Ekonomi Syariah: Larangan Menetapkan Harga ( Tas'ir)



Oleh : Tommy Abdillah, ST. MT

eLSIM (Lembaga Study Islam Multy Dimensi)

Perkembangan teknologi informasi diera digital memberikan kontribusi positif bagi kehidupan manusia termasuk dalam sektor bisnis dan jasa. Aplikasi bisnis berbasis on line  semakin diminati masyarakat kota mengingat tingkat kebutuhan terus meningkat sementara para pebisnis penyedia barang (distributor) dan jasa (service) mampu memberikan pelayanan terbaik dengan harga ekonomis, efisien dan praktis.

Jasa transportasi on line mampu memberikan warna baru bagi transportasi public di Indonesia yang berefek terhadap persaingan tak sehat usaha jasa angkutan umum sehingga timbul demonstrasi dengan tuntutan pemblokiran perusahaan aplikator Grab Car, Gocar dan Uber, yang tidak mematuhi ketentuan Kepmen 108/2017 yang mengatur sejumlah ketentuan operasional taksi online berbasis aplikasi diantaranya terkait penentuan tarif. Bagaimana hukum menetapkan harga didalam Islam?

Ajaran Islam sungguh mulia dan sempurna. Hal ini tampak dari pengaturan hidup sedemikian tertata rapi terkandung nilai-nilai keadilan bagi kehidupan. Sebagaimana perkara jual beli (Al-buyu') telah diatur oleh Islam secara detail sehingga antara penjual dan pembeli benar-benar melakukan aqad transaksi sesuai dengan koridor hukum syara'.

Dalam sebuah atsar Khalifah Umar bin khatab r.a berkata, "Jangan berjualan dipasar ini bagi para pedagang yang tidak mengerti fiqh mu'amalah."(Sunan Tirmidzi).

Esensi Harga

Harga menjadi salah satu instrumen terpenting dalam perdagangan. Teori-teori harga muncul sejak ekonomi modern lahir dan ini menjadi rujukan para ekonom masa kini,  begitu pula ekonom Islam. Salah satu Early Islamic thinker yaitu Yahya Bin Umar Al-Kanani Al-Andalusi yang lahir tahun 213 Hijriyah di Cordova Spanyol, membahas secara detail tentang operasional pasar dan seluk beluk lainnya. Buku yang ditulis berjudul Ahkam Al-Suuq dan membahas salah satu topik tas’ir (penentuan harga) dalam pasar.

Makna Tas'ir

Diantara kaidah jual beli didalam Islam adalah dilarang dalam menetapkan harga (tas'ir). Di dalam bahasa Arab,  تسعير (tas’ir) berasal dari kata سعر (sa’ara). Ibnu'Ibad didalam kitab Al-Muhith fi al-lughah, menyatakan bahwa ungkapan,

سعر اهل سوق

(Sa’ara ahlu suq yaitu para pedagang dipasar menetapkan harga). artinya as’aru mereka menetapkan harga. Sementara itu as-si’r artinya harga. Dengan demikian at-tas’ir artinya penetapan harga (taqdir as-si’r).

Imam As-syaukani rahimahullahu mendefiniskan at-atas’ir sebagai penetapan harga oleh penguasa atau wakilanya, atau siapa saja yang memiliki kekuasan dalam mengatur urusan kaum muslimin, bagi para pedagang di pasar, agar mereka tidak menjual barang-barang mereka kecuali dengan harga tertentu, tidak melebihi batas itu atau menguranginya demi maslahat.

(Ref : Kitab Nailul Authar, VIII/370).

Dgn kata lain, penetapan harga maksimal atau minimal jg merupakan bentuk tas’ir.

Tas'ir Hukumnya Haram

Mengenai larangan tas'ir terdapat riwayat hadist Imam Abu Daud

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَجُلًا جَاءَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ سَعِّرْ فَقَالَ بَلْ أَدْعُو ثُمَّ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ سَعِّرْ فَقَالَ بَلْ اللَّهُ يَخْفِضُ وَيَرْفَعُ(سنن أبي داود، 9/310 برقم2993)

 Artinya : “Seorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, Ya Rasulullah, patoklah harga. Beliau SAW menjawab, Berdo’alah. Kemudian datang yang lain dan berkata, Ya Rasulullah, patoklah harga. Beliau menjawab, Sesungguhnya Allah lah yang menurunkan dan menaikan harga.” (HR.Abu Dawud).

Sesuai dengan konteks hadist diatas bhw menetapkan harga (tas’ir) adalah dilarang yang hukumnya Haram. Larangan ini bersifat umum mencakup seluruh jenis barang. Sebab nash-nash yang menjadi dasar larangan itu bersifat umum dan mutlak. Baik terkait makanan pokok ataupun bukan. Baik dilakukan pada saat perang atau dalam kondisi damai. Baik dalam kondisi naiknya harga barang atau saat turun.

Ulama fiqih membagi tas’ir menjadi 2 macam:

1. Harga yang berlaku secara alami, tanpa campur tangan pemerintah. Dua dari empat mazhab terkenal, Hambali dan Syafi’i menyatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai hak untuk menetapkan harga.

2. Harga suatu komoditas dari hasil kepemilikan umum seperti bahan bakar minyak (BBM) boleh ditetapkan pemerintah setelah mempertimbangkan biaya produksi dan operasional tapi bukan berorientasi pada profit sebab hubungan antara pemerintah dengan rakyat bukan hubungan antara penjual dan pembeli akan tapi hubungan pelayanan publik (public service).

Islam menghargai hak penjual dan pembeli untuk menentukan harga sekaligus melindungi hak keduanya

Dari pandangan ekonomis, penetapan harga mengakibatkan munculnya tujuan yang saling bertentangan. Harga yang tinggi, pada umumnya bermula dari situasi meningkatnya permintaan atau menurunnya supply. Pengawasan harga hanya akan memperburuk situasi tsb.

Efek Menetapkan Harga

Harga yang lebih rendah akan mendorong permintaan baru atau meningkatkan permintaannya serta akan mengecilkan hati para importir untuk mengimpor barang tsb. Pada saat yang sama, hal tersebut akan mendorong produksi dalam negeri, mencari pasar luar negeri (yang tak terawasi) atau menahan produksinya sampai pengawasan harga secara lokal itu dilarang. Akibatnya, akan terjadi kekurangan supply.

Di sisi lain, penetapan harga juga akan membuka peluang pasar-pasar gelap yang menjual belikan barang berbeda dengan harga yang telah ditetapkan. Bukan menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru dan membuat harga semakin tinggi. Selain itu, penetapan harga juga bisa saja berimbas pada menurunnya produksi. Alhasil tas’ir bukan hanya tindakan zhalim bagi pemilik barang, tapi juga menimbulkan dharar bagi masyarakat secara umum.

Penutup

Saatnya bagi kita untuk meninggalkan sistem ekonomi Kapitalisme liberal karena telah nyata kebathilan dan kerusakannya. Semoga sistem ekonomi Islam dlm sektor makro dan mikro dapat diaplikasikan secara real sehingga berdampak bagi kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat melalui jalan menerapkan Syari'at Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam