PHK Marak, Perlindungan Negara Dimana?

 



Oleh : Nurul Ul Husna Nasution, Aktivis KoAS Tanjungbalai

Maraknya PHK kembali mengancam ribuan buruh di negeri ini. Dilihat dari data BPJS Ketenagakerjaan yang mengklaim program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) meningkat mencapai Rp. 35,6 miliar per Februari 2023 dibandingkan tahun lalu. Setahun terakhir ini menjadi lonjakan PHK yang berdampak besar kepada buruh mulai dari sektor teknologi seperti startup hingga industri manufaktur. (kumparan BISNIS, 09/04/2023)

Gelombang PHK yang sudah mendunia terjadi akibat resesi global. Lesunya ekonomi yang menjadi penyebabnya membuat PHK besar-besaran menjadi pilihan para pemilik modal. Dikarenakan di saat melemahnya perekonomian, PHK adalah  jalan pengusaha menyelamatkan asetnya, tanpa peduli dengan nasib buruhnya. Hal ini akan menjadi mimpi buruk khususnya negeri ini karena akan menambah angka pengangguran dan pastinya rakyat jauh dari kata sejahtera.

Miris, Negeri ini tidak independen dalam menyiapkan lapangan pekerjaan disebabkan masih bergantung kepada investor asing. Negeri yang mengambil sistem sekuler- kapitalis lebih mengembangkan sistem ekonomi nonriil yaitu aktivitas ekonomi yang berdasarkan investasi spekulatif misalnya melaui kredit perbankan serta jual beli surat berharga seperti saham. Hal ini menyebabkan inflasi dan menggelembungkan aset yang berakibat turunnya produksi dari investasi di sektor riil. Maka, terjadilah resesi dan kebangkrutan perusahaan.

Fenomena ini juga menunjukkan abainya Negara atas nasib rakyatnya dalam menjamin kebutuhan pokoknya. Apalagi dalam sistem kapitalisme Negara hanya sebagai regulator bagi para pemilik modal. Sistem kapitaslisme menunjukkan kelemahannya dalam menjaga kehidupan rakyat agar sejahtera. Dan sangat dikhawatirkan di saat masyarakat semakin susah dan melarat kejahatan pun kian meningkat. Tak bisa dipungkiri inilah potret buram penerapan system kapitalis.

Berbeda dengan penerapan sistem ekonomi Islam mampu mewujudkan hidup sejahtera. Menurut, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani sebagai ulama sekaligus mujtahid dalam bukunya sistem ekonomi Islam terdiri dari tiga pilar yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah), pengelolaan kepemilikan harta serta distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Dimana pengaturannya didasarkan akidah dan syariah Islam seperti mengharamkan perekonomian sektor nonriil, meniadakan riba hingga campur tangan asing terhadap perekonomian Negara.

Penerapan Islam secara kaffah akan menjadi jaminan kesejahteraan. Salah satunya dengan memberi lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya dengan memaksimalkan kekayaan alam yang di kelola oleh Negara itu sendiri tanpa ada pihak swasta. Kemudian memberikan dukungan kepada para pengusaha untuk dapat meningkatkan kualitas perekonomian. Para pekerja akan diberikan jaminan kelangsungan hidup tanpa ada bayangan-bayangan yang mengancam ke depannya dan terkhusus rakyat yang tidak bisa bekerja dikarenakan kecacatan dan lain-lain maka Negara tetap memenuhi kebutuhan pokok yang berasal dari Baitul Mal. Penerapan konsep Baitul Mal diinput dari harta kepemilikan umum seperti hutan, tambang, minyak bumi dan gas alam. Sebagaimana dalam hadis “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu, air, padang rumput (hutan) dan api (energi)”. (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Oleh karena itu, niscaya kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat karena dengan penerapan system ekonomi Islam dalam Naungan Daulah Islam berbuah keberkahan dari Sang Maha Pemberi.[Wallahu’alam Bishowab]