Orang Tua adalah Pelindung dan Pemberi Rasa Aman bagi Anak




Oleh : Fadilah Rahmi (Aktivis Muslimah Kampus Medan)

Kasus tindak pencabulan dan pemerkosaan kian hari semakin meningkat di Indonesia. Mirisnya, perbuatan ini bahkan banyak dilakukan oleh orang-orang yang masih memiliki hubungan darah dengan korban. Seperti ayah kandung, saudara kandung, kerabat, ataupun saudara. Baru-baru ini kita kembali dikejutkan dengan kasus pencabulan ayah pada anak kandungnya di Samarinda. Mirisnya, aksi bejat pelaku diketahui oleh istrinya yang tak lain merupakan ibu kandung dari kedua korban. Bahkan, Ibu korban juga membantu untuk menutupi perbuatan terlarang suaminya dengan memberikan pil KB agar kedua putrinya tidak hamil. Tindakan sang Ibu tersebut didasari rasa khawatir tidak ada yang menafkahi dia dan 3 anaknya, kalau suaminya di penjara.


Kasus ini mungkin hanya sebagian kecil kasus kekerasan seksual yang berhasil terungkap. Entah, berapa banyak kasus serupa terus terjadi setiap tahunnya, belum lagi yang belum berhasil terungkap. Namun, yang membuat hati semakin teriris adalah hal ini belum menjadi perhatian besar di dalam sistem sekulerisme saat ini.
Dalam pemerintahan sekuler saat ini, pelaku tindak kekerasan seksual belum dihukum dengan sesuai. Beberapa pelaku hanya terancam hukuman 15 tahun penjara akibat perbuatannya yang melanggar Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 junto Pasal 46 Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.


Orang Tua terutama Ibu adalah 'madrasah ula' bagi anak, memiliki kewajiban untuk mendidik anak dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak. Orang tua memiliki kewajiban untuk menanamkan pendidikan agama, moral, mengajarkan anak hal-hal baru yang positif, memberi makan, pakaian serta melindungi anak di masa tumbuh kembangnya. Artinya orang tua harus melindungi anak dari berbagai macam tindak kekerasan, baik di rumah maupun di luar rumah.


Dalam sistem sekuler saat ini, banyak pasangan yang hanya sekedar menikah untuk memenuhi gharizah nau` semata. Ketaqwaan individu tak dibangun dengan baik. Banyak orang tua yang memiliki kelemahan dari segi ilmu pernikahan yang sesuai dengan tuntunan agama, mereka tidak memahami tujuan dari pernikahan, serta tidak memahami kewajiban mereka terhadap anak dan hak-hak yang harus didapatkan anak. Banyak keluarga yang dibangun tanpa landasan Islam yang menghasilkan banyaknya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) hingga kasus pencabulan terhadap darah daging sendiri.
Maka, solusi dari setiap permasalahan keluarga saat ini adalah dengan menggunakan solusi yang diberikan oleh Allah SWT melalui Al-qur`an dan As-sunah. Pada dasarnya orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya.


Abdullah bin Mas`ud menuturkan, Rasul saw. bersabda: Mencari (rezeki) yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban. (HR ath-Thabarani dalam Mu `jam al-Kabir, al-Baihaqi dalam Syu`ab al-Iman, Abu Nu`aim dalam Ma`rifah ash-Shahabah dan al-Qudha`i dalam Musnad syihab al-Qudhai`)
Firman Allah:

“Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya” (TQS Huud:6)
Dalam ekonomi sekuler saat ini semua kebutuhan pokok terus mengalami yang namanya kenaikan harga, sehingga membuat orang tua takut tak mampu memenuhi kebutuhan anaknya, apalagi jika menjadi orang tua tunggal. Sehingga mereka mau tak mau sampai harus mengorbankan kehormatan anaknya.
Dalam Islam suami dan istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Jika suami melakukan suatu perbuatan yang mungkar maka istri wajib menasehatinya, hal ini juga akan memberikan pembelajaran kepada anak bahwa yang namanya amar ma`ruf nahi mungkar adalah kewajiban setiap manusia.
Rasulullah saw. bersabda: Siapa saja yang melihat kemungkaran, dia wajib mengubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, maka wajib dengan lisannya, jika tidak mampu, maka wajib dengan hatinya. Itu merupakan selemah-lemahnya iman. (HR Imam Muslim)
Allah SWT mengancam, bagi mereka yang berdiam diri terhadap kemungkaran, dan tidak berjuang untuk mengubah dan menghilangkannya, dengan acaman azab. Hudzaifah al-Yaman menuturkan hadist dari Nabi saw.: Sungguh Allah tidak akan menyiksa manusia secara umum karena perbuatan orang tertentu, hingga mereka meyaksikan kemungkaran di belakang mereka, sementara mereka mampu untuk mengubah kemungkaran itu, namun mereka tidak melakukannya. Jika mereka melakukan itu, Dia [Allah] akan menyiksa orang tertentu [yang melakukan kemungkaran] dan manusia secara umum (HR Ahmad).
Hal yang perlu dipahami bahwa, artinya jika seorang istri sekaligus Ibu melihat suaminya melakukan suatu kemungkaran, apalagi kemungkaran tersebut dilakukan kepada anaknya sendiri, maka wajib baginya untuk mengubah kemungkaran tersebut bukan sebaliknya mendukung kemungkaran tersebut dengan alasan ekonomi yang sudah dijamin oleh Allah SWT bagi setiap individu jika merapkan Islam secara kaffah atau tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum syara`.
Allah SWT telah berjanji bahwa, jika penduduk suatu negeri beriman maka Allah akan melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada negeri tersebut. Sebaliknya, jika mereka tidak beriman maka Allah akan menurunkan azabnya, seperti dengan menerapkan sistem sekuler yang jelas bertentangan dengan aqidah Islam. Maka perlu adanya negara yang dapat menjamin ketaqwaan individu serta sebagai wadah untuk menerapkan Islam secara kaffah, yaitu Daulah Khilafah. Wallahu`alam