AGAR ANAK RINGAN MENJALANKAN SHOLAT



Oleh: Ummu Sholeha (Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Muslimah Medan)

Dalam Islam menjalankan perintah sholat adalah perkara terpenting setelah syahadat, sholat merupakan tiang agama, serta merupakan amalan pertama yang dihisab dan juga merupakan pembeda antar keimanan dan kekufuran. Setiap muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan rasul-Nya maka ia wajib menjalankan ibadah tersebut dan ketika dengan sengaja meninggalkan sholat maka akan diancam dengan neraka jahanam.

Bagi orang tua muslim pengajaran ibadah yang pertama kali diajarakan adalah sholat, orang tua akan merasa tenang ketika anak-anaknya sudah menjalankan ibadah sholat dengan sempurna. Dan menimbulkan suatu kekhawatiaran  bahkan kesedihan pada orang tua apabila melihat anak-anaknya  malas, lalai atau bahkan enggan menjalankan sholat apalagi pada anak-anak yang usianya menjelang baligh. Apabila terjadi seperti ini maka kita sebagai orang tua butuh mengevalusi proses pembelajaran dan penanaman aqidah yang selama ini dijalankan. Apakah proses dijalani dengan cara perintah dan omelan atau proses pembentukan kesadaran.

Disini kita fahami setiap orang tua pastinya mengalami kesulitan mengajak anak untuk shalat karena shalat adalah konsekuensi dari keimanan, perkara ini tentu membutuhkan proses pendidikan dengan waktu yang memadai. Ketika kita menyuruhnya dengan cara omelan dan ancaman mungkin anak akan cepat menjalankannya namun itu tidak akan bertahan lama, karena pada dasarnya kesadaran itu tidaklah terbentuk. Proses awal itu memang anak harus kuat pada fondasi aqidah Islam dan tsaqafah Islam. Disinilah Allah perintahkan orang tua memberikan pendidikan terbaik dengan proses yang benar. Kalau setiap orang tua selalu mudah dalam mengajak anaknya shalat tentu tidak perlu lagi ikhtiar mendidik. Disini pula ladang pahala bagi kita dan jalan bagi kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah swt. 
Mendidik anak agar terbangun kesadarannya harus memiliki tiga basis yaitu berbasis aqidah Islam, berbasis orang tua dan berbasis usia anak. Ketiga basis ini harus dipahami orang tua. Berbasis aqidah  maksudnya pendidikan itu tidak terlepas dari aqidah Islam dan semua pelajaran harus terintegral dengan aqidah. Berbasis orang tua bahwa pendidikan itu dimulai dari ketauladanan orang tua, lisan dan amal harus sejalan. Berbasis usia bahwa mendidik anak harus memperhitungkan usia anak. Dari sini kurikulum pendidikan itu dirancang dan lisan-lisan orang tua bisa diucapkan.

Sejatinya anak melaksanakan shalat itu diawal perkara disuruh terlebih dahulu, hanya bagaimana anak tidak disuruh setiap menjalankan kewajiban tentu ini proses yang membutuhkan kesabaran. Pada anak usia dini kemarahan tidaklah berguna untuk meminta dia melaksanakan shalat, kalaupun dia melaksanakan bukan didorong oleh kesadaran aqidah Islam. Tugas kita meletakkan pondasi aqidah Islam itu agar semakin kokoh dan memberikan tsaqafah Islam yang kuat. Jika anak belum mau melaksanakan shalat tidak mengapa, kita tidak perlu memarahi tapi fokuslah merangsang berpikirnya, memperkaya tsaqafahnya, merangsang naluri beragamanya.

Jika anak beralasan capek shalat, wajar sekali sebab shalat belum menjadi kewajiban anak, Allah tidak membebani anak usia dini harus shalat. Orangtua bisa menstimuls aqidah Islam, “Nak bagaimana jika Allah capek memberikan adik nafas, atau Allah-nya ngantuk, apa yang terjadi? “Ini adalah upaya menyentuh naluri beragama, upaya mengakui keagungan Allah dan harus bersyukur kepada Allah, caranya dengan taat salah satunya adalah melaksanakan shalat. Perkara ini menuntut kecerdasan berbahasa Ibu.
Untuk membangun kesadaran anak dalam mendirikan shalat maka  langkah-langkah berikut bisa ditempuh :
1. Mulai dari ketauladanan orang tua, orang tua harus rajin shalat dan memilih waktu-waktu utama, ayah rajin ke mesjid dan mengajak semua anak-anaknya untuk melaksanakan shalat, tidak perlu banyak perintah segera kondisikan saja dan buat suasana bahwa shalat adalah bagian dari pola hidup seorang muslim dan bagian ibadah utama keluarga.
2. Sejak usia dini 0-6 tahun bangun pondasi aqidah Islam yang kokoh pada diri anak, tuntaskan bahasan iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Rasul2, iman kepada kitab, iman kepada hari kiamat, iman kepada qadha dan qadar di usia ini secara berkala. Fondasi aqidah yang kokoh akan mendorong anak untuk taat pada Allah. Mengingat usia ini akal anak belum sempurna dan kesadaran anak lebih kepada kesadaran emosional maka konsep pembelajarannya di usia ini adalah memberikan stimulus-stimulus berpikir tentang tsaqafah Islam wa bil khusus tentang shalat dan stimulus-stimulus naluri beragama (gharizah tadayyun). Anak melaksanakan shalat karena dorongan dirinya bukan karena dipakasa. Jika anak tidak mau melaksanakan shalat tidak mengapa namun stimulusnya harus tetap berjalan.

3. Usia 7 tahun perintahkan anak shalat secara rutin dan disiplin karena dorongan iman. Usia 7 tahun adalah sinyal akal anak sudah sempurna (‘aqil), anak sudah memahami konsekuensi shalat bila dilaksanakan akan Allah masukkan ke surgaNya dan jika meninggalkan ancamannya adalah pahala. Pada usia ini kesadaran rasional anak berjalan dengan baik maka berikan tsaqafah Islam lebih rinci tentang fiqh shalat agar shalat ananda semakin sempurna dan butuh untuk dibiasakan shalat dan didisiplinkan dengan ketat. Berikan juga tsaqafah lainnya terutama untuk semakin mengkohkan pondasi aqidah Islam.

4. Jika anak sudah menginjak 10 tahun diharapkan orang tua sudah tidak memiliki masalah lagi tentang kesadaran anak dalam melaksanakan shalat karena usia ini diharapkan kepribadian Islam anak sudah terbentuk. Namun jika usia ini anak tidak shalat maka pukullah dengan pukulan dalam rangka ta’dib bukan dalam rangka emosional yang membuat anak terluka. Namun orang tua harus adil, pukulan itu bisa ditempuh ketika pendidikan tentang shalat sudah diberikan sempurna.

5. Orang tua senantiasa banyak berdoa untuk kemudahan dalam shalat ananda. 
6. Dalil
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang senantiasa mendirikan salat, Wahai Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)
Wallahu’alam.