Bubarkan Diskusi Mahasiswa, Apakah Rektor UINSU Dipaksa Rezim ?


Dakwahsumut.com, Medan- Tepat pada Jumat (08/03/19) lalu terjadi pembubaran kegiatan diskusi mahasiswa atau  “Dialogika” di kampus UIN-SU yang dilaksanakan oleh Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komsat UIN-SU yang mengangkat tema “Malapetaka Runtuhnya Khilafah”. Berdasarkan laporan di lapangan, pembubaran ini ditengarai kerna poster acara yang sempat viral di dunia maya yang membuat pihak kampus akhirnya mengambil sikap cepat untuk membubarkan kegiatan yang dianggap ‘berbaya’ ini.

Ketua Komsat Gema Pembebasan UIN-SU menuturkan bahwa awal kejadian dimulai dari datangnya pihak civitas kampus yang menanyakan perihal administrasi acara yang tidak memiliki surat izin, namun karena ini sifatnya agenda kajian yang tidak menggunakan fasilitas kampus yang diwajibkan harus memiliki surat izin terlebih dahulu, maka pihak civitas tersebut tidak bisa membubarkan kegiatan diskusi.
Tak lama berselang, beliau kembali lagi dan kali ini membawa beberapa pihak pengaman kampus untuk membubarkan kegiatan, tapi karena mereka tak cukup dalil untuk membubarkan diskusi akhirnya diskusi tetap berlangsung. Tak lama kemudian setelah mereka pergi, datang beberapa mahasiswa yang mengaku sebagai DEMA (Dewan Mahasiswa) setingkat BEM, menanyakan perihal acara, mulai dari mempermasalahkan surat izin, hingga meyinggung tema yang dianggap sensitif dan berpotensi menimbulkan perpecahan di kampus, namun dengan sigap Suryadi Pradana selaku Ketua Komsat Gema UIN-SU menanggapi bahwa tuduhan yang dilancarkan itu tidak benar, sebab apa yang didiskusikan tidak membahas seputar radikalisme, dan upaya separatisme yang patut dimusuhi, yang dibicarakan melainkan sejarah Islam yang pernah mengalami masa kegemilangan.

Tak kunjung berhasil membubarkan acara, akhirnya Rektor bersama dengan beberapa staff-nya turun ke lokasi kegiatan dengan menyampaikan bahwa acara harus dibubarkan, “...dari pada Saya yang ditelpon Menteri lebih baik kalian yang Saya bubarkan....” “entah itu guyonan atau benar adanya, wallahua’lam,” tutur Andika Mirza Ketum Gema Pembebasan Sumut yang juga ada di tempat kegiatan.
“.... Di negara ini bicara Khilafah itu Haram, sebab Hizbut Tahrir sudah dibubarkan, jadi segala yang menyangkut ide dan artibutnya juga menjadi terlarang. Apalagi kalian mau menegakkan Khilafah, ya bisa dianggap bughot,... tapi jika kalian merasa belum puas dengan pernyataan Saya, kita boleh berdiskusi di luar, atau kalian bisa mengajukan audiensi ke ruangan Saya,” kata Mirza menirukan ucapan Pak Rektor. “Bukannya Khilafah bagian dari ajaran Islam, Pak? Soal HTI, itu hal lain dari persoalan ini, sebab Khilafah adalah ajaran Islam, dan kami Islam sehingga boleh bicara Khilafah. Tapi kalau Bapak berkenan, kami siap untuk bertemu dengan Bapak mengajukan audiensi untuk berbincang membangun keakraban serta menyampaikan ide-ide kami, dan kami berharap dapat diterima dengan baik,” sergah Mirza sebelum akhirnya diskusi ringan di antara Pak Rektor dengan Gema Pembebasan berakhir.

Selepas diskusi yang cukup tegang itu berakhir, kemudian Gema tak langsung membubarkan diri dan masih melanjutkan diskusi ringan, lalu membubarkan diri tepat pada pukul 18.05 Wib.
“Intinya kami akan tetap menemui beliau secara formal melalui surat, pertama untuk menjalin hubungan baik agar dakwah kami bisa terus eksis di kampus ini, kedua agar kami dapat menyampaikan ide-ide kami yang mudah-mudahan dapat diterima dengan baik,” tutup mirza kepada Dakwah Sumut.[]am