Bunuh Diri Meningkat, Buah dari Sistem Kapitalisme

 




Oleh: Alia Salsa Rainna
(Aktivis Dakwah)

Baru-baru ini, publik kembali digemparkan oleh berita meningkatnya angka bunuh diri yang dilakukan oleh anak sekolah. Dua anak ditemukan meninggal dunia diduga akibat bunuh diri di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Kompas.id, 31/10/2025). 

Berita ini menunjukkan bahwa persoalan mental pada anak semakin mengkhawatirkan dan patut menjadi perhatian serius.

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menyebutkan bahwa lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental, dari total sekitar dua puluh juta jiwa yang telah menjalani pemeriksaan. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini tidak berhasil melindungi dan membina kesehatan mental anak. Pendidikan yang dibangun di atas paradigma kapitalisme hanya menekankan pencapaian akademik, sementara nilai-nilai keimanan dan pembentukan akidah nyaris diabaikan.

Padahal, Allah SWT telah memperingatkan dalam firman-Nya:

> وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS. An-Nisa: 29)

Ayat ini menegaskan bahwa bunuh diri adalah perbuatan yang diharamkan. Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga jiwa, menghindarkan diri dari kebinasaan, dan meyakini bahwa kasih sayang Allah senantiasa terbuka bagi hamba-hamba-Nya yang memohon pertolongan.

Sistem pendidikan sekuler menjauhkan anak-anak dari pemahaman agama yang benar. Pelajaran agama hanya diajarkan sebatas teori tanpa membentuk keimanan dan kepribadian yang kokoh. Akibatnya, banyak anak tumbuh tanpa arah hidup yang jelas dan mudah terombang-ambing oleh tekanan sosial, akademik, maupun ekonomi. Ketika masalah hidup datang tanpa solusi, sebagian dari mereka memilih jalan pintas  mengakhiri hidupnya sendiri.

Inilah buah pahit dari sistem kapitalisme yang abai terhadap pembinaan generasi. Kapitalisme membentuk masyarakat yang individualistis, menilai keberhasilan dari materi, bukan moral dan ketenangan batin. Padahal, jiwa manusia tidak bisa tenang kecuali dengan keimanan yang benar dan sistem hidup yang selaras dengan fitrahnya sebagai hamba Allah.

Berbeda dengan Islam, pendidikan dalam pandangan Islam bukan sekadar mencetak manusia berprestasi, tetapi membentuk pola pikir dan pola sikap yang berlandaskan akidah Islam. Dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, anak-anak akan tumbuh dengan kepribadian Islam yang kuat, memahami makna hidup, dan mampu menghadapi ujian dengan sabar serta tawakal kepada Allah.

Meningkatnya kasus bunuh diri sejatinya menjadi cermin betapa rusaknya sistem kapitalisme yang kini menaungi kehidupan. Sudah saatnya umat menyadari bahwa hanya dengan kembali kepada sistem Islam yang menata pendidikan, masyarakat, dan negara berdasarkan wahyu manusia akan memperoleh ketenangan sejati dan generasi akan terselamatkan dari kehancuran.

Wallaahu a‘lam bish-shawab.