SEKULARISME MENYEMPITKAN FUNGSI MASJID

 


Oleh: Ummu Rasyid 

(Aktivis Muslimah KoAs Tanjungbalai)

 

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Ini disampaikan Ma'ruf usai adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di wasjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat.(Republika.co.id)

 Satu tahun mendatang memang akan memasuki tahun pemilihan kembali pemimpin negara. Sebagaimana paslon -paslon sebelumnya mereka sudah mulai melakukan kampanye kampanye. Mereka melakukan berbagai upaya agar mendapat suara sebanyak-banyaknya termasuk memanfaatkan masjid. Umat Islam seharusnya menyadari fungsi masjid yang sebenarnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada masa kepemimpinan beliau sebagai Kepala Negara Islam di Madinah. Masjid Nabawi tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat dan beribadah namun juga mengurusi berbagai urusan kaum muslimin. 

Dalam sirah tercatat pada zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam selain tempat ibadah ritual sebagaimana salat zikir, tilawah Alquran, juga digunakan sebagai tempat konsultasi dan komunikasi umat tentang berbagai persoalan kehidupan, tempat pendidikan, tempat pembagian zakat ghonimah sedekah dan lain-lain, tempat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berdiskusi dengan para sahabat mengenai strategi perang dan bernegara, tempat latihan militer atau perang, tempat pengobatan dan perawatan para korban perang, tempat pengadilan sengketa, tempat menerima tamu tempat menawan tahanan dan pusat penerangan Islam. 

Fungsi masjid tidak berubah hingga kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat yang disebut Khilafah Islamiyah. Para khalifah mendirikan masjid-masjid di daerah-daerah yang tunduk pada Kekuasaan Islam. Fungsi masjid ini juga tidak banyak berbeda dengan fungsi masjid di Madinah. 

Aktivitas mengurusi kepentingan kaum muslimin di dalam Fiqih Islam disebut politik atau Asiasah. Dalam Islam, politik didefinisikan sebagai pengaturan urusan-urusan masyarakat dalam dan luar negeri berdasarkan Syariah Islam. Politik ini dilaksanakan secara langsung oleh negara Islam atau Khilafah serta diawasi oleh individu dan rakyat.

Makna politik ini di istinbat atau digali dari berbagai dalil salah satu diantaranya dari sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam "Dulu Bani Israil diatur urusannya oleh para nabi setiap kali Seorang nabi wafat ia digantikan oleh Nabi yang lain sungguh tidak ada nabi sesudahku yang akan ada adalah para khalifah dan jumlah mereka banyak." (Hadits riwayat al- Bukhari dan Muslim).

Saat ini yang berlaku adalah sistem sekulerisme demokrasi yakni sistem kepemimpinan yang bukan berasal dari Islam Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga kaum muslimin hanya memposisikan fungsi masjid sebagai tempat beribadah. Tidak ada lagi aktivitas mengurusi urusan umat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Begitu pula sistem politiknya tidak menggunakan sistem politik Islam melainkan politik demokrasi.

Sistem politik demokrasi memperbolehkan manusia berdaulat atas hukum sehingga mereka bisa menjadikan kekuasaan mereka untuk menguasai yang lain dan memuluskan kepentingan mereka sendiri. Sistem politik demokrasi juga hanya melahirkan penguasa bermuka dua karena mereka begitu manis ketika memanfaatkan momentum tertentu demi mendulang suara. 

Namun saat menjabat mereka melalaikan dan melupakan semua janji-janji. Sebab legalitas kekuasaan dalam sistem didapatkan dari suara mayoritas karenanya wajar jika ada sebagian paslon memanfaatkan masjid untuk melancarkan tujuan tersebut maka publik akan mendapati politik saat ini begitu kotor. Hal itu karena lemahnya pemahaman umat akan politik yang hanya membatasi dalam politik praktis sebagaimana juga yang diamalkan oleh parpol hari ini.

Keseluruhan kekhawatiran tidak akan muncul jika partai politik yang ada adalah partai ideologis Islam. Syekh taqyuddin an Nabhani dalam kitab takatul hisbi menjelaskan bahwa fungsi partai politik memiliki peran strategis dalam perubahan umat yakni mereka bergerak dan terus bergerak membentuk kesadaran dan pemahaman politik yang benar. 

Politik yang bermakna mengurus urusan rakyat. Fungsi ini diwujudkan melalui pergerakan yang mereka lakukan.  Pergerakan kelompok ini tentu akan mengikuti metode Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka membina umat hingga individu-individu yang berada di dalam binaannya memiliki kepribadian Islam dan siap berdakwah ke tengah-tengah masyarakat.

Dari dakwah ini masyarakat akan menyadari bahwa mereka hidup dalam sistem sekulerisme demokrasi yang batil dan buruk. Mereka juga sadar seharusnya arah perjuangan ialah mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah bukan terjebak pada politik pragmatis demokrasi sebab hanya dengan Khilafah politik yang terwujud di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan syariah yakni mengurusi urusan umat inilah partai politik yang seharusnya menjadi pilihan untuk menyatukan umat.