PANDANGAN AHLUSSUNNAH TERKAIT BERBILANGNYA KHALIFAH DALAM SATU WAKTU (Bagian 1)

(Kritik Ad-Dumaiji Dalam Al-Imamah Al-'Uzhma Terhadap Pendapat Yang Membolehkan Berbilangnya Khalifah Dalam Satu Waktu)


Oleh: Kusnady Ar-Razi


Apakah boleh bagi kaum muslimin memiliki dua orang imam/khalifah dalam satu waktu? Memang secara fakta hari ini kaum muslimin hidup dalam beberapa negara. Lantas apakah fakta ini bisa dibenarkan? Bagaimana pandangan ulama ahlussunnah dalam persoalan ini. Untuk menjawab pertanyaan ini, kami ingin menyajikan secara ringkas buah pemikiran dari Syaikh Dr. Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaiji tentang pendapat para ulama ahlussunnah terkait boleh atau tidaknya berbilangnya khalifah dalam satu masa. Pandangan ini disajikan oleh Ad-Dumaiji dalam salah satu karyanya yaitu Al-Imamah Al-'Uzhma 'Inda Ahli As-Sunnah Wa Al-Jama'ah di bab terakhir. 


Menanggapi persoalan ini, setidaknya para ulama terbagi dalam dua madzhab:


1. Madzhab Pertama


Ini adalah madzhabnya mayoritas para ulama dari kalangan ahlus sunnah wal jama'ah dan selain mereka, bahwa mereka berpendapat *tidak boleh berbilangnya khalifah dalam satu masa*. Al-Mawardi mengatakan:


إذا عقدت الإمامة لإمامين في بلدين لم تنعقد إمامتهما، لأنه لا يجوز أن يكون للأمة إمامان في وقت واحد، وإن شذ قوم فجوزوه


"Jika diangkat dua orang khalifah di dua negeri yang berbeda, maka kepemimpinan keduanya tidak sah. Sebab tidak boleh bagi umat ini memiliki dua orang imam dalam satu waktu, meskipun sebagian orang menyimpang dalam hal ini sehingga membolehkannya."


Imam An-Nawawi juga mengatakan:


اتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يقعد لخليفتين في عصر واحد


"Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh mengangkat dua orang khalifah dalam satu masa."


Madzhab pertama ini terbagi lagi dalam dua madzhab di lihat dari sebab larangan tersebut. Madzhab pertama berpendapat bahwa larangannya bersifat mutlak, tidak dilatarbelakangi oleh sebab tertentu. Baik wilayah negara itu luas atau tidak. Dan inilah madzhabnya kebanyakan para ulama Ahlussunnah wal jama'ah dan sebagian kalangan Mu'tazilah. 


Sedangkan madzhab kedua berpendapat larangan tersebut tidak mutlak. Pendapat ini, sebagaimana penuturan Ad-Dumaiji, diketengahkan oleh Imam Al-Haramain, sebagian syafi'iyyah, Abu Manshur Al-Baghdadi, serta Al-Qurthubi di dalam tafsirnya. Alasan para ulama yang membolehkan adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Qurthubi:


لكن إذا تباعدت الأقطار، وتباينت كالأندلس وخراسان، جاز ذالك


"Akan tetapi jika negeri-negeri itu berjauhan dan berbeda-beda seperti Andalusia dan Khurasan, maka boleh jumlah khalifah lebih dari satu."


Hanya saja ada yang perlu dicermati dari pendapat para ulama yang membolehkan hal tersebut saat meluasnya wilayah, bahwasanya hal itu disebabkan karena adanya "dharurah". Jika tidak ada alasan dharurah maka yang berlaku adalah hukum asal yaitu kesatuan kepemimpinan. Jadi kebolehan ini hanya pengecualian karena dharurah. Apabila dharurahnya hilang maka hilanglah hukum kebolehannya dan yang berlaku adalah hukum asal. Seperti kata Ad-Dumaiji:


إذا زالت الضرورة زال حكمها وبقي الأصل


Dari apa yang diuraikan Ad-Dumaiji kita bisa simpulkan bahwa kedua madzhab ini sepakat bahwa kesatuan kepemimpinan ini hukumnya wajib dan inilah hukum asalnya. Hanya saja mayoritas ulama mengatakan larangan berbilangnya kalifah itu mutlak, dan sebagian ulama yang lain mengatakan tidak mutlak. 


2. Madzhab Kedua


Madzhab kedua adalah mereka yang berpendapat bahwa bolehnya berbilangnya khalifah itu mutlak. Pendapat ini, kata Ad-Dumaiji, diwakili oleh sebagian Mu'tazilah seperti Al-Jahidz, sebagian Karramiyah, Al-Hamaziyah dari kalangan Khawarij, dan Zaidiyah.


Dan ini juga pendapat Rafidhah. Mereka mengatakan:


يجوز أن يكون إمامان في وقت واحد


"Boleh adanya dua orang imam dalam satu waktu."


Bersambung ke bagian 2