Berulang, Indonesia Banjir Impor Menjelang Lebaran

 


Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)


Lagi-lagi impor dengan alasan untuk memenuhi pasokan kebutuhan pangan masyarakat di bulan Ramadan dan persiapan untuk menyambut lebaran pemerintah lagi-lagi melakukan impor bahan pangan. Impor yang dilakukan pemerintah ini karena pemerintah berupaya agar selama bulan Ramadan ketersediaan bahan pangan terutama beras dan daging tercukupi. Karena seperti biasa di waktu bulan Ramadan kebutuhan bahan pokok mensyarat akan meningkat dari biasanya dan tujuan impor juga untuk menjaga agar harga bahan pokok tidak melonjak terlalu naik.


Agar ketersediaan cadangan pangan terpenuhi (beras) sesuai standar aman. Maka pemerintah wajib menyediakan stok beras di level 1,27 juta ton. Ujar direktur supply chair pelayanan publik bulog Muhammad Suyanto (liputan6.com, 20/03/2024).


Yang tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan pasokan daging selama bulan Ramadan, pemerintah juga sudah menyetujui impor daging sapi dan sapi hidup. Impor daging sapi dan sapi hidup tersebut disampaikan oleh kepala Bapenas (Badan Pengawas Nasional) Arief Adi Prasetio. Beliau menyatakan sebanyak 145.250,60 ton akan tiba dalam waktu 2-3 minggu, di mana sebanyak 145 ribu ton berupa daging selebihnya berupa ratusan ekor sapi hidup (cnbc.indonesia, 19/02/2024).


Dengan adanya impor bahan pangan, terutama beras dan daging pemerintah berharap stok bahan pangan tersebut bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di waktu bulan Ramadan dan di waktu menyambut lebaran tercukupi dan terpenuhi, yang menjadi persoalan bagaimana selanjutnya antisipasi pemerintah setelah Ramadan dan lebaran berlalu, tetapi kenaikan harga pangan tetap melonjak naik. Apakah pemerintah akan tetap melakukan impor terus-menerus? Lalu, di mana upaya negara dalam mewujudkan ketahanan pangan secara mandiri?


Lagi-lagi inilah buruknya penerapan dari sistem kapitalis, negara hanya sebagai regulator yang mengatur lalu lintas jalannya usaha. Peran negara yang menguasai hajat hidup orang banyak termasuk dalam mengelola kekayaan alam pun diserahkan kepada swasta untuk mengelolanya. Termasuklah di sini ketika terjadi lonjakan harga bahan pangan dimasyarakat.


Negara yang menerapkan roda pemerintahan dengan sistem kapitalis di mana standar dalam memenuhi kebutuhan adalah materi (keuntungan) tentu dengan membuka keran impor (ketergantungan impor) akan membuka cela mendapat keuntungan yang lebih besar. Dengan alasan impor negara dengan sistem kapitalis akan mendulang dua keuntungan, yang pertama sebagai penguasa ia dinilai sudah bisa mengantisipasi agar ketahanan pangan tetap terwujud.


Dengan impor bisa memenuhi cadangan bahan pangan terpenuhi, yang kedua secara materi impor bisa membuka keran swasta dalam menjalankan bisnisnya, dengan impor masuk tentu secara bisnis siapa pemilik modal terbanyak maka dia akan membeli bahan pangan impor yang masuk. Dari sini negara yang menjalankan roda pemerintahan kapitalis akan mendulang keuntungan yang besar.


Dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat pengaturannya dengan mekanisme pasar dan pasar bebas dan apabila terjadi lonjakan harga yang sangat tinggi maka satu- satunya cara yang sudah lazim dibuat oleh pemimpin kapitalis untuk meredam kenaikan harga tersebut dengan operasi pasar atau biasa disebut pasar murah.


Inilah buruknya penerapan sistem pemerintahan kapitalis, negara bukan mencari solusi bagaimana caranya mengantisipasi ketahanan pangan dan kedaulatan pangan terwujud. Inilah buruknya sistem kapitalis dalam penerapannya menghalangi terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan yang mandiri.


Berbeda dengan sistem Islam. Islam mewajibkan negara berdaulat dan mandiri dalam meriayah rakyatnya, termasuk dalam urusan pangan. Agar kesejahteraan dan kemakmuran bisa terwujud, negara akan berupaya secara maksimal melakukannya. Termasuk dalam membangun infrastruktur yang berkualitas.


Agar kedaulatan pangan dapat terwujud dengan baik, negara mengupayakan dengan dua metode yaitu pertama dengan cara intensifikasi pertanian. Di mana pembudidayaan tanaman atau hewan yang menggunakan masukan dalam ukuran besar, tetapi relatif terhadap luas lahan agar mempertimbangkan efisiensi. Hal ini didukung dengan meningkatkan teknologi yang berkemampuan tinggi, agar tepat guna dalam berinovasi.


Sedangkan cara kedua dengan cara ekstansifikasi, di mana negara memperluas lahan pertanian dengan mencari lahan-lahan baru. Agar terwujudnya ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat serta terwujudnya kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini negara akan mensupport petani dan peternak dengan memberikan bantuan subsidi berupa pupuk, obat-obatan, maupun modal bagi peternak yang kurang modal dalam usaha peternakan.


Hanya dengan kepemimpinan Islam semua itu bisa terwujud dan terlaksana, karena negara Islam dalam mensupport rakyat, terutama ketika membantu rakyat dalam usaha, tetapi kekurangan modal, negara memiliki badan lembaga keuangan yang teruji dan amanah yaitu Baitul mal. Dari Baitul mal inilah negara mampu melaksanakan kewajibannya dalam melayani kepentingan umat. Salah satunya dengan mengupayakan terwujudnya ketahanan pangan yang kuat dan mandiri.


Semua itu hanya bisa terwujud dengan kembali kepada kepemimpinan Islam. Karena pemimpin dalam Islam ketika menjalankan roda pemerintahan ia akan terikat dan tunduk pada hukum syarak. Maka, ketika pemimpin dalam menjalankan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan rakyat, ia akan sepenuh hati melayani kepentingan umat. Karena kelak di akhirat seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.


“Imam yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (h.r. Bukhari).


Wallahualam bissawab.