Kapitalisme Merenggut Fitrah Ibu



Chairunnisa Rahmawati, S.Pd (Aktivis Pemerhati keluarga dan Generasi)

Seorang ibu menjual anaknya sendiri, demi mendapatkan uang yang nilainya tak seberapa, jika dibandingkan dengan limpahan pahala yang akan dia dapatkan kelak.
Ibu Nur (36) tega menjual anak kandungnya yang masih balita, usia enam bulan seharga Rp2,7 juta. Sang ibu berhasil ditangkap berdasarkan laporan suaminya Panggong Hasibuan, 52, warga Jln. Mahoni, Kel. Sijambi, Kec. Datukbandar, Kota Tanjungbalai. Selain tersangka Nur, polisi juga meringkus pembeli bayi, MM alias Rina, warga Jln. Listrik, Kota Tanjungbalai. “Hasil interogasi terungkap modus dan motif terlapor menjual anaknya karena Nur akan berangkat bekerja ke Malaysia,” papar Burju (Waspada 5 maret 2018).
Padahal anak adalah harta yang paling berharga dalam sebuah kehidupan rumah tangga karena keberadaannya menjadikan dunia dan seisinya menjadi hal yang berarti bagi orang tua. Dari anak yang sholeh-lah teruntai do’a yang akan terus mengalir, meskipun kita sebagai orang tua kelak telah tiada. Dan dari anak yang sholeh pula lah nama baik keluarga akan terjaga serta dimuliakan.
Anak seperti itu akan kita dapatkan ketika kita sebagai orang tua berhasil mendidiknya hingga terbentuk kepribadian Islam yang tangguh pada dirinya dan menjadi generasi pemimpin yang menebar nilai-nilai Islam yang benar ke lingkungannya, bukan menjadi generasi yang tak perduli dengan lingkungannya.
Gerusan Kapitalisme
Bukan kapitalisme namanya kalau tidak berhasil membuat segala sesuatu bernilai uang, termasuk seorang anak. Jika keberadaannya bisa menghasilkan uang kenapa tidak?, yang kehadirannya malah membuat seorang ibu stress karena kesulitan ekonomi, jangankan mampu memberikan penghidupan yang layak, memberinya makan setiap harinya saja sulit, sehingga dengan terpaksa ia harus menjual anaknya.
Anak adalah amanah terbaik di dunia sebagai bekal akhirat. Tapi kapitalisme sangat peduli dengan diri anak, mampu memberikan adanya peluang keuntungan materi didalamnya. Bahkan terkadang anak juga dijadikan sebagai alat komoditas, seperti iklan-iklan anak, film, dunia hiburan, kisah-kisah dalam buku fiksi, dan media massa lain yang menggunakan anak sebagai ‘ikon’ adalah strategi dan siasat propaganda budaya yang kental dalam tradisi ‘kapitalisme kontemporer’ saat ini. Hingga perdagangan anak, menjadi sasaran empuk Kapitalisme.
Apa yang dilakukan oleh Bu Nur tersebut bukanlah semata-mata keuntungan yang hendak ia raih, namun lebih kepada tekanan Kapitalisme yang menjadikan sulitnya secara perekonomian sehingga menjadikan dirinya berpikir untuk mengadu nasib ke negeri jiran, tanpa mampu berpikir panjang untuk kehidupan kelak. Inilah sistem Kapitalisme, bukan saja anak yang menjadi korban namun seorang ibu pun bisa menjadi korban, sebagaimana konsep sistem ekonomi Kapitalisme dalam hal kepemilikan harta, yakni tidak adanya batasan dalam kepemilikan. Akibatnya kekayaan alam Negeri ini dieksploitasi oleh para kapitalis. Akhirnya yang kaya semakin kaya, dan yang miskin berada di ujung tanduk kebinasaan. Penguasaan kekayaan alam oleh segelintir orang saja menyebabkan rakyat tak mendapatkan haknya untuk hidup secara layak. Mereka ditekan dengan beban ekonomi yang kian hari kian berat. Untuk memenuhi kebutuhan pokok, rakyat harus memeras tenaga, jika tidak maka bersiaplah untuk tersingkir.
Dampak kemiskinan yang membelit keluarga-keluarga saat ini menjadikan para suami banyak yang stress bahkan depresi. Ujung-ujungnya para istri terpaksa ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Akhirnya peran utama seorang ibu yang seharusnya menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya pun perlahan tergerus, keharmonisan keluarga pun perlahan tereduksi sebagai dampak disfungsi peran ibu dan istri. Ketahanan keluarga pun rapuh, generasi dan peradaban terancam.
Fitrah Ibu Terjaga Dalam Islam
Dalam islam fitrah bagi seorang wanita adalah sebagai ibu dan rabbatul bait (pengatur rumah tangga); wanita adalah kehormatan yang wajib dijaga. Karena hal itu merupakan perbuatan yang mulia, yang tidak bisa tergantikan perannya, baik oleh seorang bapak sekalipun. Islam memuliakan wanita dengan berbagai aturan syara’ untuk menjadi seorang ibu, bahkan Rosulullah SAW bersabda:
“Wahai Rosulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik? “beliau berkata , “ibumu” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” tanyan laki-laki itu. “ibumu ”, “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” [HR. Al-Bukhari no 5971 dan Muslim no. 6447]”
Terbukti dari hadis Rasulullah tersebut bahwa seorang ibu merupakan seseorang yang kehadirannya diharapkan oleh anak-anaknya. Dari belaian kasih sayang lembut seorang ibu muncul pemimpin-pemimpin masa depan yang gemilang serta terbentuk keluarga-keluarga kecil yang mampu membawa kebaikan pada masyarakat dan bangsa. Karena itu didalam sistem Khilafah Islamiyah seorang wanita tidak izinkan untuk mengabaikan peran utamanya sebagai ummu wa rababatul bait hanya karena dirinya harus memenuhi nafkah kekuarga demi membantu suaminya bekerja. Jikapun ada wanita yang bekerja, hanyalah untuk bekerja dengan sukarela demi menyumbang kemahiran dan kepakaran yang dimiliki disamping mengaplikasikan ilmu demi kemaslahatan umat dan dalam waktu yang sama tidak dikekang dengan peraturan yang menghambat kewajibannya yang utama.
Khilafah Islamiyyah dengan sistem ekonomi Islam akan memampukan laki-laki untuk bekerja dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka. Dan ketika keadaan seorang laki-laki tidak mampu bekerja karena faktor kesehatan atau masalah tertentu, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Akan tetapi jika ahli waris tidak ada atau jikapun ada namun tidak mampu memberi nafkah, maka beban itu beralih kepada negara melalui Baitul Mal. Ditambah dengan kebutuhan kolektif masyarakat seperti jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan juga akan dipenuhi oleh Khilafah Islam secara cuma-cuma. Pembiayaan akan dilakukan Negara melalui harta milik Negara dan hasil pengelolaan harta milik umum. Begitulah Khilafah menjaga fitrah seorang ibu, bila Khilafah ada, tidak hanya Bu Nur yang akan terselamatkan namun juga ibu-ibu yang lainnya.
Wallahu'alam.