Demokrasi Gagal Lahirkan Pemimpin Beriman


Oleh : Rindyanti Septiana SH.i (Penulis, Pemerhati Politik)

Tebar pesona, jual janji dan berbagai cara untuk mencari suara serta mendapatkan tempat di hati masyarakat. Karena Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) telah didepan mata.
Seperti pasangan Edi-Ijeck dari Sumut,yang akan bertarung melawan Djarot-Sihar dalam memenangkan pilkada Sumut. Tak tanggung-tanggung , blusukan di gang sempit, Ijeck mencari  rumah warga untuk dibedah. DPD Partai Hanura Sumut bersama pasangan ERAMAS, Minggu (14/1/2018), menggelar bakti sosial dan bedah rumah. Rumah Mariana Mariana (37), warga Lingkungan 13, Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat terpilih untuk menerima program itu. (edisimedan.com,15/1/2018)

Pencitraan Modal Menangkan Kompetisi

Dalam politik demokrasi hal yang mudah dan wajar kita temukan pencitraan yang merupakan modal utama memenangkan setiap pemilihan. Politik pencitraan diakomodir oleh sistem demokrasi, hal ini disebabkan dalam demokrasi ada paradigm siapa yang banyak perolehan suaranya dia yang menang. Lantas untuk mendapatkan yang bayak tersebut, kita harus mencitrakan diri sebaik mungkin agar bisa diterima dan memesona.
Karena pencitraan yang sudah dipolitisasi dan dapat ditukar dengan materi. Maksudnya seseorang yang sebenarnya memiliki imej buruk menurut pandangan hukum Islam dan pandangan kultur budaya setempat, akan disulap menjadi sebaliknya.
Asalkan orang tersebut memiliki harta dan uang banyak, sebaliknya seseorang menurut pandangan hukum Islam dan kultur budaya itu dianggap baik, dapat berubah menjadi imej yang buruk di depan publik. Ketika sebagian orang memiliki kepentingan untuk melakukan pencitraan maka mereka akan memanfaatkan media massa dan juga perangkat hukum yang ada saat ini.

Padahal untuk membangun pencitraan melalui blusukan dan sebar bantuan menggunakan biaya yang besar. Seperti informasi yang disampaikan oleh media. Dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada Pilgubsu 2018 telah menyampaikan laporan dana awal kampanye mereka. Dalam laporan tersebut pasangan Edy Rahmayadi- Musa Rajekshah (ERAMAS) melaporkan dana awal kampanye sebesar Rp 8 miliar. Sedangkan pasangan Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus melaporkan dana awal kampanye sebesar Rp 101 juta. (rmolsumut.com,15/2/2018)
Namun sangat disayangkan karena pencitraan yang dibangun minim dengan kapasitas kepemimpinan. Karena tentunya mengandalkan opini yang banyak dimuat oleh berbagai media sementara visi dan misi yang akan dijalankan masih jauh dari harapan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengurusi kehidupan mereka agar lebih baik dan sejahtera.

Maka kita temukan bahwa demokrasi gagal melahirkan pemimpin. Apalagi melahirkan pemimpin yang beriman, karena yang dipertaruhkan ialah citra baik dengan menggelontorkan banyak uang . Bukan berdasarkan kemauan dan kemampuannya untuk menjadikan syariat Islam sebagai aturan dalam kehidupan.

Islam Melahirkan Pemimpin Beriman
Pemimpin harus memiliki kesadaran politik. Dengan kesadaran politik inilah ia mengetahui apa yang harus dilakukan, siapa kawan dan siapa lawan. Ia mengetahui konstelasi politik di tingakt lokal dan global. Tidak mengandalkan politik pencitraan sebagai cara untuk mendulang suara.
Pemimpin sejati dalam Islam juga harus mempunyai ideologi yang terpancar dari akidahnya. Dengan ideologi ia punya prinsip dan rela berkorban dema ideologinya. Hal ini sangat berbeda dengan pemimpin pragmatis. Sikap politik mereka cenderung berubah-ubah. Sehingga muncul jargon “tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi adalah kepentingan”. Sikap politik hanya ditentukan oleh kemanfaatan belaka. Akhirnya lahir politik transaksional.

Pemimpin yang memiliki ideologi akan bertindak dan bersikap berdasakan ideloginya, bukan atas kepentingan tertentu, apakah kelompok atau asing. Semua dilakukan karena tuntutan ideologi.
Ideologi itu sendiri terpancar dari akidah Islam yang benar. Karenanya, tidak mungkin seorang menjadi ideologis jika akidahnya masih bermasalah. Membentuk pemimpin ideologis tidak bias serta merta. Ada proses edukasi berkesinambungan. Dalam hal ini peran partai politik menjadi sangat penting. Hanya saja, partai politik ini pun haruslah partai politik ideologis, bukan sembarang partai politik.

Dengan demikian, kehadiran partai politik ideologis ini menjadi keniscayaan. Partai inilah yang bertugas mencetak kader calon pemimpin ideologis. Caranya dengan internalisasi ideologi Islam ke dalam diri kader tersebut. Jadi tidak mungkin partai politik yang ada sekarang menghasilkan kader ideologis, hal itu dikarenakan ideologi yang ditanamkan rusak.

Maka mendamba pemimpin yang beriman bukanlah dari Demokrasi melainkan dari sistem  Islam yang telah terbukti banyak melahirkan pemimpin yang amanah, bertaqwa dan menyejahterakan rakyatnya. Wallahu'alam.