Generasi Miris Dalam Kapitalis


Oleh: Tifani Liusnimun (Mahasiswi Unimed,  dan Aktivis The Great Muslimah Community Medan)

Dilansir dari kumparan yang dipublikasikan pada (4/7/2018) Langkah pemerintah memblokir aplikasi Tik Tok menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) menilai platform media sosial video musik yang tengah populer itu pantas diblokir karena mengandung konten negatif.

Adapun tanggapan warga tentang penutupan aplikasi tiktok antara lain: Ikka Safdiyah mengaku sangat kecewa saat mendengar berita pemblokiran tersebut, "Sebenarnya kurang tepat ya, karena bagaimana pun ini hanya sebuah aplikasi," jelas Ikka. Bagi Ikka, Tik Tok bisa bermakna banyak hal, terutama membantu membangkitkan mood-nya di saat jenuh. Jauh sebelum ada Tik Tok, dia sendiri sudah kian akrab menjadi pengguna aplikasi Musical.ly, sebuah platform kreasi video yang serupa dengan Tik Tok. "Saya ingin menghibur diri, menghibur orang-orang di sekeliling saya. Tik Tok ini asik kok, bisa menghilangkan kejenuhan dari segala rutinitas," tambahnya. Soal konten negatif yang disebut Kominfo, Ikka tak menampik hal tersebut ada di Tik Tok. Menurutnya, pemerintah harus memblokir akun-akun itu, bukan malah memblokir aplikasinya secara keseluruhan.

Berbeda dengan Ikka,  pengguna Tik Tok bernama Dara Anggraini justru berpendapat sebaliknya. Remaja yang baru saja lulus dari Sekolah Dasar (SD) di Samarinda, Kalimantan Timur, itu mengungkapkan bahwa dirinya sepakat dengan pemblokiran tersebut. Dia sendiri sudah 'taubat' bermain aplikasi itu karena mengganggu waktu belajarnya. "Kayaknya merusak anak zaman sekarang, Anak seumur saya gitu jadi dipikirannya Tik Tok terus. Entar belajarnya lupa lagi," tegas Dara. Menurut perempuan kelahiran 2006 tersebut, dirinya bermain Tik Tok selama enam bulan. Dia pertama kali mengenal aplikasi itu dari lingkaran pertemanannya. Ya, saat ini anak seumur dia memang sudah memiliki smartphone pribadi. "Saya mikirnya keren (punya akun Tik Tok), makanya saya ingin buat juga," jelasnya.
"Kami memantau dan ada laporan masyarakat. Memang tiktok itu platform yang bagus untuk orang mengekspresikan kreativitasnya melalui live streaming. Tapi banyak sekali konten-konten yang negatif terutama untuk anak-anak yang menurut saya tidak senonoh dan tidak layak ditayangkan," tegas Rudiantara.
Sebenarnya aplikasi Tik Tok ini sudah menuai pro dan kontra dari masyarakat ketika pemerintah (Kemenkominfo) mengeluarkan kebijakan untuk memblokir atau menutup apliaksi tersebut. Namun nyatanya semakin banyak yang menggunakan aplikasi ini, sehingga di aplikasi seperti di instagram pun merepost (memposting ulang)  video dari aplikasi Tik Tok. Dan juga aplikasi Tik Tok yg katanya merupakan ajang unjuk kreativitas melalui video yang dibuat dengan iringan musik. Nyatanya kreativitas yang ditunjukkan kebablasan. Karena siapapun bisa melihat dan membuat video di aplikasi ini termasuk kaum muslim.
 Dan sangat disayangkan, didalamnya terdapat banyak sekali muslimah yang berjoget ria dan tidak lagi merasa malu akan hal yang diperbuatnya. Belum lagi konten didalamnya sangat tidak bermanfaat untuk generasi muslim, dan sangat tidak layak untuk dilihat oleh anak-anak karena mereka bisa meniru apa yang diperbuat.  Belum lagi kita dibuat lalai oleh aplikasi ini. Pun juga menimbulkan kecanduaan pada penggunanya,  kecanduan dalam berjogget misalnya. 
Mengapa rencana awal pemerintah untuk memblokir aplikasi ini tidak berjalan dengan baik?  Malah bertambah parah, dan semakin banyak saja yang menggunakannya.  Itu diakrenakan aplikasi ini menguntungkan bagi negara. Rakyatnya juga bisa eksis dan mencari ketenaran melalui aplikasi ini.  Tidak perlu heran karena kita sedang hidup di sistem kapitalis sekuler, dimana pemerintah mengambil keputusan berdasarkan untung rugi. Apabila suatu perkara yang bahkan tidak sesuai dengan fitrah manusia, akan tetapi mengahsilkan keuntungan yang banyak,  maka itu akan dibiarkan selama bisa menghasilkan pundi-pundi yang berlimpah. 
Pemerintah di sistem ini tampak abai terhadap generasi, karena generasi yang dihasilkan oleh sistem kapitalis sekuler sendiri adalah generasi yang memikirikan materi, semua diukur dengan materi dan juga sekuler,  yaitu mereka memisahkan agama dari kehidupan bernegara. Juga berorientasi pada dunia yang fana dan hidup untuk eksistensi diri memikirkan bagaimana cara untuk bisa mengahasilkan materi sebanyak-banyaknya. Sungguh miris melihat generasi muslim yang berada di dalam sistem kapitalis sekuleris, mereka seolah latah dalam mengikuti trend tidak bisa memilah dan memilih. Sehingga muslimah yang berjoget ria pun tidak lagi malu karena demi mengikuti trend dan mencari popularitas semata. Akar permasalahan yang sekarang kita hadapi adalah sistem yang rusak dan merusak moral generasi,  membentuk menjadi pribadi yang jauh dari Ilahi. 
Bagaimana mengatasi masalah ini?  Kita harus menggunakan solusi yang pasti yang berasal dari Ilahi Rabbi yaitu sistem Islam yang sangat dinanti. Bukan sekedar janji, ini janji yang sudah pasti. Di dalam Islam generasi adalah aset yang sangat besar dan penting untuk menciptakan perdaban Islam. Keberhasilan generasi yang Islami tidak lepas dari tanggung jawab negara yang memberikan fasilitas terhadap generasi. Khalifah mempunyai keharusan untuk meriayah agar generasi yang terbentuk memiliki ilmu, keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah Swt.,  keberhasilan Khilafah Islamiyyah dalam menjadikan generasi sebagai tombak perubahan peradaban bisa kita lihat dan saksikan dari sejarah yang sudah ditorehkan oleh para ilmuan diantaranya seperti Al khawarizmi penemu angka nol dan seorang muslimah yaitu Maryam Al Asturlabi penemu arah mata angin, pada masa Khilafah Islamiyyah. 
Generasi yang dihasilkan dari sistem Islam adalah generasi yang berani dalam menyampaikan Islam, berani menyuarakan Islam ditengah masyarakat, berani menyiarkan Islam dan berani menyampaikan yang haq dan bathil. Generasi yang dihasilkan pun berpola pikir dan pola sikap yang islami. Dan ketika generasi Islam berjuang yang mereka harapkan adalah ridho sang Ilahi Rabbi. Wallahu'alam.