IBU, GURU PERTAMA DAN UTAMA



Oleh: Risma Ummu Khalishah

Imam  asy-Syafi'i mengatakan, " ketika aku telah menghafalkan Alqur'an(30 juz), aku masuk ke masjid. Aku mulai duduk di majelisnya para ulama. Mendengarkan hadist atau pembahasan-pembahasan lainnya. Aku pun menghafalkannya juga. Ibuku tidak memiliki sesuatu yang bisa ia berikan kepadaku untuk membeli kertas( buku) untuk mencatat. Jika kulihat bongkahan tulang yang lebar, kupungut, lalu ku jadikan tempat menulis. Apabila sudah penuh, kuletakkan di tempayan yang kami miliki". ( Ibnu al Jauzi dalam Shifatu Shafwah, 2/249 dan ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 51/182)

Maasyaallah meski dalam kekurangan secara financial, kesulitan ekonomi dan tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menguasai berbagai tsaqofah islam, khususnya ilmu hadist, namun, Imam Syafi'i kecil memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap ilmu melebihi yang lain.
Imam Syafi'i di usia 7 tahun sudah hafal Alqur'an dan di usia 12 tahun sudah hafal kitab gurunya Imam Malik yaitu kitab al Muwaththa'.


Beliau juga mampu menguasai berbagai ilmu seperti hadist,  bahasa arab dan sya'ir yang menghantarkannya menjadi mufti di usia 15 tahun. Kemudian beliau menjadi seorang ulama di bidang fiqih dan dikenal sebagai orang yang berhati hati dalam menetapkan hukum.


Tidak berbeda dengan imam Syafi'i, masa kecil Imam Bukhari juga penuh dengan perjalanan ilmu. Selalu antusias belajar, rajin menghadiri majelis majelis ilmu dan duduk bersama para  masyayikh untuk menyerap ilmu khususnya hadist. 

Bukhari kecil sudah yatim dan buta sejak kecil.
Beliau diasuh dan dididik langsung oleh ibunya.
Imam Bukhari akhirnya bisa melihat lagi karena Allah mengabulkan doa doa ibunya yang deras mengalir agar Imam bukhari memiliki mata yang normal. Maasyaallah
Imam Bukhari memiliki daya hafalan yang sangat kuat dan belajar nyaris tanpa catatan. 
Bukan beliau meremehkan ilmu dengan tidak mencatat, tapi beliau justru lebih banyak menyerap ilmu dgn berpedoman kepada hafalannya.

Kedua ulama diatas adalah ulama yang banyak sekali mewariskan ilmu Alqur'an dan hadist pada ummat islam. Mereka adalah ulama dunia  yang keilmuannya dan namanya akan selalu di kenang hingga akhir zaman.

Kecerdasan dan keberhasilan Kedua ulama diatas tersebut tidak terlepas dari peran  orang tua, terutama ibu, sebagai pendidik pertama dan utama, kemudian sistem pendidikan yang berbasis aqidah islam, juga negara yang berdasarkan idiologi islam yang berlandaskan Alqur'an dan Sunnah.

Ada kesamaan dari kedua ulama diatas, yaitu, mereka keduanya adalah ulama yang sangat mencintai ilmu, bersungguh sungguh menyerap ilmu, walau dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Mereka juga sama sama memiliki ibu yang luar biasa. Ibu yang sholiha, yang bertaqwa kepada Allah SWT, yang gigih berjuang untuk mencetak generasi emas. 
Ibu yang tidak hanya gigih dalam pengupayaan tapi juga yang deras dari lisan nya untaian doa- doa untuk keberhasilan dan keshalihan anak anaknya.

Maka itu penting bagi kita seorang ibu, untuk mengambil teladan dari ibu kedua ulama ini, wahai Ibu,berazzamlah  kepada Allah untuk selalu mendidik anak agar menjadi Ahli Qur'an, ahli hadist, hamba yang sholih, yang hidupnya untuk kemuliaan islam, dan selalu memperhatikan lisannya dlm berucap, serta selalu mederaskan doanya kepada anak anaknya agar mereka diberi keberkahan dan kemuliaan dan kebaikan serta keselamatan.

Semoga kita semua dikaruniai anak yang sholih sholiha, yang bertaqwa yang mencintai ilmu dan mulia hidup dengan keberkahan ilmu.

Rabbi hablii minassholihiin

Aamiin Allahumma Aamiin

Tanjungbalai, juli 2020