Sumut: Angka Kemiskinan Perkotaan Meningkat, Pedesaan Menurun




Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (h.r. Abu Dawud dan Ahmad).

Makin melambungnya harga-harga kebutuhan bahan pokok di tengah-tengah masyarakat menyebabkan angka kemiskinan di perkotaan Sumut meningkat. Karena hasil pendapatan yang diperoleh masyarakat perkotaan tidak mencukupi untuk membeli kebutuhan sehari-hari dengan melambungnya harga bahan pokok dan juga naiknya harga pembiayaan rumah tangga.

Bertambahnya angka kemiskinan di wilayah perkotaan Sumut ini dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Menurut Nurul Hasanuddin selaku kepala BPS Sumut dalam jumpa persnya, ia mengatakan bahwa jumlah angka kemiskinan di wilayah provinsi Sumut mengalami penurunan dari 8,49 persen menjadi 8,42 persen dalam kurun waktu 6 bulan.

BPS juga mencatat dalam kurun waktu yang sama pula jumlah angka kemiskinan di wilayah perkotaan meningkat drastis ketimbang di wilayah pedesaan. Kenaikan angka kemiskinan di perkotaan pada periode yang sama naik 8,76 persen sedangkan di wilayah pedesaan jumlahnya 7,98 persen. Hal ini menunjukkan ada kenaikan 0,08 persen tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan. Sedangkan diwilayah pedesaan mengalami penurunan sebesar 0,28 persen. (sumut.idntimes.com, 15/07/2022).

Angka kemiskinan yang terus bertambah di wilayah perkotaan provinsi Sumut ini disebabkan oleh banyak faktor. Indikasi yang utama adalah tingkat pengeluaran untuk kebutuhan bahan pokok sehari-hari. Misalnya saja pengeluaran untuk keperluan bahan makanan. Di mana kebutuhan bahan pangan harganya dari tahun 2021 hingga 2022 terus merangkak naik. Belum lagi pengeluaran untuk kebutuhan tempat bernaung (rumah), dalam hal ini rumah sewa bagi yang belum memiliki rumah sendiri juga mengalami kenaikan harga. Ditambah lagi, pengeluaran pembiayaan air dan listrik tarif keduanya sudah beberapa kali naik. Bukan itu saja, bahan bakar untuk transportasi untuk mengais rezeki pun ikut naik.

Kebalikannya dengan masyarakat pedesaan. Tingkat kemiskinan tentu saja tidak ada perbedaan yang mencolok, jika diukur dari semua kebutuhan yang serba naik. Hanya saja, masyarakat pedesaan masih bisa menyiasati kebutuhan pokok seperti bahan makanan dengan cara menanam padi, sayuran, dan lainnya dengan ketersediaan lahan yang ada, jika pun tidak ada, dengan ketersediaan lahan masyarakat masih bisa bekerja di lahan pertanian orang lain, dan kehidupan masyarakat pedesaan yang masih menjunjung tinggi sifat sosialnya.

Selain itu, dalam beragama, masyarakat pedesaan yang masih taat dalam ajaran agamanya, tentu saja mereka tidak akan membiarkan tetangganya kesulitan. Secara otomatis rasa berbagi itu masih ada. Berbeda sekali dengan masyarakat perkotaan, tingkat kemiskinan jelas tampak nyata. Karena kehidupan masyarakat perkotaan yang sangat hedonis. Rasa sosial itu sangat sulit ada. Jadi, ketika kesulitan itu datang menimpa kehidupannya, masyarakat miskin perkotaan tidak ubahnya seperti orang sudah ke timpa tangga pula. Karena sudah hilangnya rasa sosial di tengah-tengah masyarakat perkotaan.

Inilah kesalahan dari rezim kapitalis yang sampai saat ini tidak bisa mengurusi dengan baik rakyatnya. Seharusnya pemimpin tidak boleh lepas tangan akan tanggung jawabnya dalam mengatur (menyuplai) kebutuhan pokok rakyatnya. Dengan tidak membiarkan harga-harga bahan pokok makin naik. Rezim hari ini malah ikut memperberat kehidupan rakyatnya dengan membuat kebijakan menaikkan TDL (Tarif Dasar Listrik), BBM (Bahan Bakar Minyak), dan juga air yang seharusnya ketiganya hal ini tidak boleh disalahgunakan karena ini adalah kepemilikan umum yang harus dikelola olah negara. Manfaat atau hasilnya harus disalurkan untuk kepentingan umat. Bukan malah untuk memperkaya para pejabat dan golongan tertentu (swasta) dan asing.

Dari sistem dan pengelolaan yang salah inilah yang menyebabkan tingkat kemiskinan makin bertambah. Agar tingkat kemiskinan ini tidak makin parah, hanya dengan kembali pada sistem pemerintahan Islam secara sempurna, karena dengan begitu, seluruh problematika umat dapat diatasi dengan baik. Karena kepala negara dalam Islam (Khalifah) dalam mengelola kepemilikan umum seperti padang rumput, api, dan air dikelola dengan sebenar-benarnya dan hasilnya akan disalurkan kembali kepada rakyat. Sehingga dari sini, tidak ada lagi rakyat yang miskin dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Maka, penerapan sistem pemerintahan Islam secara sempurna dalam institusi sebuah negara merupakan sebuah kebutuhan yang sangat urgen. Untuk itu, marilah sama-sama kita berjuang untuk menerapkannya.

Wallahualam bissawab.