribadian (syakhsiyah) mereka digembleng sehingga saat baligh mereka telah siap menerima taklif hukum, termasuk perihal pernikahan.


Dalam Islam, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, seksualitas adalah anugerah Allah, agar manusia dapat mengemban misi hidupnya. Kedua, seks hanya dipenuhi dengan jalan pernikahan. Ketiga, sejak dini anak dihindarkan dari tayangan dan informasi yang berbau pornografi dan pornoaksi. Keempat, membiasakan meminta izin saat memasuki kamar orangtua. Kelima, memberikan informasi yang sesuai dengan perkembangan anak. Keenam, menanamkan unsur keimanan setiap perilakunya. Ketujuh, memahamkan anak tentang konsep pendidikan dan pergaulan islam secara kaffah.


Menurut Islam, menikah di usia muda tidak masalah jika syarat dan rukun nikah terpenuhi dan tidak ada pelanggaran hukum syara, yaitu kehamilan yang tidak diinginkan. Mereka juga harus bertanggung jawab atas pilihannya tersebut dan menikah tidak untuk main-main.


Islam tidak menentukan usia pernikahan baik bagi laki- laki maupun perempuan. Alquran dan as-sunnah tidak pernah ditemukan tentang batas usia pernikahan. Di dalam Shahih Muslim ada sebuah riwayat dari Aisyah ra, beliau berkata: "Rasulullah Saw menikahiku pada usiaku yang keenam. Dan beliau tinggal serumah denganku pada usiaku yang kesembilan". (HR. Muslim).


Saat menikahi Aisyah ra, usia Rasulullah Saw. genap lima puluh empat tahun, sementara Aisyah ra baru berusia sembilan tahun. Pernikahan Rasulullah Saw. dengan Aisyah ra ini atas perintah Allah. Aisyah ra lah satu-satunya istri Rasulullah SAW yang perawan. Begitu pun Ummu kultsum putri Ali ra. Dia masih sangat kecil, menikah dengan Umar saat usia Umar menginjak usia yang keenam puluh tahun.


Jadi, Islam membolehkan laki-laki menikahi perempuan yang belum baligh namun belum boleh digauli sampai menginjak pada usia di mana dia telah memiliki keinginan terhadap hal ini. Upaya melarang pernikahan dini bisa dianggap salah satu bentuk kedurhakaan, karena apa yang telah dihalalkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak boleh diharamkan manusia. Sebagaimana firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS.Al Maidah : 87).


Maka, segala perbuatan Rasulullah SAW termasuk perkataan dan diamnya beliau adalah hukum syariat bagi kaum muslimin. Wallahua'lam bishshowwab.