Melon.. oh Melon.... Dimanakah Kau Berada?

Oleh : Nazli Agustina, S.Pdi (Aktivis Pemerhati keluarga dan generasi)

Kelangkaan Gas Elpiji 3 kilogram (Kg) bukan hal yang pertama kalinya terjadi. Beberapa minggu terakhir masyarakat di sejumlah daerah mengeluhkan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram (kg) bersubsidi. Situasi ini tentunya menyulitkan masyarakat. Tak hanya menghambat aktivitas masyarakat, kelangkaan ini juga membuat harga isi ulang gas menjadi lebih mahal dari biasanya.

Sistem Kapitalis dibalik fakta kelangkaan Gas melon

Apa?! Hari gini masak pakai kayu bakar? kira-kira gimana rasanya ya? Yang pasti repot lah, seperti hidup di zaman old, zaman sebelum merdeka. Dan pastinya ada kekecewaan menyelimuti perasaan masyarakat, bagaimana tidak sebab keberadaan gas saat ini menjadi langka. Saya sendiri sebagai seorang ibu dan menjadi bagian dari masyarakat bisa merasakan kekecewaan yang dialami emak-emak di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Provinsi Sumatera Utara. Karena saya pun sempat merasakan juga. Beberapa hari belakangan ini, mereka sulit mendapatkan gas 3 kg alias si melon. Akhirnya dengan terpaksa mereka harus mencari kayu bakar untuk memasak. Kesal? Pasti.
Apa yang dialami oleh emak-emak di Kabupaten Paluta sebenarnya bukan masalah baru. Kelangkaan si melon juga menjadi fenomena di beberapa tempat. Padahal kalau kita lihat, ketersediaan gas sangat memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pihak pertamina mengungkapkan saat ini ketahanan stok nasional elpiji berada pada kondisi aman, yaitu 18,9 hari, di atas stok minimal 11 hari. Bahkan cadangan gas Indonesia saat ini cukup besar, berkontribusi 1,5% dari total cadangan gas dunia. Saat ini Indonesia memiliki cadangan gas terbesar ketiga di wilayah Asia Pasifik setelah Australia dan Republik Rakyat Tiongkok (BP Statistical Review of World Energy 2015).

Lalu mengapa langka? Apa benar kelangkaan tersebut dipicu oleh kepanikan warga terkait isu akan didistribusikannya bright gas 3 kg tabung pink? Sehingga merebaklah aksi borong elpiji melon. Secara harga si pink konon lebih mahal dari si melon. Atau, faktor lain yakni peruntukan si melon yang masih belum tepat sasaran. Yang harusnya untuk rakyat miskin dan usaha mikro, ternyata orang kaya juga pakai. Atau faktor klise karena natal dan tahun baru dan di penghujung tahun? Sehingga dampak nya saat ini kita rasakan. Nah, pertanyaannya kemudian adalah mengapa faktor-faktor masalah tersebut tidak pernah selesai? Sementara pemerintah katanya sudah berupaya dg melakukan manajemen dalam hal mendata berapa kebutuhan penduduk akan gas selama 1 tahun, dari data itulah di kelola oleh pemerintah daerah dengan dibagikan gas tersebut kepada  setiap warga. Namun mengapa kelangkaan gas terus terjadi, seakan-akan pemerintah sudah buntu dalam mencarikan jalan keluar.
Menurut Iskandar Direktur Pertamina pusat bahwa kelangkaan terhadap gas 3 kg juga ditengarai oleh penggunaan yang pihak tidak berhak. "Hal ini diperkuat dengan adanya temuan di lapangan bahwa elpiji 3 Kg bersubsidi digunakan oleh pengusaha rumah makan, laundry, genset, dan rumah tangga mampu," ujar nya di Kantor.
PT Pertamina masih menemukan banyak keluarga mampu masih menggunakan gas elpiji 3 kilogram, salah satunya di Aceh. Padahal, sasaran distribusi dari gas melon ini adalah keluarga kurang mampu.

Menurutnya, hal ini disebabkan belum ada peraturan khusus bagi pembeli di pangkalan. Sehingga orang yang mampu pun bisa membeli gas elpiji bersubsidi. Inilah wajah kapitalisme, yang akan selalu memunculkan ketimpangan ekonomi diri kalangan masyarakat bahkan dalam pemenuhan kebutuhan gas saja, harus dibedakan bagi yg tidak mampu di berikan gas bersubsidi dan bagi yg mampu di dorong untuk membeli gas 12 kg.

Seharusnya dalam pemenuhan kebutuhan tidak ada pembedaan antara kaya dan miskin. Karena gas adalah merupakan kebutuhan dasar kolektif yang seharusnya setiap warga berhak mendapatkannya. Jika ada pembedaan seperti itu akan menyebabkan kecurangan-kecurangan dari orang yang mampu dengan mengaku dirinya miskin bahkan karena kapitalisme juga orang kaya bisa saja memanfaatkan gas melon tersebut untuk di jual dengan meraup keuntungan yang besar. Cukup berbekal kepada surat keterangan miskin maka si orang kaya tersebut akan mendapatkannya. Belum lagi pihak-pihak swasta (asing) yang menguasai gas, padahal kita negara terkaya akan gas, namun mengapa kita sulit dalam mendapatkan gas. Sehingga untuk menyelesaikan perkara kelangkaan gas ini, kita membutuhkan solusi tuntas. Jika kapitalisme membuka peluang2 kecurangan, sudah seharusnya kita berpindah kepada solusi yg hakiki, yaitu mencari jawaban dan langkah-langkah kepada sitem Islam.

Pandangan Islam

Dalam Islam, gas dikategorikan sebagai kebutuhan dasar manusia. Sebab, dengan gas keberlangsungan pemenuhan potensial manusia dapat terselenggara, misalnya untuk memasak. Politik ekonomi Islam telah menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer (dasar) secara menyeluruh, serta meletakkan pemeliharaan dan penjamin terealisasinya kebutuhan primer tersebut ada di tangan Negara. Negaralah yang bertanggungjawab dan berkewajiban untuk melayani kepentingan masyarakat. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Nabi Saw bersabda : Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggungjawab atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari).

Agar negara bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan oleh syariah, maka syariah telah memberikan kekuasaan kepada negara untuk mengelola apa yang menjadi kepemilikan umum dalam rangka mewujudkan kemajuan taraf perekonomian umat contohnya gas, sebagaimana beliau Saw katakan : "Manusia berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, padang rumput dan api." (HR Abu Dawud)
Oleh karena itu, pertama, gas yang dalam hadits diatas dimaknai sebagai api, tidak boleh diberikan kepada individu tertentu, apalagi kepada asing, karena ia adalah milik umum. Negara lah yang wajib mengelolanya dan hasilnya diberikan kepada rakyat yang membutuhkan. Dengan pembatasan kepemilikan ini, kelangkaan gas bisa diatasi karena tidak akan terjadi dominasi satu pihak terhadap kepemilikan gas.

Kedua, soal distribusi ke tengah-tengah masyarakat, Islam memiliki seperangkat aturan yang meniscayakan meratanya pemenuhan kebutuhan gas kepada seluruh rakyat. Islam melarang manusia untuk melakukan penimbunan terhadap harta. Sehingga sesungguhnya tidak perlu ada pembedaan antara orang kaya dan orang miskin dalam pendistribusian gas, mengingat pasokan gas yang dimiliki negeri kita sangat memadai. Jika pengelolaannya benar, insya Allah seluruh rakyat, siapa saja, akan terpenuhi haknya terhadap gas.
Terakhir, Negara harus menjalankan sanksi tegas bagi siapapun yang melanggar ketentuan syariah dalam hal pendistribusian harta seperti penimbunan tadi. Jika sistem Islam berjalan, Insya Allah kita tidak akan pernah mengalami kelangkaan gas seperti saat ini.

Kesimpulannya adanya sumber daya alam yang melimpah, ditambah pemerintah yang amanah, dan sistem Islam sebagai aturannya, insya Allah negeri ini akan makmur, sejahtera dan berkah. Baldatun toyyibatun wa Rabbun Ghafur.