Upah Minimum 2021 Tak Naik, Demokrasi Tak Peduli Kesejahteraan Buruh

 


Oleh: Susan Efrina (Aktivis Muslimah dan Member AMK)


Kebijakan mempertahankan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk 2021 bagi pekerja dinilai oleh Menkeu sudah tepat. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19).


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, aturan tersebut merupakan salah satu instrumen yang dibuat pemerintah agar perusahaan tidak semakin tertekan dalam masa pemulihan ekonomi di tengah pandemi covid-19 ini. Artinya, hal ini bisa mengantisipasi adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). "Ini merupakan instrumen fiskal yang mana membantu perusahaan. Ini kita cari titik balance-nya dari pemerintah menggunakan berbagai instrumen." kata Sri Mulyani dalam video virtual.  (inews.id, 27/10/2020).


Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2021 tidak naik atau sama dengan tahun ini. Sejauh ini, sudah 18 provinsi yang sepakat dengan nilai penetapan UMP tersebut. Sementara 16 provinsi lainnya belum menentukan untuk sepakat dengan menerapkan UMP mendatang. Salah satunya yakni Sumatera Utara (Sumut). Adapun UMP Sumatera Utara 2020 diketahui sejumlah Rp. 2.499.422.


Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, upah tak dinaikkan karena perusahaan kesulitan di tengah pandemi covid-19. Penetapan upah minimum tahun 2021 pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19) yang di rilis menaker. "Terkait dengan Upah Minimum Provinsi sudah ada laporan 18 provinsi yang akan mengikuti Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan," ujar Menaker baru-baru ini. (inews.id, 30/10/2020).


Adapun provinsi yang dimaksud yaitu: Jawa Barat, Banten, Bali, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi  Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Papua. Daftar lengkap UMP 2021 sebagai berikut dilansir dari sumut.inews.id.

1. Nangroe Aceh Darussalam Rp. 3.165.030

2. Sumatera Utara Rp. 2.499.422

3. Sumatera Barat Rp. 2.484.041

4. Sumatera Selatan Rp. 3.043.111

5. Riau Rp. 2.888.563

6. Kepulauan Riau Rp. 3.005.383

7. Bangka Belitung Rp. 3.230.022

8. Bengkulu Rp. 2.213.604

9. Lampung Rp. 2.431.324

10. DKI Jakarta Rp. 4.276.349

11. Banten Rp. 2.460.968

12. Jawa Barat Rp. 1.810.350

13. Jawa Tengah Rp. 1.742.015

14. Jawa Timur Rp. 1.768.777

15. Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY) Rp. 1.704.607

16. Bali Rp. 2.493.523

17. Nusa Tenggara Barat Rp. 2.183.883

18. Nusa Tenggara Timur Rp. 1.945.902

19. Kalimantan Selatan Rp. 2.877.447

20. Kalimantan Timur Rp. 2.981.378

21. Kalimantan Barat Rp. 2.399.698

22. Kalimantan Tengah Rp. 2.890.093

23. Kalimantan Utara Rp. 3.000.803

24. Sulawesi Selatan Rp. 3.103.800

25. Sulawesi Utara Rp. 3.310.722

26. Sulawesi Tenggara Rp. 2.552.014

27. Sulawesi Tengah Rp. 2.303.710

28. Sulawesi Barat Rp. 2.571.328

29. Gorontalo Rp. 2.586.900

30. Maluku Rp. 2.604.960

31. Maluku Utara Rp. 2.721.530

32. Papua Rp. 3.516.700

33. Papua Barat Rp. 3.184.225.


Lagi dan lagi, terlihat bahwa sistem ini tidak mampu untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Sistem ini hanya mampu memberikan perlindungan bagi para pemilik modal saja. Pemerintah lebih mengutamakan keuntungan para kapital dari pada rakyat/pekerja. Padahal pekerjalah yang banyak memberikan kontribusi kepada pengusaha untuk memperoleh keuntungan.


Dalam sistem kapitalis, negara lebih mementingkan para kapital dibandingkan nasib para pekerja yang notabene mereka adalah rakyat. Azas manfaat/keuntungan lebih dominan di dalam sistem ini. Seharusnya, negara menjadi pelindung bagi rakyat untuk memenuhi segala kebutuhan pokok dan menjaga kesejahteraan rakyat. Bukan abai dan diam akan nasib pekerja. Pekerja: Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang dirasakan oleh para pekerja saat ini.


Karena tekanan ekonomi yang sedang terjadi pada saat pandemi corona ini, menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan yang tidak berpihak pada pekerja. Bukti nyata bahwa penerapan sistem kapitalisme, pemerintah membuat kebijakan yang berpihak pada para kapital/perusahaan.  Omong kosong demokrasi yang katanya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang ada kapitalis mengambil semua hak rakyat. Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja lebih berpihak pada pengusaha dan mengorbankan nasib para pekerja.


Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, jika upah minimum tidak naik maka akan terjadi efek ke daya beli buruh akan sulit pulih dalam waktu cepat. "Jadi dengan tekanan ekonomi seperti ini, sebaiknya pemerintah mendorong kenaikan upah minimum. Persoalan besaran kenaikan tentu harus mempertimbangkan indikator ekonomi dan forum triparti di mana pemerintah berfungsi sebagai mediator," kata Bhima saat dihubungi. (okezone.com, 28/10/2020).


Ajaran Islam sangat memperhatikan para pekerja. Dari segi pemberian upah /gaji agar jangan sampai tertunda-tunda. Islam sangat memperhatikan nasib para pekerja serta memberikan perlindungan. Islam memandang hubungan antara atasan/majikan dan pekerjanya layaknya saudara. Pekerja diberikan upah sesuai dengan tugasnya. Jika tugasnya berat, maka akan diberikan upah yang sangat besar. Sebaliknya, tugasnya ringan akan diberikan upah yang sedikit sesuai dengan tugas yang diberikan oleh atasan/majikan. Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Berikanlah upah kepada pekerjamu sebelum kering keringatnya," (HR. Ibnu Majah, Tabrani dan Hakim).


Negara membuat peraturan terkait upah minimum untuk kemaslahatan pekerja dari segi ekonomi dan sosial. Negara wajib memperhatikan kehidupan dan kebutuhan para pekerja dengan memberikan upah yang layak. Bukan sebaliknya, berpihak pada para pemilik modal yang mengeruk keuntungan di atas penderitaan kaum pekerja. Negara bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya. Negara mempunyai peran dalam menetapkan upah minimum. Peraturan yang dikeluarkan oleh negara memaksa agar pengusaha memberikan upah yang layak bagi pekerjanya, dengan kata lain pengusaha harus tunduk pada peraturan yang telah dibuat oleh negara. Jika pengusaha abai dalam memberikan upah, maka akan diberikan sanksi tegas.


Islam adalah agama yang adil dan sempurna, bukan hanya mengurusi ibadah saja. Tetapi Islam juga mengajarkan kita agar menunaikan hak pekerja sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pada saat pertama pekerja menjalankan tugasnya. Anjuran ini di buat untuk kebaikan atasan/majikan agar terhindar dari kezoliman. Karena pekerja adalah aset yang sangat berharga untuk membanru perekonomian berjalan dengan baik. Nabi SAW bersabda, "Menunda penunaian kewajiban padahal mampu adalah kezoliman". (HR. Al-Bukhari & Muslim).


Memberikan upah dan memperhatikan kebutuhan para pekerja merupakan suatu kewajiban yang bernilai pahala di mata Allah. Oleh karena itu atasan/majikan harus bisa menciptakan hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Untuk itu, hanya dalam sistem Islam saja dapat kita temui kesejahteraan dan keadilan. Islam rahmatan lil'alamiin mampu mengatasi permasalahan yang terjadi. Mari kita bersama mewujudkannya.


Wallah a'lam bi ash-showab.