FENOMENA TULANG RUSUK MENJADI TULANG PUNGGUNG



Oleh : Wahyu Astrina, SE (Aktivis Muslimah Medan)

Mengahadapi tantangan zaman yang serba sulit, memaksa seorang ibu yang harusnya hanya menjalankan tugasnya sebagai ummun wa rabbatul bait seakan-akan hanyalah sebuah angan-angan semata pada sistem hari ini. Kini, menjadi ibu harus punya super power didalam menghadapi tekanan diberbagai aspek kehidupan. Mulai dari aspek ekonomi, sosial bahkan perpolitikan dan masih banyak lagi. Hiruk pikuk dunia yang sekarang dirasakan seolah berlawanan dengan pemikiran dan fitrah sebagai seorang manusia bahkan seorang ibu. Ibu hari ini seakan tidak ada pilihan lain selain ikut berjibaku dalam dunia pekerjaan didalam membantu perekonomian rumah tangga bahkan terkadang ada pula yang mengambil alih tugas seorang ayah tanpa meninggalkan peran dan tugasnya sebagai ibu dan istri. Pemandangan sudah menjadi biasa ketika di sepanjang jalan bahkan di depan gerbang sekolah hampir semua pedagang adalah seorang perempuan, bahkan tak jarang ada pula yang membawa anaknya karna tak ada yang menjaganya di rumah. Bagaimana tidak, pendapatan yang didapat seorang suami tidak setimpal dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk mengarungi mahligai rumah tangga bersama keluarganya.

Tidak cukup sampai disitu, cita-cita untuk mendidik anak menjadi anak yang sholeh juga bagaikan pungguk merindukan bulan, bagaimana tidak ibu yang harusnya mendidik dan mengayomi anak di rumah ikut mencari nafkah untuk biaya pendidikan yang tidak sedikit. Lagi-lagi, ibu tidak meninggalkan tugasnya sebagai seorang ibu. Dia harus mengajarkan anaknya dirumah sebagaimana perintah di dalam Islam bahwa rumah adalah madrasah bagi anak dan lingkungan pertama bagi anak. Semua dilakukan berharap anaknya akan memiliki kualitas lebih baik dari dirinya. Belum lagi perannya sebagai seorang istri yang harus mengurus suami.

Terbayangkan gimana supernya menjadi seorang perempuan, ibu dan istri dalam sistem hari ini. Harus menambah income rumah tangga, melaksanakan perannya sebagai istri, mendidik anak menjadi sholeh, menjaga akhlak anak dari hiruk pikuk kelakuan remaja kapitalis, menjaga anak dari tingginya tingkat kriminalitas, memberikan kehidupan yang layak bagi anak, mengayomi dan memberikan kasih sayang yang cukup dan juga berdakwah kepada ummat. Bayangkan berapa jam yang dibutuhkan seorang ibu untuk ini semua. Kira-kira 24 jam juga masih kurang.

Fakta yang terjadi saat ini terkadang bukanlah seorang laki-laki atau ayah tidak ingin mencari pekerjaan. Kadang kala upah yang ditawarkan sungguh berada jauh di bawah standar. Sehingga bukan pilih-pilih pekerjaan hanya saja disini seperti terjadi penzholiman terhadap para pekerja. Lagi-lagi, harusnya pemerintah berada dalam pengawasan pengaturan upah para pekerja. Memang, pemerintah sudah menetapkan UMR, UMP, dan UMK namun pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang membandel yang menawarkan upah di bawah standard. Ditambah lagi meningkatnya angka pengangguran karena banyak tenaga manusia sudah di ganti dengan tenaga mesin. Belum lagi ketika pekerjaan yang ditawarkan bertentangan dengan syariat.

Keadaan yang terjadi saat ini tentu saja tidak terlepas dari sistem yang di terapkan di negeri kita tercinta saat ini. Yang dibutuhkan saat ini bukanlah program-program pragmatis dan solusi yang bersifat sementara. Misalnya pasar murah, dana bos dan lain sebagainya, yang kita butuhkan justru solusi mendasar berupa sistem hidup yang diterapkan yang sesuai fitrah manusia tentunya yang berasal dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah. Dalam hal ini apa yang menjadi sumber penyebab seorang ibu bekerja dan mencari nafkah. Yang pertama, tidak adanya jaminan finansial yang aman di dalam memenuhi kebutuhan keluarga. kedua, tidak da jaminan pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa depan anak dan melahirkan generasi cemerlang. Ketiga, tidak adanya jaminan keamanan agar semuanya berjalan lancar. Tingginya angka kriminalitas terhadap anak sehingga ibu terlalu was-was dalam berbagai aspek dalam memproses anak untuk melahirkan generasi tangguh.

Faktanya sistem sekuler demokrasi yang sekilas memiliki cita-cita menarik namun selalu berakhir dramatis. Hampir di semua aspek kehidupan berakhir pada air mata bagi para pengikutnya terutama yang menjadi korban adalah para ibu dan istri.

Berbeda halnya dengan Islam, dimana ketika seorang suami tidak dapat memberikan kecukupan nafkah keluarganya, maka negara Islam yang berdasarkan aqidah Islam akan memberikan bantuan kepada keluarga tersebut. Misalnya dengan memberikan modal untuk usaha atau memberikan lapangan pekerjaan kepada kepala keluarga yaitu suami. Sehingga menjadikan peran ibu pada posisi sesungguhnya yaitu ummu warabbatul bait, yang dapat mengatur rumah tangga dan mendidik anak dengan optimal tanpa memikirkan mencari nafkah. Maka kini saatnya kita menggunakan aturan yang Allah ciptakan, yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia. Kenapa demikian? ya jelas, ketika kita menciptakan sebuah alat atau permainan, maka ada buku petunjuk yang harus kita pelajari terlebih dahulu, agar barang itu tidak rusak dan awet. Sama halnya dengan kita, yang lebih tahu tentang hidup dan cara kerja kita hanya Allah. Sehingga wajar saja kita harus mengembalikan segala tindakan kita sesuai perintahnya. Penerapan hukum Islam juga tidak bisa hanya mencaplok-caplok saja. Akan tetapi penerapannya harus dengan penerapan Islam Kaffah agar Islam Rahmatal Lil Alamin dapat dirasakan oleh semua agama lain. Dapat dipastikan mampu menjadi panduan dalam memberikan solusi atas setiap problematika yang dihadapi manusia.

Inilah segelintir aturan-aturan Islam secara praktis diterapkan didalam institusi Islam. Jika diterapkan secara sempurna dapat dipastikan akan dapat melahirkan cita-cita keluarga bahagia dibawah naungan Islam. Generasi cemerlang akan terbentuk dan para ibu-ibu tangguh akan fokus menjalankan tugasnya dengan nyaman dan tenang karena tanggung jawab yang dia rasakan saat ini sudah berkurang karena sudah dijamin oleh penguasa. Wallahua'lambishawab.