PEMBIARAN PEMBUBARAN PENGAJIAN, NEGARA GAGAL LINDUNGI WARGANYA


Pembiaran pembubaran pengajian merupakan salah satu bentuk kegagalan negara melindungi warga negaranya.
 “Pembiaran tindakan bar-bar sekelompok kecil ormas yang berbusa-busa berdalih jaga NKRI, Pancasila dan menjunjung kebhinekaan, yang menghalangi dan membubarkan pengajian, termasuk mengancam rencana pengajian dan safari dakwah UAS di Jepara, adalah bentuk kegagalan negara melindungi warga negaranya,” ujar Ketua LBH Pelita Umat Ahmad Khozinudin kepada mediaumat.news, Rabu (5/9/2018).
Pada kasus Ustadz Abdul Somad (UAS), Polri sebagai alat negara untuk menegakkan hukum memberikan sikap yang sejalan dengan perlakuan terhadap aspirasi masyarakat yang ingin menyampaikan pendapat melalui tagar 2019 ganti Presiden.
Penghadangan dan komplain terhadap hak menjalankan aspirasi justru dijadikan dalih untuk membubarkan kegiatan penyampaian hak konstitusional warga negara yang memiliki pendapat 2019 ganti Presiden.
“Alih-alih perusuh, penghadang, pembuat onar yang ditindak, justru warga negara yang ingin menyampaikan hak berpendapat yang dipersekusi. Pada kasus Neno Warisman misalnya, bukannya Neno yang dilindungi, justru Neno yang dipersekusi. Sementara, para perusuh, pembuat onar di bandara, dibiarkan merajalela.
Pada kasus UAS juga demikian, lanjut Ahmad, bukannya menertibkan ormas radikal yang gemar membubarkan pengajian, justru Polri mengambil sikap pasif seperti cenderung membiarkan ujaran ‘tantangan dan teror publik’ terhadap aktivitas dakwah ini terus berlanjut.
“Jika diteruskan, kuat dugaan pengajian UAS yang akan diminta dihentikan dengan dalih ada pihak yang tidak sependapat dengan materi ceramah UAS. Bukan ormas pengacau yang diamankan polisi,” tudingnya.
Ia melihat tidak ada tindakan antisipasi dari Polri untuk menertibkan sekelompok kecil ormas yang secara jumawa seolah telah menjadi aparat hukum atau alat negara. Negara justru absen dari tugas utamanya memberi jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum kepada setiap warga negara.
“Rangkaian peristiwa ini dapat menghasilkan kesimpulan tentang adanya dugaan kuat bahwa ‘negara’ atau ‘rezim’ justru berada di balik seluruh tindakan persekusi kepada ulama, habaib, tokoh Islam dan elemen umat Islam pada umumnya, khusunya yang kontra pada kezaliman yang dipertontonkan rezim,” simpulnya.
Menurutnya, kesimpulan ini dapat dibenarkan, sepanjang tindakan persekusi, intimidasi, dan ancaman pembubaran aktivitas dakwah para ulama terus berlangsung, baik dengan menggerakan sekelompok kecil ormas tertentu atau langsung dengan menyalahgunakan alat dan aparat negara untuk menjalankan agenda kekuasaan.[] Joko Prasetyo