Ekonomi Syari'ah, Menyoal Dana Talangan Haji Dan Umrah

 


Oleh : Tommy Abdillah

(Ketua Asosiasi Praktisi Ekonomi Islam Indonesia/APEII Sumut) 

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 sebesar Rp98.893.909,11. Angka tersebut sejatinya hanya naik Rp514.888,02 dari tahun lalu sebesar Rp98.379.021,09, namun proporsi pemenuhan BPIH tahun ini mengalami perubahan drastis dan memantik perdebatan.

Biaya perjalanan ibadah haji yang harus dibayarkan calon jemaah haji tahun ini membengkak hingga Rp69.193.734,00. Sedangkan nilai manfaat haji yang diberikan turun menjadi 30 persen atau hanya Rp29.700.175,11 per jemaah.

Banyak pihak yang menolak kenaikan biaya haji tahun 2023  hingga 73 % terutama para calon jamaah haji yang sudah mendaftar dan menunggu daftar keberangkatan. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi malah justru telah menurunkan harga akomodasi haji sekitar 30 persen lebih murah dibanding tahun lalu. Jadi ada persoalan bila pemerintah justru masih menaikkan biaya haji tahun ini seiring penurunan biaya tersebut.

Cita-cita Ke Baitullah

Setiap orang mukmin dan mukminah tentu memiliki rasa rindu dan harap untuk bisa menunaikan ibadah haji dan umrah ke tanah suci Makkah Al-mukarramah. Menyaksikan rangkaian ibadah haji dan umrah melalui media TV menambah memuncak kerinduan untuk bisa menunaikan rukun Islam yang kelima tsb. Berbagai macam upaya pun dilakukan untuk bisa sampai ke tanah suci. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman, 

{فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ} [آل عمران : 97]

Artinya : "Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia, mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta  alam."(QS. Al-Imran: 97).

Kini bila hendak menunaikan ibadah haji harus bersabar menunggu jadwal antrian antara 10 hingga 15 tahun kedepan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kuota haji dari pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia dan banyaknya calon jama'ah haji yang mendaftar haji.

Pro-Kontra Dana Talangan Haji Dan Umrah

Diantara upaya untuk bisa mendaftar haji adalah mengikuti program dana talangan haji. Pro-kontra soal dana talangan haji telah menjadi wacana publik. Mantan Dirjen Urusan Haji, Anggito Abimanyu, yang mula-mula memunculkan wacana perlunya dana talangan haji ini dihentikan.(1)

Ada 3 pertimbangan, yaitu antrean panjang calon jamaah haji  yang sesungguhnya belum memenuhi syarat istitha’ah. Ketidakmampuan (‘adam istitha’ah) mereka ini dibuktikan dengan meminjam dana bank yang mereka lakukan untuk mendapatkan nomor porsi haji yang dikeluarkan Kementerian Agama RI. Dan tentu status hukum dana talangan haji itu sendiri yang dianggap bermasalah. Bagaimana sebenarnya kedudukan hukum dana talangan haji dalam pandangan hukum syara’?

Hukum Dana Talangan Haji Dan Umrah

Dewan Syari’ah Nasional- MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dengan dua jenis akad yakni Al-qard dan Al-ijarah. Fatwa ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan ulama di Indonesia dan pada akhirnya membuat bingung masyarakat.

Sebagian melakukan transaksi qard (hutang) dengan pihak Bank dan sebahagian yang lain menolaknya karena hal itu dianggap haram. Soal fatwa DSN-MUI tentang dana talangan haji yang menggunakan akad ijarah, mengutip penjelasan KH.Hafidz Abdurrahman, MA fatwa dana talangan haji jelas tidak tepat karena fakta dana talangan haji adalah fakta hutang-piutang (qardh), dimana LKS memberikan dana talangan (qardh) kepada calon jamaah haji, agar bisa mendapatkan nomer porsi haji.

Dengan begitu, posisi calon jamaah haji di sini jelas berhutang kepada LKS karena itu, di sana ditetapkan syarat, agar calon jamaah yang bersangkutan sudah harus melunasi hutangnya sebelum berangkat ke tanah suci. Ini membuktikan bahwa akad dana talangan ini jelas merupakan akad hutang-piutang (qardh), bukan akad ijarah (jasa). Apalagi nilai nominalnya jelas dan bersifat fixed, dimana oleh para fuqaha’ disebut qardh, bukan dain sehingga harus dibayar dengan nilai nominal yang sama, tidak boleh lebih.

Rasulullah SAW bersabda :

لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Artinya : “Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutang, dan tidak halal 2 syarat dalam satu transaksi dan tidak halal keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta tidak halal menjual sesuatu yang bukan milikmu.”

(Berkata Ibnu Hajar didalam kitab Bulughul Maram (232) : Hadist diriwayatkan oleh Al-Khomsah dan disahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Huzaimah serta Hakim).

Dari konteks hadist di atas diterangkan bahwa tidak halal pinjaman yang disyaratkan dengan jual beli, begitu juga tidak halal pinjaman yang disyaratkan dengan pembayaran jasa (Al-ijarah), sebagaimana yang terdapat pada Dana Talangan Haji.

Kaidah Ushul Fiqh menjelaskan,

كل قرض جر منفعة فهو الربا

Artinya : Setiap pinjaman yg menarik keuntungan (membuahkan bunga) adl riba."(2)

Mengutip penjelasan KH.Siddiq Al-jawi dalam masalah dana talangan haji terdapat 4 alasan :

1. Dalil yg digunakan tak sesuai untuk membolehkan akad qardh wa ijarah sebab dalil yang ada hanya membolehkan qardh dan ijarah secara terpisah. Tak ada satupun dalil yang membolehkan qardh dan ijarah secara bersamaan dalam satu akad.

2. Penggabungan 2 akad menjadi satu akad sendiri hukumnya tdk boleh. Memang sebagian ulama membolehkan, seperti Imam Ibnu Taimiyah (ulama Hanabilah) dan Imam Asyhab (ulama Malikiyah). Namun yang rajih adalah pendapat yang tidak membolehkan, yakni pendapat jumhur ulama empat mazhab, yakni ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.(3)

3. Menurut ulama yang membolehkan penggabungan 2 akad pun, penggabungan qardh dan ijarah termasuk akad yang tak dibolehkan. (Ibnu Taimiyah,Majmu’ al-Fatawa, 29/62; Fahad Hasun, Al-Ijarah al-Muntahiyah bi At-Tamlik, hal. 24).

4. Akad qardh wa ijarah tidak memenuhi syarat ijarah. Sebab dalam akad ijarah,disyaratkan obyek akadnya bukan jasa yang diharamkan.(4)


Dalam akad qardh wa ijarah, obyek akadnya adalah jasa qardh dengan mensyaratkan tambahan imbalan. Ini tidak boleh, sebab setiap qardh (pinjaman) yang mensyaratkan tambahan adalah riba, meski besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.

Penutup

Menunaikan ibadah kpd Allah SWT tidak hanya bermodalkan ikhlas semata-mata karena Allah ta'ala akan tapi tata cara untuk menunaikannya juga harus benar-benar mengikuti tuntunan dari Rasulullah SAW. Termasuk menunaikan ibadah haji dan umrah syarat mampu adalah mampu dalam biaya perjalanan dan bekal. Sementara biaya haji yang diperoleh dengan cara riba sama saja dengan mengotori kesucian ibadah haji dengan Haramnya riba. Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبَاً 

Artinya : "Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik."(HR. Muslim).

Wallahu a’lam


Catatan Kaki :

1. Harian Republika, 5/10/2012

2. Syaikh Sayyid Saabiq, Kitab Fiqh Sunnah; jilid xii, hal 113.

3. Imam Sarakhsi, Al-Mabsuth, 13/16; Hasyiah al-Dasuqi ‘Ala Al-Syarh al-Kabir, 3/66; Imam Nawawi, Al-Majmu’, 9/230; Al-Syarh al-Kabir, 11/230; M. Abdul Aziz Hasan Zaid, Al-Ijarah Baina Al-Fiqh al-Islami wa al-Tathbiq al-Mu’ashir, hal. 45.

4. M. Abdul Aziz Hasan Zaid,ibid., hal. 17; Taqiyuddin Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hal.93