Menjadi Sahabat Yang Menyenangkan Bagi Pasangan




Oleh: Ummu Mush'ab (Aktivis Muslimah Medan)

Hampir tidak ada rumah tangga yang tidak ada masalah, termasuk rumah tangga kaum muslimin bahkan rumah tangga Rosullullah Saw. bersama istri-istri beliau juga tak luput dari masalah. Besar atau kecil masalah, suka duka, pasang surut, angin sepoi-sepoi sampai topan badai menerpa rumah tangga kaum muslimin, sekalipun istri/suami dikenal alim, aktivis pengajian, atau digelar ustadz/ustadzah. Kenapa bisa seperti ini? Ya karena kita menikah dengan manusia bukan malaikat. Karenanya syariat Allah hadir untuk menyelesaikan masalah termasuk masalah rumah tangga. Seorang mukmin diperintahkan untuk menundukkan hawa nafsunya pada apa-apa yang diturunkanNya. Sehingga selamat kehidupan kita dunia dan akhirat.

Sejak ijab kabul kita punya sahabat baru dalam ketaatan menuju keridhoan-Nya..seorang istri bukan lah mitra hidup suami yang layaknya pembantu bagi majikannya atau sebagai bawahan dengan atasan. Seorang istri ketika optimal menjalankan kewajibannya bukan karena diberi materi/uang layaknya pembantu yang dipekerjakan oleh majikannya dan suami tidak boleh bersikap otoriter karena merasa sudah memberi upah kepada istrinya atas pekerjaannya dalam rumah tangga. Atau sebaliknya ketika istri yang berpenghasilan lebih besar maka dia akan bersikap sebagai atasan atas suaminya, nauzubillah...

Tapi inilah realitas kehidupan rumah tangga umat Islam saat ini tambah lagi dengan diterapkannya sistem kapitalis berlandaskan aqidah sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) banyak keluarga muslim yang jauh dari tuntunan berumah tangga sesuai syariat-Nya. Padahal institusi yang terkecil membangun sebuah peradaban yang mulia yaitu peradaban Islam adalah keluarga. Dan sistem kapitalis berusaha sungguh-sungguh untuk merusak keluarga muslim dengan penerapan sistemnya dalam seluruh aspek kehidupan. Untuk itu suami-istri harus terus belajar berbenah agar keluarganya bisa menjadi keluarga yang membangun peradaban Islam nan agung dan selamat sampai ke JannahNya, insya Allah...

Ada beberapa tips agar kita bisa menjadi sahabat yang menyenangkan untuk pasangan kita:
1. Dekatkan selalu diri kita pada Sang Pemilik hati kita dan pasangan. Sehingga doa kebaikan selalu terucap indah untuk kebaikan rumah tangga yang kita bangun. Ingat kembali awal mula kita mau berumah tangga adalah untuk melengkapi separuh agama kita dengan kebaikan mewujudkan sakinah mawadah warahmah (QS Al ‘Araf 189),  bukan untuk merusak separuh agama yang sudah baik saat kita masih lajang.

2. Pahami apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban kita/pasangan, (QS Al Baqarah 228). Pelaksanaan hak dan kewajiban antara dua sahabat, ingat ya sahabat bukan antara atasan dan bawahan, tidak lah kaku dan monoton. Kalau pernah punya sahabat dahulunya, pasti dengan senang hati saling membantu dalam melaksanakan dan memudahkan kewajiban sahabat kita, tidak melulu minta dipenuhi hak kita malahan kita bahagia jika mendahulukan Hak sahabat kita itu, betul apa betul?? Kata kuncinya saling dan mulai dari kita dulu.

3. Selain memahami hak dan kewajiban masing-masing, tambahan bagi kita& psgn adalah saling bergaul dengan baik, seperti tidak bermuka masam tanpa kesalahan atau alasan yang tidak diketahui pasangan, berlemah lembut dalam tutur kata, tidak keras/kasar serta tidak boleh menampakkan kecenderungan pada wanita/pria lain.
Mengenai hal ini Rosullullah Saw. bersabda:
“Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga/istri-nya. Dan aku adalah orang yang paling baik dari kalian terhadap keluarga/istri-ku. (HR  Al Hakim dan Ibn Hibban dari jalur ‘Aisyah Ra)

Demikian juga ibnu Abbas Ra pernah bertutur: “Para istri berhak atas persahabatan dan pergaulan yang baik dari suami mereka, sebagaimana mereka wajib taat kepada suaminya dalam hal yang memang diwajibkan atas mereka”

4. Ketika masalah menghampiri kehidupan rumah tangga (masalah ekonomi, anak-anak, pekerjaan rumah, dll) sehingga suasana jadi keruh dan serasa hilang sakinah mawadah warahmah, maka Allah telah menetapkan kepemimpinan rumah tangga berada di tangan suami, (QS An Nisa 34) sementara istri diperintah Allah untuk taat. Bahkan meninggalkan tempat tidur suami dengan sengaja karena ada masalah atau tidak, sementara suami tidak ridho maka hal ini bisa mendapat laknat dari para malaikat. Demikian juga ketika istri hendak berpuasa sunah, membelanjakan harta suami dan istri keluar rumah maka suami harus ijin dan ridho. Dalam perkara ini kuncinya komunikasi penuh kasih sayang dan senda gurau harus dibangun dan dibiasakan.

5. Terkadang seorang istri membangkang kepada suaminya (nusyuz) maka seorang suami tidak boleh langsung memukul atau berlaku kasar secara fisik. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan suami sebagaimana firman Allah SWT dalam TQS An Nisa 34: “wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz nya maka nasehati lah mereka dan pisahkan lah mereka dari tempat tidur mereka dan pukul lah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya”. Namun pukulan yang dimaksud tidak lah membahayakan. Rosullullah Saw bersabda:” jika mereka melakukan nusyuz maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan”. Apa  itu nusyzus? Nusyzus dideskripsikan sebagai bentuk pelanggaran seorang istri terhadap perintah dan larangan suami, yang berkaitan dengan kehidupan khusus (al-hayâh al-khâshah), dan kehidupan suami-istri (al-hayâh az-zawjiyyah). Misal, suami memerintahkan istrinya menyiapkan makanan untuknya, menutup aurat di depan laki-laki lain, memerintahkannya shalat, puasa, mengenakan pakaian tertentu, atau tidak membuka salah satu jendela, tidak menjawab orang yang mengetuk pintu, tidak duduk di beranda rumah, mencuci pakaian suaminya, keluar rumah dan lain-lain yang berkaitan dengan kehidupan khusus, atau kehidupan suami-istri, maka syariat telah memerintahkan seorang istri untuk menaati suaminya dalam perkara-perkara tersebut. Jika dia melanggar dan tidak menaatinya, maka dia layak disebut melakukan nusyûz, dan kepadanya berlaku hukum nusyûz.

6. Kepemimpinan suami atas istrinya adalah kepemimpinan yang diwarnai persahabatan, bukan otoriter dan dominasi. Karenanya istri berhak memberikan masukan terhadap ucapan suaminya, mendiskusikan dan membahasnya. Sebab keduanya adalah sahabat karib hanya saja kepemimpinan diserahkan kepada salah seorang dari keduanya.

Teruslah berproses menjadi hamba yang terbaik dihadapanNya. Jika bersama nya kita semakin dekat dengan Rabb kita maka pertahankan dia dengan segala kurang dan lebih nya. Jika justru sebaliknya maka bukanlah kita dipaksa untuk menjalani kehidupan berumah tangga sepanjang hidup sebagaimana dalam ajaran agama/keyakinan selain Islam. Wa'allu 'alam bishawwab