CFW : POTRET KRISIS DAN RUSAKNYA GENERASI

 


Oleh :

Nuri Ratna Sari Siahaan

 

Warganet beberapa waktu lalu sempat dihebohkan dengan Citayam Fashion Week (CFW). Tentu ini bukanlah hal yang tidak asing lagi, karena hal ini turut didukung oleh selegram, artis, tokoh politik ikut meramaikannya dan di mana banyak pemuda-pemudi berusia masih sangat muda dan mereka dengan bangganya berjalan lenggak-lenggok di tengah jalan yang pastinya itu sangat mengganggu pengguna jalan dan sangat berbahaya dan menimbulkan kemacetan.

Salah satunya adalah Gubernur Jawa Barat, beberapa waktu lalu turut meramaikan panggung Citayam Fashion Week di kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta. Istilah “Citayam Fashion Week” diambil saat anak bojong dan Citayam menguasai area di Sudirman, Jakarta. Awalnya mereka hanya sekedar nongkrong-nongkrong ngak jelas, hingga akhirya mereka mempunyai ide untuk beramai-ramai mengenakan pakaian dan bergaya bak ingin tampil fashion show. Dan hingga saat ini daerah-daerah di sudut Indonesia sudah mulai ketularan menggelar acara tersebut. (PARBOABOA, Medan).

Fashion week ini bukan kali pertama dilakukan di Indonesia, ternyata Negara-negara lain yang sudah marak di kota-kota Eropa seperti di Stockholm, Copenhagen, Milan, Hippies, Harajuku Fashion Week Paris Fashion Week hingga kini merambah ke Indonesia yaitu Citayam Fashion Week. Fenomena ini sudah merambah luas hingga ke berbagai daerah di Indonesia, yaitu sudah menjalar ke Kota Medan yang terlihat beredar di sosial media. Terlihat dengan jelas sejumlah anak muda di Medan melakukan catwalk di kawasan Kesawan, persimpangan Jalan Ahmad Yani. Terlihat dengan jelas pemuda asyik berlenggak-lenggok bak model persis di zebra cross di persimpangan. Dengan percaya dirinya mereka memakai outfit terkeren versi mereka, dengan warna outfit yang mencolok, dengan khas celana ketat, dan memperlihatkan lekuk tubuhnya baik laki-laki dan perempuan mereka mengekspresikan dirinya dengan outfit yang menurut mereka super keren abis. (SuaraSumut.id).

Demam “Citayam Fashion Week” melanda Kota Medan, fenomena ini hits di kalangan anak muda yang catwalk di tempat umum sambil adu outfit keren versi mereka. Dimana para kaum pemuda ini ramai berkumpul di persimpangan PT London Sumatera (Lonsum), Kesawan. Bebarapa influencer kota Medan yang beradu outfit super nyentrik berpose di depan para pengendara yang menunggu lampu merah. Mereka berpendapat ajang fashion week ini adalah ajang untuk pemuda lebih kreatif yang bisa unjuk fashion dengan percaya diri. (detiksumut, Minggu/24/7/2022).

Fenomena Citayam Fashion Week ini menuai pro kontra dari masyarakat. Ada yang beropini bahwa itu adalah bentuk kreativitas dan wujud untuk mengekspresikan diri sebagai seorang pemuda. Alih-alih melarang kegiatan tersebut, justru hal tersebut mendapat angin segar dari kalangan pejabat, influencer, serta super top model Indonesia. Rasanya miris hal seperti didukung dan malah difasilitasi untuk lebih dikembangkan dengan dalih agar mengembangkan kreativitas pemuda.

Sangat miris melihat perkembangan pemuda saat ini yang sangat jauh dari kata “taqwa” dan “taat”, pemuda saat ini yang tampak jelas korban dari kekejaman sistem saat ini, pemikiran dan mental pemuda saat ini telah diobok-obok oleh kaum sekuler, liberalis di mana kini telah diracuni westernisasi dan koreaisasi. Sistem kapitalis yang membentuk mental-mental pemuda saat ini bermental kerupuk yang mudah rapuh oleh goncangan pemikiran barat yang merusak dan mudah hanyut oleh gemerlap dunia yang melenakan.

Pemuda saat ini seakan telah dininabobokan oleh sistem yang membawa pada kemaksiatan dan berubah menjadi pemuda yang seakan-akan hidup tapi  berjalan seperti mayat yang hidup tanpa visi dan misi yang jelas apalagi ambisi, yang hidupnya dihabiskan untuk memuaskan hawa nafsunya. Sebagai seorang influencer, pejabat harusnya meluruskan hal yang salah seperti ini bukan malah mendukung dan mengambil keuntungan dari pergerakan mereka yang sedang naik daun ini, bukan malah memfasilitasi, dan bahkan mereka menolak beasiswa gratis demi arti sebuah ketenaran dan eksistensi, sungguh miris pemuda saat ini. Lihatlah betapa rusaknya generasi yang akan dihasilkan jika ini terus berlanjut, akan menimbulkan pemuda-pemuda tanpa rasa malu yang berlenggak-lenggok memperlihatkan auratnya, semakin maraknya kaum laki-laki bertulang lunak tentu hal ini akan menjadi lahan syiar kaum ELGEBETE dalam melancarkan misinya menyebarkan pemikiran sesat mereka serta melahirkan bibit-bibit ELEBETE, dan menjahukan pemuda saat ini dari identitas pemuda yang harusnya membawa perubahan pada peradaban bukan pemuda murahan yang bermental kerupuk yang hanya terlena dengan gemerlap ketenaran dunia.

Sungguh sangat luar biasa dampak dari sistem kapitalis sekuleris, dengan dalih memberi kebebasan berekspresi justru malah bablas dalam berekspresi dan berprilaku. Komoditas food, fun, dan fashion adalah bunga yang mekar dari pohon ideologi kapitalis, sekuleris, liberal yang bernilai kebebasan. Maka sangat wajar dan hal biasa nilai halal-haram diabaikan dan tak jarang menghalalkan yang haram demi arti sebuah keuntungan dan materi belaka. Maka dengan bangganya sistem kapitalis ini menawarkan bunga kepada pemuda-pemudi di seluruh dunia untuk membebek dan berkiblat pada mereka, supaya para pemuda saat ini menikmati bunga tersebut hingga mereka terlena dengan wanginya aroma bunga yang ditawarkan oleh pemegang mabda kapitalis dan menjauhkan dari ketaatan pada syariat Isalm yang jelas-jelas aturan Islamlah yang akan memuliakan.

Di dalam rumus marketing, gerakan street fashion ini adalah cara iklan mereka yang sangat halus, sehingga tanpa disadari para pemuda telah termabukkan dan terlena. Sehingga pemuda saat ini terlenakan mengajar “Aktualisasi Diri” semu melalui fashion dan sosial media. Lantas apakah aktualisasi diri tersebut didapatkan? Tentu tidak, jangankan mencapai aktualisasi diri, justru para pemuda hanya menjadi budak industru. Lihatlah begitu polosnya wajah mereka, yang mash sangat belia dan muda, dengan mudahnya mereka terperosok pada lubang kemaksiatan, begitu polosnya mereka menjawab lupa akan niat sholat, hingga tidak tau apa rukun iman. Lihatlah betapa jauhnya mereka dari Islam, begitu rapuhnya mereka sehingga mudah dipengaruhi oleh pemikiran sistem kapitalis saat ini. Betapa polosnya mereka mudah untuk dimanfaatkan oleh influencer sampah yang mengambil keuntungan atas viralnya mereka, dengan bangganya mereka atas ketenaran yang telah dia capai. Padahal sejatinya mereka adalah korban kejahatan sistem saat ini, dan kejahatan para capital penghisap keuntungan dan materi dengan dalih ingin memajukan generasi.

Lihatlah pemuda pada saat sistem Islam, sangat jauh berbeda dengan pemuda saat ini. Liahtlah Muhammad Al-Fatih diusia yang sangat mudah sudah mampu menaklukan kota Konstatinopel, Ia menguasai berbagai bahasa, ibadah serta ketaatannya pada sang Khaliq sangat luar biasa, Ali bin Abi Thalib yang sudah masuk Islam usia 7 tahun, dan Ia sudah bisa membedakan mana yang benar dan salah dan dengan kecerdasannya Ia selalu membantu Nabi hingga berani menggantikan Nabi saat rumah beliau dikepung tentara Quraisy. Itu bisa terjadi karena beliau dilahirkan dan di didik oleh sistem Islam. Dalam sistem Islam standar perbuatannya adalah halal-haram. Islam bukan mengekang, tapi Islam memualiakan. Islam mengikat manusia agar terikat pada aturan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits agar hidupnya terarah, karena apabila ikatan itu dilepas maka jauhlah ia dari Islam dan bebas berbuat sesuatu tanpa memandang halal atau haram.  Pemuda saat ini perlu mencontoh para pemuda generasi sahabat, di mana mereka memegang Islam dengan kuat, memperjuangkan Islam dan mengorbankan hidupnya demi tegakkanya Islam. Wallahu'alam.