Darurat PMK, Tanggung Jawab Negara!

 




Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)

Mewabahnya penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak, khususnya pada ternak sapi saat ini tentu saja sangat meresahkan para peternak sapi. Mewabahnya penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak sapi sudah menyebar hingga di 19 provinsi berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Pertanian.

Dari data yang dirilis oleh Kementerian Pertanian bahwa wabah penyakit mulut dan kuku pada sapi yang sudah menyebar di 19 provinsi langsung mendapat respons dari pemerintah. Pemerintah memberikan tanggung jawabnya dengan bukti menetapkan status darurat penyakit mulut dan kuku (PMK). Keputusan status darurat ini dituangkan melalui surat Nomor 47 Tahun 2022.

melalui keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Keputusan ini berlaku mulai 28 Juni hingga 31 Desember 2022.Dalam surat keputusan tersebut menurut kepala Badan Penanggulangan Bencana Suharyanto, setiap kepala daerah berhak memutuskan status keadaan darurat penyakit mulut dan kuku di daerah masing-masing. Lebih lanjut ia mengatakan hal ini agar penanganannya cepat teratasi. Ia juga menyampaikan segala biaya akibat dari keputusan tersebut diambil dari dana APBN. (finance.detik.com, 01/07/2022).

Keputusan yang dibuat pemerintah melalui darurat PMK ini tidak serta merta melegakan dan memuaskan para peternak sapi. Karena ternak-ternak mereka sudah banyak yang terkena wabah penyakit mulut dan kuku. Secara otomatis tentunya mereka tidak bisa menjual hasil ternaknya. Sementara dengan diberlakukannya darurat PMK, untuk waktu yang belum dipastikan, ternak mereka belum tentu cepat kembali sehat seperti sediakala. Sedangkan pemberlakuan darurat PMK ini sifatnya hanya untuk mencegah agar wabah ini tidak sampai berkelanjutan.

Akibat dari daruratnya wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak khususnya sapi ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi para peternak sapi. Karena panen raya terbesar bagi peternak (pedagang sapi) yang terbesar itu pada bulan Zulhijah. Karena pada momen di lebaran haji ini banyak para peternak sapi menjual hasil ternaknya.

Dengan pemerintah memberlakukan darurat PMK pada hewan ternak, ini tentu saja tidak bisa menyelesaikan persoalan yang sudah terjadi. Sebab, para peternak sudah kadung (terlanjur) merugi dengan mewabahnya penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.

Dalam hal ini, para peternak berharap ada langkah-langkah yang maksimal yang diberikan pemerintah selama ternak mereka terkena wabah penyakit. Para peternak tidak hanya butuh status darurat PMK saja. Mereka berharap agar pemerintah memberikan sokongan dan bantuan ketika darurat PMK diberlakukan. Karena pada masa darurat ini ternak mereka tidak bisa dijual, dan di sini mereka berharap pemerintah bisa memberikan bantuan berupa dana (keuangan) untuk membantu para peternak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama ternaknya belum sembuh dari penyakit PMK.

Sayangnya, harapan tinggallah harapan bagi peternak sapi. Bantuan yang nyata tampak di lapangan selama ini adalah pemerintah hanya memberikan bantuan berupa penyuluhan, suntikan vaksin pada hewan ternak, dan penyemprotan kandang. Sedangkan bantuan berupa ganti rugi tidak bisa diberikan karena menunggu hewan ternak ada yang mati.

Menurut pemerintah, melalui Kementerian Bidang Perekonomian Bapak Airlangga Hartanto, ganti rugi akan diberikan kepada peternak yang hewan ternaknya terkena wabah penyakit mulut dan kuku sebesar 10 juta rupiah per ekor apabila ternaknya ada yang mati atau dimusnahkan secara paksa akibat tertular PMK. (bisnis.com, 23/06/2022).

Dengan kondisi sistem negara yang hari menganut sistem kapitalis yang dipikirkan hanyalah untung dan rugi. Tentu kita tidak bisa berharap tanggung jawab penuh dari negara. Tanggung jawab penuh itu hanya bisa terwujud dengan kembali kepada sistem Islam (Khilafah). Hanya dengan sistem Islam-lah yang bisa melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah dan membentuk kebijakan pemerintah sebagai pengurus umat.

Setiap kebijakan yang dijalankan oleh seorang pemimpin (Khalifah) dalam menerapkan peraturannya bersandarkan pada hukum syarak. Dengan konsekuensinya apabila dalam kepemimpinannya tidak amanah maka ia akan dimintai pertanggung jawabannya dan ia akan menjadi pemimpin yang merugi kelak di akhirat.

“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (h.r. Muslim).

Wallahualam bissawab.