Jangan Ada Toleransi Pada Maksiat

 



Oleh: Mahyawita Leni Marpaung, S.Pd

(Aktivis Dakwah KoAS Tanjungbalai)

 

Holywings merupakan bisnis yang berada di bawah naungan PT Aneka Bintang Gading (Holywings Group). Perusahaan yang bergerak di bidang restoran dan bar ini pertama kali berdiri pada tahun 2014 lalu.

Dikutip dari Kompas.com (Minggu, 26 Juni 2022), Holywings sedang menjadi sorotan karena mengeluarkan promo minuman beralkohol gratis yang menuai kecaman publik. Kini promosi yang diunggah akun Instagram ofisial Holywings itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Tidak dapat dipungkiri, kejadian ini membuat nama Holywings menuai kontroversi. Holywings menjadi sorotan publik lantaran promosi minuman beralkoholnya yang kebablasan, yaitu memberikan minuman beralkohol secara cuma-cuma/gratis bagi pelanggan mereka yang bernama “Muhammad” dan “Maria”. Kasus ini menjadi viral dan mendapat banyak kecaman dari politikus dan berbagai elemen masyarakat. Sejumlah pihak pun akhirnya melaporkan Holywings pada pihak yang berwajib, jumat 24 Juni 2022 lalu.

Dikutip dari detikNews (Minggu, 26 Juni 2022), Holywings Indonesia kembali menyampaikan permintaan maaf terkait promosi minuman alkohol gratis khusus untuk pelanggan bernama “Muhammad” dan “Maria”. Dalam pernyataan terbuka, Holywings berbicara nasib 3000 karyawan yang bergantung pada usaha food and beverage tersebut.

Padahal, berdasarkan Undang-undang KUHP Pasal 50, apa pun yang terjadi pada sebuah perusahaan, yang menjadi penanggung jawabnya adalah owner dari perusahaan tersebut. Sedangkan dalam kasus ini, yang bertanggung jawab hanyalah 6 karyawan yang kemudian dijadikan tersangka oleh pihak yang berwajib. Ke-enam tersangka tersebut dijerat Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 156 dan/atau Pasal 156A KUHP dan/atau Pasal 28 ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016, yaitu perubahan atas UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang Penistaan Agama dan Ujaran Kebencian Bernuansa SARA.

Lantas, dimana posisi owner yang seharusnya berlaku sebagai penanggung jawab dalam kasus tersebut? Cukupkah dengan berkeliling meminta maaf? Mengapa owner tidak turut serta dijadikan sebagai tersangka seperti 6 karyawannya yang telah dijerat UU ITE? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan ganjil yang timbul dikepala kita.

Menurut saya, meminta maaf itu boleh saja. Tetapi, hukum harus tetap berjalan. Bukan berarti dengan sudah meminta maaf, kemudian kasus ini ditutup begitu saja. Terlebih ini adalah kasus penistaan agama. Yang mana, kasus seperti ini akan terus berulang dikemudian hari jika tidak ada ketegasan dari negara mengenai sangsi yang jelas dan hukum yang keras.

Dalam negara sekuler kapitalistik liberal, kasus pelecehan agama seperti ini memang kerap akan terjadi, hanya bentuknya saja yang berbeda. Hal ini terjadi dengan dalih untuk meraih kepuasan materi sebanyak-banyaknya. Sebab, sekulerisme melahirkan paham bahwa kehidupan harus dipisahkan dari agama. Maka dari itu standar perbuatan manusia bukan lagi berdasarkan hukum syara’, melainkan asas kebebasan yang selalu mereka agung-agungkan.

Hukum di dalam negara sekuler kapitalistik memang selalu tumpul. Hukum di negara sekuler kaplitalistik juga bisa dibeli dan dimanipulasi. Berbeda sekali dengan sistem Islam. Di dalam Islam, orang-orang yang menistakan agama, Allah dan Rasul-Nya, jelas akan diberikan sangsi yang berat dan tegas, yaitu hukuman mati.

Mengingat saat ini negara Islam belum berdiri, dan kita masih dalam naungan negara sekuler, satu-satunya cara yang harus kita tempuh adalah dengan tetap mendakwahkan Islam ketengah-tengah ummat. Melancarkan opini-opini Islam untuk melawan opini-opini Barat yang semakin deras digencarkan ketengah-tengah masyarakat. Jangan pernah memberikan celah kepada mereka, terlebih lagi memberikan toleransi terhadap aktivitas-aktivitas maksiat seperti halnya penistaan agama dan pelecehan terhadap Rasulullah yang dilakukan oleh Holywings beberapa hari lalu. Terus gencar mendakwahkan Islam. Mengenai hasil kita serahkan seutuhnya kepada Allah.

Allahu’alambishawab.