Negara Layak Anak yang Sejati (Menyikapi kasus pedofilia pada anak)


Oleh: Alfisyah S.Pd
(Ibu Rumah Tangga, Guru, dan Aktivis FORMUCI Medan)

Fenomena perilaku pedofilia sangat meresahkan siapapun hari ini. Beberapa hari lalu pada bulan Juli 2019 terjadi pelaporan terhadap seorang pria yang menggauli putri kandungnya sendiri di daerah Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Perilaku bejat ini sudah berlangsung lama sejak sang putri berusia 7 tahun hingga kini sudah berusia 13 tahun. Perlakuan sang ayah yang bejat itu terakhir dilakukan tanggal 30 juli 2019. Esoknya melalui kerabat sang putri, ayah tersebut dilaporkan. Ancaman dibawah pisau  membuat sang putri kandung tak berdaya. Sampai dirinya tidak tahan lagi lalu membuka rahasia ini setelah bertahun-tahun menghantuinya. Sang putri pun bercerita bahwa pada usia 7 tahun itu ibunya bercerai dengan ayahnya. Lalu dirinya dan kakaknya harus tinggal dengan ayahnya dan menerima perlakuan tak senonoh ini.
Naluri kebapakan yang seharusnya melindungi telah berubah menjadi petaka. Syahwat yang muncul akibat bercerai, ternyata mampu dan tega menyalurkannya pada putrinya sendiri. Rasa kemanusiaanpun telah tercabut menjadi rasa perikehewanan sebab hanya hewan yang tega dan mau memangsa tubuh anaknya sendiri.
Melihat fenomena buruk tersebut, sebenarnya siapa yang patut disalahkan? Tentu banyak pihak yang mesti kita koreksi satu persatu. Ada yang menyalahkan ibunya, sebab meninggalkan anaknya, ada yang menyalahkan sang ayah, ada yang menyalahkan keimanan sang ayah, ada yang menyalahkan negara, bahkan ada yang menyalahkan masyarakat sekitar.
Semua pihak itu sesungguhnya hanya pihak cabang. Penyebab utamanya adalah sistem kapitalisme sekulerisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem sekulerisme kapitalis telah membuat seorang ibu hari ini tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sistem kapitalisme memaksa mereka meninggalkan anak-anaknya karena faktor ekonomi maupun faktor lainnya. Sistem kapitalisme juga telah membuat seorang ayah tidak bisa mengalihkan dan menahan hawa nafsunya yang membuncah serta memenuhinya hanya pada yang halal untuknya. Masyarakat yang cuek, tidak peduli dan menutup mata juga melengkapinya. Masyarakat ini lahir dari sistem kapitalis yang individualis dan jauh dari rasa peduli.
Akar masalahnya adalah sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini ke seluruh wilayahnya, hingga ke pedesaan. Sistem kapitalisme ini mengusung kebebasan bagi semua orang, padahal dalam realisasinya menimbulkan kekacauan dan nestapa.
Andai sistem Islam yang diberlakukan di negeri ini niscaya akan berbeda 180 derajat. Seorang ibu akan menjalankan tugasnya secara maksimal sesuai syariat, lalu ayah dengan perannya dan masyarakatpun akan cerdas dan peduli, amar ma’ruf nahi mungkar akan terealisir. Negara sebagai pengawas dan pelaksana hukum Islam akan memberikan sanksi tegas pada pelaku pedofilia, meskipun pada anaknya sendiri. Hukum yang tegas ini akan memberikan efek jera bagi pelaku yang lain agar berfikir seribu kali untuk melakukan berbagai tindakan pelecehan seksual. Upaya penindakan dan pencegahan pun akan sekaligus berjalan. Sebab hanya syariah Islam saja yang akan menerapkannya. Oleh karena itu, anak akan aman meskipun tinggal bersama ayahnya, pamannya dan tentu masyarakatnya. Negara yang menerapkan Syariah Islam itulah yang akan menjadi negara layak anak yang sejati. InsyaaAllah. Wallahua'lam.